9 Tanda-Tanda Usus Buntu, Lengkap Penjelasan Penyebab dan Pengobatannya

1 month ago 21

Liputan6.com, Jakarta Usus buntu merupakan salah satu kondisi darurat medis yang sering terjadi tanpa diduga. Sayangnya, tanda-tanda usus buntu kerap kali disalahartikan sebagai gangguan pencernaan biasa, sehingga banyak orang tidak menyadari pentingnya penanganan cepat.

Beberapa tanda-tanda usus buntu yang umum meliputi nyeri di bagian kanan bawah perut, mual, muntah, dan terkadang demam ringan. Rasa sakit biasanya makin terasa saat berjalan atau ditekan, dan bisa semakin parah dalam hitungan jam. Gejala ini tidak boleh diabaikan karena bisa berkembang menjadi kondisi serius.

Mengenali tanda-tanda usus buntu sejak dini dapat membantu mencegah komplikasi, seperti pecahnya usus buntu yang bisa memicu infeksi berat. Oleh sebab itu, penting untuk segera mencari bantuan medis saat mengalami gejala mencurigakan, terutama jika disertai nyeri yang tak kunjung membaik.

Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang tanda tanda usus buntu, Kamis (24/7/2025).

Tanda-Tanda Usus Buntu

Mengutip buku berjudul Ensiklopedi Macam-Macam Penyakit: Panu hingga Wasir (Hemoroid) (2021) oleh Atma Endris dkk, penyakit usus buntu adalah peradangan atau pembengkakan apendiks atau usus buntu. Sedangkan usus buntu adalah organ berbentuk kantong kecil dan tipis berukuran 5 hingga 10 cm yang terhubung pada usus besar. Penyakit usus buntu atau apendisitis berpotensi memicu komplikasi yang serius.

Berikut ini tanda-tanda usus buntu:

1. Nyeri di Perut Kanan Bawah

Gejala paling khas usus buntu adalah nyeri perut yang awalnya terasa di sekitar pusar, lalu berpindah ke bagian kanan bawah. Rasa sakit ini biasanya terus memburuk dari waktu ke waktu, terutama saat penderita bergerak, batuk, atau ditekan bagian perutnya.

2. Mual dan Muntah

Tanda lainnya yang sering menyertai adalah mual dan muntah, yang biasanya muncul setelah nyeri perut. Ini terjadi akibat reaksi tubuh terhadap peradangan pada saluran pencernaan. Nafsu makan pun sering menurun drastis.

3. Demam Ringan hingga Tinggi

Usus buntu yang meradang akan memicu demam sebagai respon tubuh terhadap infeksi. Awalnya hanya demam ringan (sekitar 37–38°C), namun bisa meningkat jika infeksinya parah. Penderita mungkin juga merasa menggigil.

4. Perut Kembung dan Tidak Nyaman

Perut terasa kencang, penuh, dan sering kali disertai rasa tidak nyaman yang mengganggu aktivitas. Ini bisa disebabkan oleh pembengkakan dan penumpukan gas akibat gangguan pada saluran pencernaan.

5. Sulit Buang Gas atau BAB

Kesulitan mengeluarkan gas maupun buang air besar bisa jadi tanda awal penyumbatan usus yang disebabkan oleh pembengkakan apendiks. Penderita juga bisa mengalami sembelit atau justru diare.

Tanda-Tanda Usus Buntu

Menurut Robbins (2007) sebagaimana dikutip dalam kajian yang dipublikasikan di Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 11, No. 8, Agustus 2024, peradangan akan timbul secara tiba-tiba pada daerah apendiks, hal ini ditandai dengan dengan rasa tidak nyaman pada daerah periumbilikalis, disertai hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri pada kuadran kanan bawah, dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah.

Menurut Sjamsuhidajat (2010) masih dari sumber yang sama, penyakit ini disebabkan oleh adanya proses obtruksi pada lumen apendiks, yang disebabkan oleh terhambatnya jaringan limfoid, fases, tumor dan cacing gelang. 

Berikut ini tanda usus buntu lainnya:

6. Nyeri Bertambah Saat Bergerak

Gerakan sederhana seperti berjalan, batuk, atau bersin bisa memperparah nyeri. Ini menandakan bahwa peradangan pada usus buntu sudah cukup parah dan mulai memengaruhi jaringan di sekitarnya.

7. Sering Buang Air Kecil

Jika usus buntu yang membengkak menekan kandung kemih, penderita bisa merasakan rasa ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya, bahkan terkadang disertai rasa nyeri saat melakukannya.

8. Nyeri Menjalar ke Area Lain

Nyeri tidak selalu terbatas di perut kanan bawah. Bisa menyebar ke punggung bawah, panggul, bahkan paha, terutama jika posisi usus buntu tidak normal atau pada wanita hamil.

