Pengamat sepak bola nasional, Tony Ho, mengemukakan bahwa penerapan formasi 9-0-1 di Timnas Indonesia yang dirancang oleh Alex Pastoor tidak akan menjadi masalah. Menurutnya, dalam dunia sepak bola, hal yang terpenting adalah hasil akhir dari pertandingan tersebut.
Alex Pastoor, yang menjabat sebagai asisten Patrick Kluivert di Timnas Indonesia, sebelumnya menyatakan akan menggunakan formasi 9-0-1 dalam pertandingan lanjutan putaran ketiga Grup C kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Setelah melalui persiapan yang matang, strategi ini direncanakan untuk diterapkan saat menghadapi Timnas Australia pada 20 Maret mendatang di Sydney, Australia.
Selanjutnya, jika Patrick Kluivert memberikan persetujuan, formasi 9-0-1 ini dapat diterapkan lagi ketika Jay Idzes dan rekan-rekannya menjamu Timnas Bahrain di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 25 Maret 2025.
Gagasan Alex Pastoor ini menimbulkan berbagai pendapat di media sosial dan dalam perbincangan sehari-hari. Namun, menurut Tony Ho, tidak ada yang aneh dengan taktik yang dikenal dengan istilah parkir bus tersebut.
"Otoritas total sebuah tim ada di tangan pelatih. Karena yang tahu kualitas materi pemain tentu si pelatih. Saya kira formasi 9-0-1 bukan hal aneh dan perlu diperdebatkan. Sepak bola itu yang penting hasil akhir," tegas Tony Ho.
Terus Mendukung Tim Nasional Indonesia
Toni Ho, yang memiliki pengalaman melatih sejumlah klub di Indonesia, mengajak masyarakat pecinta sepak bola untuk terus memberikan dukungan kepada Timnas Indonesia. Terlepas dari kebijakan apapun yang kelak akan diterapkan oleh Patrick Kluivert dan timnya.
"Kita yang berada di luar sistem tak punya hak untuk intervensi. Kita harus dukung apapun kebijakan pelatih. Biarkan para pelatih bekerja dengan tenang. Bagi kita, bagaimana Patrick Kluivert dan asistennya bisa memenuhi target meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026," ujarnya.
Pria yang berasal dari Makassar ini kembali mengenang masa ketika Timnas Indonesia diasuh oleh Shin Tae-yong selama lima tahun terakhir.
"Formasi bertahan Shin Tae-yong banyak dikecam publik. Terutama oleh pengamat yang merasa lebih tahu sepak bola. Tapi apakah pengkritik itu tahu apa alasan Shin Tae-yong memilih formasi defensif? Yang paham tetap Shin Tae-yong sendiri," ucapnya.
Belum Siap Bermain Menyerang
Dari sudut pandang pribadi, Toni Ho mengamati bahwa materi pemain Timnas Indonesia, yang sebagian besar berasal dari diaspora, belum siap jika harus bermain dengan formasi menyerang. Toni Ho mengatakan, "Saya juga pelatih, saya harus obyektif. Kalau Shin Tae-yong, dan sekarang Alex Pastoor ingin memakai formasi bertahan itu sah-sah saja. Saya amati memang kualitas pemain Timnas Indonesia belum mampu tampil agresif. Jika dipaksakan, Timnas Indonesia bisa babak-belur bos," jelasnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada keinginan untuk tampil lebih agresif, kondisi pemain saat ini belum memungkinkan untuk menerapkan strategi tersebut secara efektif.
Namun, Toni Ho menambahkan bahwa meskipun strategi yang akan diterapkan bersifat defensif, Timnas Indonesia tidak akan bertahan sepanjang pertandingan.
"Pelatih pasti punya skema kapan harus bertahan dan bagaimana caranya bertahan. Begitu pula saat menyerang, bagaimana caranya menyerang terbaik yang tujuannya mencetak gol," tuturnya.
Dengan demikian, pelatih tetap memiliki rencana yang seimbang antara bertahan dan menyerang, sehingga tim tetap dapat memanfaatkan peluang untuk mencetak gol ketika kesempatan itu muncul.
Tim yang menerapkan strategi bertahan.
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Toni Ho selama dua edisi terakhir Piala Dunia, sejumlah pelatih memilih untuk menerapkan formasi bertahan. Misalnya, pada Piala Dunia 2022 di Qatar, taktik bertahan ini juga diterapkan oleh pelatih-pelatih di Liga Eropa. Toni Ho mencatat bahwa strategi ini tidak hanya digunakan di pertandingan internasional, tetapi juga di kompetisi klub Eropa.
"Arab Saudi berhasil mengalahkan Argentina dengan skor 2-1 dalam pertandingan pembuka fase grup melalui strategi bertahan," ungkapnya. "Demikian pula, dalam pertandingan final yang mempertemukan Prancis dan Argentina, pertandingan harus berakhir dengan adu penalti," tambahnya. Toni Ho menyampaikan bahwa meskipun persentase bertahan dari Arab Saudi dan Prancis lebih dominan, mereka juga mampu melancarkan serangan berbahaya pada saat-saat tertentu.
"Persentase bertahan Arab Saudi dan Prancis lebih besar, tapi pada momen tertentu mereka melakukan serangan berbahaya," jelas mantan pelatih Persipura Jayapura tersebut. Toni Ho menilai bahwa taktik bertahan ini memerlukan keterampilan yang baik dalam membaca permainan dan memanfaatkan peluang untuk menyerang, yang menjadi kunci keberhasilan tim-tim tersebut dalam menghadapi lawan yang lebih kuat di atas kertas.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang menggunakan Artificial Intelligence dari Bola.net