7 Tradisi Ramadan Zaman Dulu yang Kian Ditinggalkan, Bikin Kangen Masa Lalu

2 weeks ago 12

Liputan6.com, Jakarta Bulan Ramadan selalu membawa suasana istimewa yang dirasakan umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dari semaraknya penyambutan hingga suasana hangat di akhir bulan, Ramadan tak hanya menjadi momen ibadah tetapi juga penuh kenangan.

Beragam tradisi unik khas Ramadan zaman dulu menjadi bagian tak terpisahkan dari keindahan bulan suci ini. Tradisi seperti pawai obor hingga perang sarung menjadi simbol keseruan dan kebersamaan yang tak terlupakan. Namun, seiring waktu, berbagai tradisi ini mulai terkikis oleh perkembangan zaman.

Kini, di era digital dan perubahan gaya hidup, kemeriahan Ramadan perlahan berubah. Tradisi yang dulunya meriah dan menghibur, kini jarang terlihat, terutama di daerah perkotaan. Apa saja tradisi Ramadan yang kian hilang? Yuk, simak penjelasannya berikut ini, dirangkum Liputan6, Rabu (22/1).

1. Pawai Obor dan Tabuhan Bedug Keliling Kampung

Mengutip jurnal unsa.ac.id berjudul "Tradisi Pawai Obor Menyambut Bulan Suci Ramadhan Dalam Perspektif Komunikasi Lintas Budaya Pada Masyarakat Kota Pontianak" di zaman dulu, menjelang Ramadan, masyarakat selalu menggelar pawai obor yang diiringi tabuhan bedug dan kentongan.

Anak-anak hingga orang dewasa ikut menyemarakkan tradisi ini dengan antusias. Tak hanya itu, pada malam takbiran menjelang Idul Fitri, suasana semakin semarak dengan gema takbir dan nyala obor yang menerangi malam.

Sayangnya, kini pawai obor hanya ditemukan di beberapa daerah tertentu, terutama di pedesaan. Di perkotaan, tradisi ini mulai tergantikan oleh kegiatan di masjid dengan pengeras suara untuk takbiran. Hilangnya tradisi ini membuat sebagian masyarakat rindu akan momen kolektif yang menghangatkan hati.

2. Mengisi Buku Agenda Ramadan

Dirujuk kalsel.kemenag.go.id, mengisi buku agenda Ramadan adalah kebiasaan yang populer di kalangan pelajar. Buku ini biasanya mencatat ibadah harian seperti salat, puasa, dan tadarus. Para siswa sering berlomba untuk menyelesaikan agenda mereka demi mendapatkan apresiasi dari guru.

Tradisi ini memiliki tujuan mulia, yaitu memotivasi anak-anak untuk rajin beribadah selama Ramadan. Namun, dengan semakin sedikitnya sekolah yang memberikan buku agenda ini, kenangan mengisi buku Ramadan kini hanya tinggal cerita bagi generasi masa kini.

Diharapkan para siswa bisa displin dan mempelajari setiap aktivitas ibadah yang dicatat di buku tersebut. Buku ini juga menjadi panduan para siswa untuk melaksanakan ibadah, sesuai syariat Islam.

3. Berburu Tanda Tangan Imam Tarawih

Sejalan dengan tradisi mengisi buku agenda Ramadan, anak-anak juga kerap berburu tanda tangan imam tarawih setelah salat berjamaah. Aktivitas ini menjadi ajang interaksi sosial sekaligus momen seru bagi anak-anak di masjid.

Kini, tradisi ini jarang terlihat. Kehadiran digitalisasi dan pergeseran cara beribadah membuat aktivitas seperti ini perlahan ditinggalkan. Namun, bagi yang pernah merasakannya, tradisi ini memberikan nostalgia manis tentang masa kecil.