9. Gejala Tidak Khas pada Kelompok Tertentu

Anak-anak, lansia, dan wanita hamil kadang tidak menunjukkan gejala khas. Mereka bisa hanya merasa lemas, rewel, bingung, atau tidak enak badan tanpa nyeri tajam yang jelas, sehingga harus lebih waspada.

Penyebab Usus Buntu

Mengutip kajian yang dipublikasikan di UMI Medical Journal Vol.8 Issue:2 (Desember, 2023), apendisitis dapat terjadi pada semua usia tetapi jarang terjadi pada usia dewasa akhir. Insiden usus buntu meningkat pada remaja dan orang dewasa. Tempat di mana orang-orang seusia itu terlibat dalam banyak kegiatan.

Penelitian oleh Dr. Gurmeet Singh Sarla pada tahun 2019 didapatkan hasil jumlah pasien terbanyak penderita apendisitis yaitu sebanyak 27 pasien (39,13%) pada kelompok usia 20-30 tahun dalam penelitian ini memiliki alasan yang sama yaitu perkembangan kelenjar getah bening.

Berikut penyebab usus buntu (apendisitis) yang umum terjadi dan bisa memicu peradangan pada apendiks:

1. Penyumbatan pada Rongga Usus Buntu

Penyebab paling umum adalah adanya sumbatan di dalam saluran apendiks. Sumbatan ini bisa berasal dari feses yang mengeras (fekalit), lendir tebal, atau jaringan limfoid yang membengkak. Saat tersumbat, bakteri berkembang biak dan menyebabkan infeksi serta peradangan.

2. Infeksi Saluran Pencernaan

Infeksi virus atau bakteri pada saluran pencernaan bisa menjalar ke usus buntu dan memicu pembengkakan. Tubuh akan merespons infeksi tersebut dengan reaksi peradangan yang bisa membuat apendiks meradang dan terinfeksi.

3. Cedera atau Benturan pada Perut

Trauma fisik seperti benturan keras atau kecelakaan bisa memicu peradangan di area perut, termasuk usus buntu. Meskipun jarang, cedera ini dapat mengganggu aliran darah atau menyebabkan sumbatan tidak langsung pada apendiks.

4. Pembesaran Jaringan Limfoid

Apendiks mengandung jaringan limfoid yang dapat membesar sebagai respons terhadap infeksi sistemik, seperti flu atau infeksi saluran pernapasan. Pembesaran ini bisa menyumbat saluran apendiks dan memicu peradangan.

5. Adanya Benda Asing dalam Usus

Dalam kasus yang sangat jarang, benda asing seperti biji dari makanan yang tidak tercerna atau cacing usus bisa masuk dan menyumbat apendiks. Hal ini bisa menyebabkan infeksi serius bila tidak segera ditangani.

6. Keturunan dan Faktor Genetik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa apendisitis bisa lebih sering terjadi dalam keluarga tertentu. Artinya, ada kemungkinan faktor genetik yang membuat seseorang lebih rentan mengalami radang usus buntu dibanding orang lain.

Pengobatan Usus Buntu

Menurut Siswandi A (2020) sebagaimana dikutip dalam kajian yang dipublikasikan di Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume 13 Nomor 2, April 2022, jika tidak segera diobati, radang usus buntu dapat menyebabkan konsekuensi serius. Apendisitis dapat ditangani dengan dua cara: pembedahan dan non-bedah. Pada kasus apendisitis yang ringan, hanya diperlukan obat-obatan, tetapi untuk apendisitis dengan infeksi yang meluas, pembedahan diperlukan sebagai terapi apendisitis, yang dikenal sebagai apendektomi.

1. Operasi Apendektomi (Pengangkatan Usus Buntu)

Ini adalah metode pengobatan utama dan paling umum dilakukan pada penderita usus buntu, terutama bila peradangan sudah cukup parah atau menunjukkan risiko pecah. Apendektomi bertujuan untuk mengangkat apendiks (usus buntu) sebelum pecah dan menyebarkan infeksi ke rongga perut. Prosedur ini dapat dilakukan dengan dua cara:

- Laparoskopi:

Operasi ini dilakukan dengan membuat beberapa sayatan kecil di perut, kemudian dimasukkan alat khusus berkamera (laparoskop) untuk memotong dan mengangkat usus buntu. Teknik ini lebih minim invasif dan pemulihannya lebih cepat, sehingga banyak direkomendasikan bagi pasien dengan kondisi stabil.

- Operasi terbuka (open surgery):

Metode ini digunakan jika kondisi pasien cukup parah, seperti ketika usus buntu sudah pecah atau terjadi abses besar. Sayatan yang dibuat lebih besar untuk memungkinkan pembersihan rongga perut dari nanah atau jaringan yang terinfeksi.Setelah operasi, pasien biasanya membutuhkan rawat inap selama beberapa hari, tergantung pada komplikasi yang terjadi.

