Liputan6.com, Jakarta Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin daerah dengan berbagai prestasi, kini harus menghadapi konsekuensi hukum akibat keterlibatannya dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana kasus ini menjerat dirinya setelah menjabat dua periode sebagai bupati.
KPK telah melakukan serangkaian penyitaan terhadap aset-aset yang diduga berasal dari hasil korupsi yang dilakukan oleh Rita Widyasari selama masa kepemimpinannya, di mana pada awal Januari 2025, KPK berhasil menyita uang sebesar Rp350,8 miliar dari 36 rekening, serta mata uang asing senilai jutaan dolar yang tersebar di sejumlah rekening terkait dirinya.
Seiring dengan proses penyidikan yang terus berkembang, keterlibatan berbagai pihak dalam aliran dana yang diduga berasal dari gratifikasi tambang batu bara di Kukar semakin terungkap, yang menunjukkan bahwa kasus ini bukan hanya melibatkan Rita sebagai individu, tetapi juga pihak-pihak lain yang memiliki keterkaitan erat dengan struktur perizinan di daerah tersebut. Lantas seperti apa latar belakang sosoknya? Simak informasinya berikut, dirangkum Liputan6, Kamis (20/2).
Jejak Karier Politik Rita Widyasari: Jadi Bupati Dua Periode
Dilansir dari ANTARA, sebelum tersandung kasus korupsi, politisi Partai Golkar kelahiran 7 November 1973 ini berhasil memenangkan pemilihan Bupati Kukar dua periode. Pada periode pertama (2010-2015), ia berpasangan dengan Gufron Yusuf, dan pada periode kedua (2016-2021) berpasangan dengan Edi Damansyah. Keberhasilannya ini tak lepas dari pengaruh ayahnya yang juga seorang tokoh politik berpengaruh di Kukar. Namun, warisan ayahnya yang juga pernah tersandung kasus korupsi pada tahun 2007 (kasus korupsi dana APBD Kutai Kartanegara) tampaknya juga ikut mewarnai perjalanan politik Rita.
Meskipun memiliki latar belakang pendidikan yang mentereng, lulusan S1 Universitas Padjadjaran, S2 Universitas Soedirman, dan S3 Universitas Utara Malaysia, hal tersebut tak mampu menghindarkannya dari jeratan hukum. Rita juga pernah menerima berbagai penghargaan atas kinerja kepemimpinannya, namun semua itu sirna seketika setelah kasus korupsi yang menimpanya terungkap.
KPK menggunakan metode 'follow the money' untuk melacak aliran dana dari kasus ini dan menyelidiki aset-aset lain yang diduga terkait dengan pencucian uang. Penyitaan aset yang dilakukan KPK, termasuk uang tunai ratusan miliar rupiah dan mata uang asing, serta mobil mewah dari rumah Japto Soerjosoemarno, menunjukkan komitmen KPK dalam asset recovery dan mengembalikan kerugian keuangan negara.
Aliran Dana dan Pihak-Pihak yang Terlibat
Kasus korupsi Rita Widyasari tak hanya melibatkan dirinya sendiri. KPK juga menyelidiki aliran dana yang diduga mengalir ke beberapa pihak. Selain Japto Soerjosoemarno dan Ahmad Ali, KPK juga menemukan penyitaan uang tunai sebesar Rp350.865.006.126,78 yang tersebar di 36 rekening atas nama Rita dan pihak terkait lainnya.
Selain itu, KPK juga menyita mata uang asing sebesar 6,2 juta Dolar Amerika Serikat (USD), yang setara dengan Rp102,2 miliar, dan 2 juta Dolar Singapura (SGD), atau sekitar Rp23,7 miliar. Kasus ini juga melibatkan dugaan suap terkait izin kelapa sawit. KPK terus berupaya untuk memaksimalkan pengembalian aset hasil korupsi dan menyelesaikan perkara TPPU yang terkait dengan kasus ini.
"Pada Jumat tanggal 10 Januari 2025, KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penyitaan uang dalam mata uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78," terang Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto.
Penyitaan Aset dan Proses Hukum yang Berjalan
Sebagai bagian dari pengembangan kasus, KPK telah menyita berbagai aset terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Rita Widyasari, termasuk uang tunai, rekening bank, serta barang mewah, di mana penyitaan ini bertujuan untuk mengoptimalkan asset recovery atau pemulihan kerugian negara.
Dalam beberapa penggeledahan yang dilakukan, KPK menemukan dan menyita lebih dari 500 dokumen terkait transaksi keuangan, serta sejumlah kendaraan mewah seperti Lamborghini, McLaren, dan Mercedes Benz, yang diduga dibeli menggunakan dana hasil korupsi.
Saat ini, Rita masih menjalani vonis hukuman 10 tahun penjara sejak 2017 di Lapas Perempuan Pondok Bambu, di mana ia juga dikenakan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan serta kehilangan sejumlah aset yang telah ditetapkan sebagai barang bukti korupsi.
Dampak dan Implikasi Kasus Rita Widyasari
Kasus Rita Widyasari menjadi salah satu contoh bagaimana praktik korupsi di tingkat daerah dapat berdampak luas, di mana penyelidikan yang terus berkembang menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan dirinya, tetapi juga jaringan politik dan bisnis yang lebih luas.
Dengan ditemukannya berbagai bukti aliran dana ilegal dari perusahaan pertambangan ke pejabat daerah, kasus ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah politik lokal di Indonesia dan menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam perizinan sektor sumber daya alam.
Selain itu, implikasi hukum dari kasus ini juga berdampak pada sistem politik di Kukar, di mana penangkapan Rita memicu perubahan dalam kebijakan daerah serta evaluasi terhadap tata kelola pemerintahan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
People Also Ask (PAA)
Apa yang menyebabkan Rita Widyasari terjerat kasus korupsi?
Rita terlibat dalam gratifikasi dan pencucian uang terkait perizinan pertambangan di Kukar.
Berapa jumlah aset yang telah disita oleh KPK dari Rita Widyasari?
KPK menyita lebih dari Rp350 miliar, rekening bank, kendaraan mewah, serta tanah dan properti.
Bagaimana kronologi kasus Rita Widyasari?
Kasus bermula dari dugaan suap pertambangan, berkembang menjadi gratifikasi, dan berujung pada penyitaan aset besar-besaran.
Apa dampak dari kasus ini terhadap pemerintahan di Kutai Kartanegara?
Kasus ini berdampak pada perombakan kepemimpinan daerah dan evaluasi terhadap kebijakan perizinan.
Di mana Rita Widyasari menjalani hukumannya?
Saat ini, Rita menjalani vonis 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta.