Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini, serial Malaysia "Bidaah" (atau "Broken Heaven") viral di media sosial karena mengangkat tema kontroversial: penyimpangan ajaran agama dalam sebuah sekte. Salah satu adegan yang paling diperdebatkan adalah praktik 'nikah batin' yang dilakukan oleh pemimpin sekte tersebut. Menariknya, istilah 'nikah batin' juga dikenal di Indonesia, khususnya di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, namun dengan konteks dan praktik yang sangat berbeda. Artikel ini akan mengupas perbedaan mendasar antara kedua praktik tersebut dan memberikan pemahaman yang benar tentang nikah batin menurut ajaran Islam.
Serial Bidaah menggambarkan 'nikah batin' sebagai praktik manipulatif yang dilakukan tanpa memenuhi syarat sah pernikahan dalam Islam. Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk ulama seperti Buya Yahya yang menegaskan bahwa istilah 'nikah batin' tidak dikenal dalam fiqih Islam yang sahih. Buya Yahya menekankan pentingnya syarat dan rukun pernikahan dalam Islam, seperti adanya wali, saksi, dan akad nikah yang sah. Tanpa itu, hubungan tersebut dianggap zina, bukan pernikahan.
Di Padang Pariaman, 'nikah batin' memiliki makna yang berbeda. Praktik ini merupakan bagian dari tradisi tarekat Syatariyah, dan dilakukan setelah akad nikah sah secara syariat Islam telah dilangsungkan. Nikah batin di Padang Pariaman bertujuan untuk menyempurnakan ikatan pernikahan secara batiniah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Ini bukan pengganti, melainkan pelengkap dari pernikahan yang sah secara agama dan negara.
Lalu bagaimana praktik nikah batin yang berkembang di Kabupaten Padang Pariaman? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari hasil penelitian berjudul "Praktik Nikah Batin di Kabupaten Padang Pariaman" (Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 6, No. 2, Juni-Desember 2018), Selasa (15/4/2025).
Pernikahan sepasang kekasih di Sragen berhasil mencuri perhatian. Bagaimana tidak, sang pengantin pria melakukan ijab kabul dan resepsi sambil diinfus.
Fenomena Serial Bidaah dan Kontroversinya
Serial Bidaah mengisahkan perjuangan Baiduri melawan sekte sesat Jihad Ummah yang dipimpin Walid. Walid menggunakan 'nikah batin' untuk mengendalikan pengikut perempuannya, melanggar norma agama dan hukum. Viral di TikTok, adegan-adegan kontroversial ini memicu perdebatan luas tentang penyimpangan ajaran agama dan manipulasi spiritual.
Popularitas Bidaah juga didorong oleh akting para pemainnya yang mumpuni, seperti Faizal Hussein, Fattah Amin, dan Riena Diana. Namun, kontroversi 'nikah batin' dalam serial ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap pemahaman masyarakat tentang pernikahan dalam Islam.
Fenomena ini pun mendapat tanggapan dari Pemimpin Pondok Pesantren Al-Bahjah Buya Yahya. Dalam ceramahnya, Buya Yahya memberikan peringatan keras terhadap praktik yang digambarkan dalam Bidaah. Beliau menegaskan bahwa pernikahan harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Praktik 'nikah batin' dalam Bidaah dianggap menyimpang dan tidak memiliki dasar hukum agama.
Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa serial ini dapat memberikan pemahaman yang salah tentang pernikahan dalam Islam, khususnya bagi mereka yang kurang memahami ajaran agama secara mendalam.
Praktik Nikah Batin di Kabupaten Padang Pariaman
Istilah nikah batin sebenarnya sudah lama dikenal di Indonesia, khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. Di Padang Pariaman, 'nikah batin' merupakan tradisi yang dilakukan setelah akad nikah resmi. Konsep ini berakar pada tarekat Syatariyah, sebuah tarekat sufi yang berkembang di daerah tersebut. Bukan pengganti nikah syariat, melainkan ritual untuk menyempurnakan ikatan batiniah pasangan suami istri.
Praktik ini memiliki sejarah panjang dan terintegrasi dengan budaya Minangkabau. Dalam konteks ini, 'nikah batin' bertujuan untuk memperkuat ikatan spiritual dan emosional, menciptakan keharmonisan rumah tangga, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Meskipun dilakukan setelah akad nikah, 'nikah batin' di Padang Pariaman tetap memiliki tata cara dan rukun tersendiri, seperti adanya ijab kabul dan mahar berupa syahadat. Hal ini membedakannya secara signifikan dengan praktik 'nikah batin' dalam serial Bidaah.
Penting untuk dipahami bahwa 'nikah batin' di Padang Pariaman bukanlah praktik yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari tradisi keagamaan dan budaya yang sudah berlangsung lama.
Tata Cara dan Pelaksanaan Nikah Batin di Padang Pariaman
Sebelum melakukan nikah batin, pasangan biasanya telah menjalani bai'at kepada guru tarekat. Bai'at merupakan ikrar kesetiaan dan komitmen untuk mengikuti ajaran tarekat.
Rukun nikah batin di Padang Pariaman meliputi suami, istri, wali (Allah SWT), saksi (malaikat), akad, dan mahar (dua kalimat syahadat). Pelaksanaan nikah batin dilakukan pada malam pertama setelah akad nikah sesuai syariat, dengan penuh kekhusyukan dan doa.
Prosedur pelaksanaan nikah batin melibatkan pembacaan doa dan syahadat, serta perjanjian batiniah antara pasangan. Durasi pelaksanaan relatif singkat, sekitar 3-5 menit.
Nikah batin di Padang Pariaman dianggap sebagai pelengkap nikah syariat, bukan penggantinya. Oleh karena itu, kedua jenis pernikahan ini harus dilakukan agar tercipta kesempurnaan dalam ikatan pernikahan.
Urgensi dan Filosofi Nikah Batin di Padang Pariaman
Bagi masyarakat Padang Pariaman, nikah batin sangat penting untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga. Diyakini dapat memperkuat ikatan batiniah dan mencegah konflik.
Nikah batin juga dipandang sebagai penyempurnaan ajaran agama, mencakup aspek syariat dan hakikat. Hal ini sejalan dengan ajaran tarekat Syatariyah yang menekankan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan spiritual.
Terdapat nilai-nilai sufisme yang kental dalam praktik nikah batin di Padang Pariaman. Ritual ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperoleh keberkahan dalam rumah tangga.
Dalam konteks budaya Minangkabau, nikah batin juga memiliki fungsi sosial dan adat. Praktik ini menjadi bagian integral dari upacara pernikahan tradisional.
Perbedaan Praktik Nikah Batin Padang Pariaman dengan Serial Bidaah
Perbedaan paling mendasar terletak pada konteksnya. Nikah batin di Padang Pariaman dilakukan setelah pernikahan sah secara syariat, sedangkan dalam Bidaah, 'nikah batin' digunakan sebagai alat manipulasi dan pengganti pernikahan resmi.
Tujuan dan filosofi kedua praktik juga sangat berbeda. Di Padang Pariaman, bertujuan untuk memperkuat ikatan spiritual dan membangun rumah tangga yang harmonis. Dalam Bidaah, tujuannya adalah untuk mengendalikan dan mengeksploitasi pengikut.
Implikasi hukum dan sosial dari kedua praktik juga sangat berbeda. Nikah batin di Padang Pariaman tidak melanggar hukum, sedangkan praktik dalam Bidaah jelas bertentangan dengan hukum agama dan negara.
Penting untuk memahami bahwa kedua praktik ini sama sekali berbeda dan tidak dapat disamakan.
Pandangan Lembaga Keagamaan tentang Nikah Batin
Kantor Urusan Agama (KUA) di Padang Pariaman menyatakan bahwa pernikahan yang sah adalah yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam dan negara. Mereka tidak mengakui praktik 'nikah batin' sebagai pengganti pernikahan resmi.
MUI dan ulama umumnya menolak praktik 'nikah batin' yang tidak memenuhi syarat sah pernikahan dalam Islam. Pernikahan yang sah harus dilangsungkan dengan akad nikah yang jelas, wali, saksi, dan mahar.
Buya Yahya memberikan peringatan keras terhadap praktik 'nikah batin' seperti yang digambarkan dalam Bidaah. Beliau menekankan pentingnya memahami hukum Islam yang benar dan menghindari ajaran sesat.
Lembaga keagamaan menekankan pentingnya literasi agama yang benar agar masyarakat tidak mudah tertipu oleh praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran Islam.
Mitos dan Fakta tentang Nikah Batin
Salah satu kesalahpahaman umum adalah anggapan bahwa nikah batin dapat menggantikan nikah syariat. Ini adalah mitos yang perlu diluruskan.
Fakta bahwa nikah batin di Padang Pariaman selalu dilakukan setelah akad nikah sah menunjukkan bahwa praktik ini bukan pengganti, melainkan pelengkap.
Penyimpangan praktik nikah batin, seperti yang terlihat dalam serial Bidaah, sangat berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial.
Penting untuk selalu berhati-hati dan memastikan bahwa setiap praktik keagamaan sesuai dengan ajaran Islam yang benar.
Kesimpulannya, penting untuk memahami konteks budaya dan agama dalam membahas praktik nikah batin. Tradisi di Padang Pariaman berbeda jauh dengan praktik yang digambarkan dalam serial Bidaah. Pengetahuan agama yang benar sangat penting untuk menyaring informasi dan menghindari penyimpangan ajaran agama.