2. Pemberian Antibiotik Sebelum atau Tanpa Operasi

Dalam kasus tertentu, terutama pada radang usus buntu yang belum parah atau masih dalam tahap awal, dokter bisa memberikan antibiotik dosis tinggi terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk mengurangi infeksi dan peradangan sambil memantau perkembangan kondisi pasien.

Pada sebagian kecil pasien, antibiotik bisa cukup efektif sehingga operasi dapat ditunda atau bahkan dihindari sama sekali. Namun, risiko kekambuhan tetap ada, sehingga pendekatan ini lebih sering dijadikan tindakan sementara atau pilihan bagi pasien yang tidak bisa langsung dioperasi karena kondisi medis tertentu.

3. Penanganan Jika Usus Buntu Sudah Pecah

Jika usus buntu sudah pecah, pengobatan menjadi lebih kompleks karena infeksi bisa menyebar ke seluruh rongga perut (peritonitis). Dalam kondisi ini, pasien harus menjalani:

- Rawat inap intensif dengan pemantauan ketat.

- Pemberian antibiotik intravena yang lebih kuat dan dalam jangka waktu lebih lama.

- Drainase abses, yaitu prosedur untuk mengeluarkan nanah dari rongga perut sebelum operasi dilakukan.

- Operasi lanjutan (jika belum sempat dilakukan) untuk mengangkat usus buntu dan membersihkan sisa infeksi.

Penanganan ini membutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang dan biasanya disertai perawatan lanjutan untuk mencegah komplikasi.

4. Perawatan dan Pemulihan Pasca Operasi

Setelah menjalani operasi usus buntu, pasien tidak langsung pulih total. Masa pemulihan menjadi bagian penting dari pengobatan. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan selama masa pemulihan adalah:

- Menghindari aktivitas berat seperti mengangkat beban atau olahraga berisiko selama beberapa minggu, tergantung jenis operasi yang dilakukan.

- Mengatur pola makan agar tidak menyebabkan konstipasi, seperti mengonsumsi makanan tinggi serat dan cukup air.

- Menjaga kebersihan luka operasi, terutama jika luka masih ditutup dengan perban atau plester medis.

- Mengikuti kontrol lanjutan ke dokter untuk memantau penyembuhan dan mencegah infeksi pascaoperasi.

Jika pasien mengalami demam tinggi, kemerahan di sekitar luka, nyeri hebat, atau keluarnya cairan, segera hubungi dokter karena bisa menjadi tanda komplikasi.

Sumber:

- Buku berjudul Ensiklopedi Macam-Macam Penyakit: Panu hingga Wasir (Hemoroid) (2021) oleh Atma Endris dkk,.

- Kajian berjudul Evaluasi Penggunaan Obat Pasien Apendisitis di Rumah Sakit Immanuel Way Halim di Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 11, No. 8, Agustus 2024

- Kajian berjudul Karakteristik Klinis Penderita Apendisitis di UMI Medical Journal Vol.8 Issue:2 (Desember, 2023)

- Kajian berjudul Status Nutrisi dan Stress Sebagai Faktor yang Berhubungan dengan Penyembuhan Luka Apendiktomi di Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume 13 Nomor 2, April 2022

Q & A Seputar Topik Tanda-Tanda Usus Buntu

Apa gejala awal yang paling sering muncul saat seseorang mengalami usus buntu?

Gejala awal yang paling umum adalah nyeri perut, biasanya dimulai di sekitar pusar lalu berpindah ke perut kanan bawah. Rasa nyeri ini akan semakin parah seiring waktu dan seringkali memburuk saat batuk, bergerak, atau ditekan.

Apakah mual dan muntah selalu menjadi tanda usus buntu?

Ya, mual dan muntah sering menyertai nyeri perut pada penderita usus buntu. Hal ini terjadi akibat peradangan yang mengganggu sistem pencernaan dan menyebabkan reaksi seperti muntah serta hilangnya nafsu makan.

Apakah demam bisa menjadi penanda radang usus buntu?

Demam ringan hingga tinggi bisa muncul, tergantung tingkat keparahan infeksi. Bila demam disertai nyeri tajam di perut kanan bawah, bisa jadi itu pertanda bahwa usus buntu sedang meradang dan butuh penanganan segera.

Apakah ada perubahan pola buang air besar yang menjadi tanda usus buntu?

Ya, konstipasi (sembelit) maupun diare bisa terjadi. Beberapa penderita juga mengalami sulit buang gas, perut kembung, atau merasa penuh meskipun belum makan banyak.

Apakah semua orang menunjukkan gejala yang sama saat mengalami usus buntu?

Tidak. Sekitar 40% kasus tidak menunjukkan gejala khas, terutama pada anak-anak, lansia, atau wanita hamil. Karena itu, penting untuk segera berkonsultasi ke dokter jika muncul nyeri perut yang tidak biasa dan menetap.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|