Puasa Mutih Suro: Pengertian dan Alasan Mengapa Banyak Orang Jawa Melakukannya

9 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Bulan Suro bukan hanya sekadar pergantian waktu dalam kalender Jawa, tetapi juga menjadi momen spiritual penting bagi masyarakat Jawa untuk melakukan ritual batiniah. Salah satu praktik yang masih lestari hingga kini adalah puasa mutih, tirakat yang hanya memperbolehkan konsumsi nasi putih dan air putih.

Meski tampak sederhana, praktik ini memiliki makna spiritual yang dalam. Puasa mutih di bulan Suro diyakini sebagai sarana untuk menyucikan diri secara lahir dan batin, sekaligus sebagai wujud keprihatinan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Asal-Usul dan Filosofi Puasa Mutih Suro 

Puasa mutih berasal dari tradisi laku prihatin masyarakat Jawa kuno. Kata mutih sendiri dari “putih”, yang dimaknai sebagai pembersihan batin dan penyucian dari nafsu duniawi.

Menurut Achmad Chodjim dalam bukunya "Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga":

“Puasa mutih ialah puasa yang dilakukan seseorang dengan cara hanya memakan makanan yang tawar atau hambar tanpa rasa..”

— (Achmad Chodjim, Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga, Penerbit Serambi, 2003: hlm. 54)

Laku ini juga dijalankan sebagai persiapan spiritual sebelum melakukan perjalanan batin, seperti ziarah atau acara adat. Tirakat, dalam konteks ini, menjadi bentuk ibadah personal yang tidak terlembagakan, namun sarat makna.

Alasan Mengapa Banyak Orang Jawa Melakukan Puasa Mutih

Puasa mutih di bulan Suro merupakan praktik tirakat yang masih dijalani oleh sebagian masyarakat Jawa hingga kini. Laku ini tidak hanya dimaknai sebagai bentuk diet atau pengurangan asupan, tetapi lebih dalam lagi sebagai usaha penyucian diri, pengendalian hawa nafsu, dan menenangkan batin.

Dalam tradisi Jawa, bulan Suro dipandang sebagai waktu sakral yang penuh muatan spiritual, di mana malam 1 Suro dianggap sebagai saat terkuat untuk berdoa, menyepi, atau ngalap berkah. Karena itu, puasa mutih dilakukan sebagai persiapan lahir dan batin untuk menyambut energi baru dan menghindari malapetaka.

Dalam buku The Religion of Java karya Clifford Geertz (1960), dijelaskan bahwa masyarakat abangan—salah satu golongan dalam masyarakat Jawa—memadukan praktik Islam, kepercayaan animistik, dan unsur Hindu-Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Puasa mutih, menurut Geertz, merupakan bagian dari “ritualistic spirituality” yang dijalankan sebagai bentuk tirakat agar seseorang menjadi lebih kuat secara batin, terlindungi dari gangguan gaib, atau memperoleh kekuatan tertentu.

Tata Cara dan Niat Puasa Mutih Suro

Metode pelaksanaan:

Metode 1: Makan-minum beberapa kali, hanya nasi putih & air putih

Metode 2: Sekali berbuka, lalu berpuasa hingga esok

Durasi umum: 3–7 hari

Durasi khusus: hingga 40 hari (dengan bimbingan guru)

Contoh niat:

Niat ingsun puasa mutih kerno Allah Ta’ala.”

(Artinya: Saya niat puasa mutih karena Allah Ta’ala.)

Versi lengkap:

“Niat ingsun puasa mutih supaya putih bathinku, putih badanku, putih kaya dining banyu suci karena Allah Ta’ala.”

Hubungan Puasa Mutih Suro dengan Tradisi Suro

Puasa Mutih dan Tradisi Suro di Jawa memiliki kaitan erat sebagai bentuk laku spiritual yang dijalani menjelang malam 1 Suro. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, 1 Suro dipandang sebagai momen sakral yang menandai pergantian tahun Jawa dan dipercaya sebagai waktu terbukanya “gerbang alam gaib.” Untuk menyambutnya, banyak orang melakukan tirakat, salah satunya adalah puasa mutih—yakni hanya makan nasi putih dan minum air putih. Laku ini dimaknai sebagai bentuk pengendalian diri, penyucian batin, sekaligus upaya mendekatkan diri kepada Tuhan.

Puasa mutih sejalan dengan konsep suwung dalam filsafat Jawa, yaitu pengosongan diri dari hawa nafsu dan ego, sebagai jalan menuju kejernihan spiritual. Praktik ini menunjukkan akulturasi antara ajaran Islam dan nilai-nilai mistik Jawa. Dalam bukunya Islam in Java: Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta (1989), Mark R. Woodward mencatat bahwa puasa mutih merupakan bagian dari laku batin masyarakat Jawa yang menggabungkan aspek sufistik Islam dengan tradisi lokal, tanpa harus terikat pada tarekat formal.

Manfaat Puasa Mutih Suro bagi Batin dan Kesehatan

Spiritualitas:

  • Penyucian diri
  • Penyeimbangan energi batin
  • Meningkatkan koneksi vertikal dengan Tuhan

Kesehatan:

  • Detoksifikasi ringan
  • Mengurangi kadar gula dan garam
  • Menjaga fungsi pencernaan
  • Puasa mutih mengajarkan spiritualitas berbasis penahanan diri. Ini bukan tentang penderitaan fisik, tapi proses sublimasi batin untuk menyatu dengan Yang Maha Ada.

Pandangan Islam terhadap Puasa Mutih

Puasa mutih tidak secara eksplisit tertulis dalam syariat, namun beberapa ulama memasukkannya sebagai puasa sunah mutlak, asalkan diniatkan karena Allah dan tidak bertentangan dengan syariat.

Salah satu dasar pentingnya adalah hadis tentang niat, yang menjadi landasan banyak ibadah:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Innamal a‘mālu bin-niyyāt, wa innamā li-kulli imri’in mā nawā

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.”

(HR. Bukhari No. 1; Muslim No. 1907)

Selain itu, puasa mutih juga sering dilakukan dengan niat di pagi hari, yang dalam Islam tetap dianggap sah jika seseorang belum melakukan hal yang membatalkan puasa. Ini didasarkan pada hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ قُلْنَا: لاَ، قَالَ: فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ

Dakhala ‘alayya an-nabiyyu ṣallallāhu ‘alayhi wa sallama dhāta yawmin fa-qāla: Hal ‘indakum shay’un? Qulnā: Lā. Qāla: Fa-innī idzan ṣā’im.

“Pada suatu hari Nabi ﷺ masuk (ke rumahku) dan bertanya: ‘Apakah kalian punya makanan?’ Kami jawab: ‘Tidak.’ Maka beliau berkata: ‘Kalau begitu, aku puasa.’”

(HR. Bukhari No. 1923)

FAQ (People Also Ask)

Q: Apakah puasa mutih diperbolehkan dalam Islam?

A: Ya, selama diniatkan karena Allah dan tidak menyimpang dari syariat.

Q: Berapa lama puasa mutih boleh dilakukan?

A: 3–7 hari umumnya. Bisa lebih lama dengan bimbingan.

Q: Apa manfaat puasa mutih bagi kesehatan?

A: Detoks, stabilisasi metabolisme, penguatan psikis.

Q: Apakah puasa mutih harus di bulan Suro?

A: Tidak harus, tapi bulan Suro adalah waktu paling spiritual.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|