4. Perang Sarung

Perang sarung menjadi permainan favorit anak-anak di masa lalu. Dengan sarung yang digulung, anak-anak bermain bersama di waktu ngabuburit atau setelah salat. Permainan ini menciptakan tawa dan kebersamaan tanpa ada niat untuk menyakiti.

Sayangnya, permainan ini kini jarang terlihat, terutama di daerah perkotaan. Pergeseran cara bermain anak-anak ke dunia digital menjadi salah satu alasan mengapa tradisi ini semakin hilang.

5. Berkeliling Membangunkan Sahur

Tradisi membangunkan sahur dilakukan dengan membawa kentongan, drum bekas, atau alat seadanya. Anak-anak hingga remaja berkeliling kampung sambil berteriak, “Sahur... sahur!” Tradisi ini menyatukan masyarakat sekaligus memberikan rasa antusias untuk bangun dini hari.

Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai digantikan oleh pengumuman dari masjid menggunakan pengeras suara. Meskipun lebih praktis, hilangnya momen kebersamaan ini membuat Ramadan terasa berbeda.

6. Jalan-Jalan Setelah Salat Subuh

Jalan-jalan usai salat subuh berjamaah adalah salah satu tradisi Ramadan yang mengasyikkan. Anak-anak biasanya berkeliling kampung bersama teman-teman sepantaran, menikmati udara segar pagi hari sebelum matahari terbit.

Tradisi ini tidak hanya mempererat pertemanan tetapi juga menjadi cara menyenangkan untuk menghilangkan kantuk. Namun, rutinitas yang semakin sibuk dan pergeseran kebiasaan anak-anak membuat tradisi ini jarang terlihat di masa kini.

7. Bermain Meriam Bambu

Meriam bambu adalah salah satu permainan tradisional yang sangat populer selama Ramadan. Biasanya, anak-anak dan remaja menggunakan bambu besar yang diisi bahan bakar sederhana untuk menciptakan suara letusan keras yang menghibur.

Permainan ini sering dilakukan saat ngabuburit, menciptakan suasana Ramadan yang khas dan penuh keceriaan. Namun, dengan alasan keamanan dan modernisasi, tradisi bermain meriam bambu kini semakin jarang dilakukan.

Mengutip ANTARA, untuk tahun 2025 ini, pemerintah telah menetapkan tanggal libur di bulan Ramadan. Merujuk Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri yang mengatur perihal pembelajaran saat bulan Ramadhan 2025 pada Selasa, libur bulan puasa akan berlangsung pada pekan pertama di tanggal 27 dan 28 Februari serta tanggal 3, 4, dan 5 Maret 2025.

Dengan adanya libur ini, tradisi ramadan yang lama tidak ada bisa kembali dibangkitkan sebagai ajang nostalgia.

Mengapa tradisi Ramadan zaman dulu mulai hilang?

Tradisi Ramadan zaman dulu mulai hilang karena perubahan gaya hidup, urbanisasi, dan digitalisasi yang mengubah cara masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari.

Apakah tradisi Ramadan zaman dulu masih bisa dilestarikan?

Ya, tradisi Ramadan dapat dilestarikan dengan dukungan komunitas, keluarga, dan pemerintah dalam mengadakan kegiatan yang menghidupkan kembali budaya lokal.

Apa manfaat melestarikan tradisi Ramadan?

Melestarikan tradisi Ramadan membantu menjaga nilai kebersamaan, mempererat hubungan sosial, dan memberikan pengalaman budaya kepada generasi muda.

Apakah tradisi Ramadan zaman dulu hanya dilakukan di pedesaan?

Tidak, tradisi Ramadan zaman dulu juga dilakukan di perkotaan. Namun, tradisi ini lebih banyak bertahan di pedesaan karena budaya kolektif yang masih kuat.

Bagaimana cara mengajarkan tradisi Ramadan kepada generasi muda?

Generasi muda dapat diajarkan tradisi Ramadan melalui kegiatan keluarga, program sekolah, atau acara komunitas yang melibatkan mereka secara langsung.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|