Apa itu Abolisi dan Amnesti? Sama-Sama Pengampunan Hukum Tapi Beda

18 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta Dalam sistem hukum Indonesia, terdapat beberapa bentuk pengampunan yang dapat diberikan oleh negara kepada seseorang yang terlibat dalam perkara pidana. Perbedaan abolisi dan amnesti menjadi topik yang sering dibahas, terutama ketika presiden menggunakan kewenangan prerogatifnya untuk memberikan pengampunan kepada terdakwa atau terpidana tertentu.

Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong. Keputusan ini kembali memunculkan diskusi publik mengenai perbedaan abolisi dan amnesti serta mekanisme pemberian pengampunan dalam sistem hukum Indonesia.

Untuk memahami kedua konsep hukum ini dengan baik, penting bagi kita mengetahui perbedaan abolisi dan amnesti secara mendetail, mulai dari definisi, prosedur pemberian, hingga dampak hukum yang ditimbulkannya. Berikut ini telah Liputan6.com ulas secara komprehensif perbedaan abolisi dan amnesti beserta aspek-aspek penting lainnya yang perlu dipahami masyarakat, pada Jumat (1/8).

Pengertian Dasar Abolisi dan Amnesti

Abolisi dan amnesti merupakan dua bentuk pengampunan yang berbeda dalam sistem hukum pidana Indonesia. Kedua konsep ini diatur dalam Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1954 dan tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai kewenangan presiden.

Menurut Marwan dan Jimmy dalam buku Kamus Hukum: Rangkuman Istilah dan Pengertian, abolisi adalah suatu hak untuk menghapuskan seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana. Abolisi juga dapat melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.

Sementara itu, amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang tentang pencabutan akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana. Amnesti menghapuskan hukuman pidana yang telah dijatuhkan kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Kedua bentuk pengampunan ini merupakan konsekuensi yudisial yang merupakan akibat dari keputusan politik kekuasaan eksekutif dan legislatif untuk melepaskan tanggung jawab pidana seseorang, baik untuk yang belum diadili maupun yang sedang menjalani hukuman.

Perbedaan Mendasar Abolisi dan Amnesti

Perbedaan utama antara abolisi dan amnesti terletak pada timing dan sasaran pemberian pengampunan tersebut. Menurut UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954, terdapat beberapa perbedaan mendasar antara keduanya yang perlu dipahami dengan baik.

Abolisi diberikan kepada seseorang yang sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau sebelum putusan pengadilan dijatuhkan. Ketika seseorang diberikan abolisi, maka penuntutan terhadap orang tersebut ditiadakan dan proses hukum dihentikan.

Sebaliknya, amnesti diberikan kepada seseorang yang telah divonis bersalah oleh pengadilan atau sudah menjalani hukuman. Dengan diberikannya amnesti, maka semua akibat hukum pidana terhadap orang tersebut dihapuskan, termasuk catatan kriminal dan konsekuensi hukum lainnya yang melekat pada vonis tersebut.

Ringkasan Perbedaan Abolisi dan Amnesti:

Waktu Pemberian:

  • Abolisi: Diberikan sebelum putusan pengadilan atau selama proses hukum berjalan
  • Amnesti: Diberikan setelah ada putusan pengadilan atau kepada yang sudah menjalani hukuman

Dampak Hukum:

  • Abolisi: Menghentikan penuntutan dan proses hukum
  • Amnesti: Menghapuskan semua akibat hukum pidana yang telah dijatuhkan

Cakupan:

  • Abolisi: Bersifat individual untuk kasus tertentu
  • Amnesti: Dapat diberikan secara umum kepada sekelompok orang

Status Hukum:

  • Abolisi: Tidak ada vonis yang dijatuhkan karena proses dihentikan
  • Amnesti: Menghapuskan vonis yang sudah ada beserta seluruh akibat hukumnya 

Mekanisme dan Syarat Pemberian

Berdasarkan Pasal 14 UUD 1945, presiden memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini berbeda dengan grasi dan rehabilitasi yang memerlukan pertimbangan Mahkamah Agung. Ketentuan ini merupakan hasil amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden.

Prosedur pemberian amnesti dan abolisi dimulai dengan usulan dari presiden kepada DPR. Presiden akan mengirimkan surat resmi ke DPR untuk mendapat persetujuan terkait keputusannya tersebut. DPR kemudian akan membahas usulan tersebut dan memberikan pertimbangan apakah menyetujui atau menolak usulan presiden.

Pemberian amnesti dan abolisi tidak lagi menjadi hak absolut presiden seperti sebelum amandemen UUD 1945. Adanya ketentuan pertimbangan dari DPR ini sejalan dengan konsep pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu dan merupakan bentuk check and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Meskipun merupakan kewenangan presiden, pemberian amnesti dan abolisi harus memiliki dasar yang kuat dan pertimbangan yang matang, terutama terkait dengan kepentingan negara, keadilan, dan dampaknya terhadap masyarakat. Keputusan ini juga harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan politik.

Perbedaan dengan Grasi dan Rehabilitasi

Selain abolisi dan amnesti, terdapat dua bentuk pengampunan lainnya yang juga merupakan kewenangan presiden, yaitu grasi dan rehabilitasi. Menurut UU Nomor 22 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 5 Tahun 2010, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Perbedaan mendasar grasi dengan amnesti terletak pada cakupan dan sifat pengampunannya. Grasi bersifat individual dan hanya mengubah, mengurangi, atau menghapus pelaksanaan pidana tanpa menghilangkan status sebagai terpidana. Sementara amnesti menghapuskan seluruh akibat hukum pidana, termasuk status sebagai terpidana.

Rehabilitasi menurut Pasal 1 angka 23 KUHAP adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan. Rehabilitasi diberikan kepada orang yang terbukti tidak bersalah atau menjadi korban kesalahan aparat penegak hukum.

Keempat bentuk pengampunan ini memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Pemahaman yang tepat tentang perbedaan-perbedaan ini penting untuk memahami mekanisme keadilan dan pengampunan dalam sistem hukum Indonesia sesuai dengan konsep pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu yang membagi kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Sumber:

Marwan dan Jimmy. (2009). Kamus Hukum: Rangkuman Istilah dan Pengertian Dalam Hukum Internasional, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Islam, Hukum Perburuhan, Hukum Agraria, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pajak dan Hukum Lingkungan.

QnA (Tanya Jawab)

Q: Apakah abolisi dan amnesti dapat dicabut kembali setelah diberikan? 

A: Tidak, baik abolisi maupun amnesti tidak dapat dicabut kembali setelah diberikan. Keduanya memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat sejak diterbitkan oleh presiden dengan persetujuan DPR sesuai Pasal 14 UUD 1945.

Q: Siapa saja yang bisa mengajukan permohonan abolisi atau amnesti? 

A: Tidak ada mekanisme permohonan untuk abolisi dan amnesti. Keduanya merupakan inisiatif presiden sebagai bagian dari kewenangan prerogatifnya, bukan berdasarkan permohonan dari pihak yang bersangkutan atau keluarganya sebagaimana diatur dalam UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954.

Q: Apakah DPR bisa menolak usulan abolisi atau amnesti dari presiden? 

A: Ya, DPR memiliki kewenangan untuk memberikan pertimbangan, termasuk menolak usulan presiden. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, pemberian amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, sehingga DPR memiliki peran penting dalam proses persetujuan.

Q: Bagaimana dampak abolisi dan amnesti terhadap korban kejahatan? 

A: Abolisi dan amnesti tidak menghilangkan hak korban untuk menuntut ganti rugi secara perdata. Meskipun proses pidana dihentikan atau dihapuskan, korban masih dapat mengajukan gugatan perdata untuk memperoleh kompensasi sesuai ketentuan hukum perdata yang berlaku.

Q: Apakah ada batasan jenis kejahatan yang bisa diberikan abolisi atau amnesti? 

A: UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tidak membatasi secara spesifik jenis kejahatan yang dapat diberikan abolisi atau amnesti. Namun dalam praktiknya, pemberian keduanya biasanya mempertimbangkan aspek kepentingan nasional, rekonsiliasi, dan keadilan.

Q: Mengapa amnesti dan abolisi harus mendapat pertimbangan DPR? 

A: Berdasarkan amandemen UUD 1945, ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden dan menerapkan prinsip check and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif, sehingga tidak lagi menjadi hak absolut presiden.

Q: Apa perbedaan utama antara grasi dan amnesti? 

A: Grasi diberikan dengan pertimbangan Mahkamah Agung dan bersifat individual untuk mengubah pelaksanaan pidana tanpa menghilangkan status terpidana. Sedangkan amnesti diberikan dengan pertimbangan DPR dan menghapuskan seluruh akibat hukum pidana, termasuk status sebagai terpidana.

Q: Bisakah seseorang yang mendapat abolisi dituntut lagi untuk kasus yang sama? 

A: Tidak, prinsip ne bis in idem dalam hukum pidana melarang penuntutan dua kali untuk kasus yang sama. Setelah mendapat abolisi, seseorang tidak dapat dituntut lagi untuk perkara yang sama karena penuntutan telah ditiadakan secara permanen.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|