Bolehkan Tradisi Ziarah Lebaran Menurut Islam? Simak Asal Usul, Hukum, dan Larangan yang Perlu Diketahui

1 day ago 4

Liputan6.com, Jakarta Lebaran, hari raya umat Islam setelah satu bulan penuh berpuasa, identik dengan berbagai tradisi. Salah satu yang cukup umum di Indonesia adalah tradisi ziarah kubur atau yang sering disebut 'nyekar' di Jawa. Tradisi ziarah lebaran ini dilakukan setelah melaksanakan shalat Idul Fitri, di mana masyarakat mengunjungi makam keluarga dan kerabat yang telah meninggal dunia. Tradisi ini bukan sekadar kebiasaan, tetapi mengandung makna spiritual dan sosial yang dalam bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai daerah, tradisi ini memiliki keunikan tersendiri, menunjukkan kekayaan budaya dan keberagaman Indonesia.

Tradisi ziarah lebaran ini melibatkan seluruh anggota keluarga, menjadi momen untuk mempererat silaturahmi dan mengenang jasa-jasa orang tua dan leluhur. Dalam kesibukan kehidupan modern, tradisi ini menjadi pengingat akan pentingnya nilai-nilai keluarga dan penghormatan terhadap orang-orang yang telah berpulang. Kegiatan ini juga memberikan kesempatan untuk merenungkan arti kehidupan dan kematian, serta mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

Lebih dari sekadar mengunjungi makam, tradisi ziarah lebaran ini menjadi refleksi diri, mengingatkan kita akan singkatnya usia dan pentingnya mempersiapkan diri menghadapi kematian. Hal ini sejalan dengan ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya merenungkan kematian sebagai pengingat untuk selalu berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, tradisi ziarah lebaran ini tidak hanya bermakna secara sosial, tetapi juga secara spiritual yang mendalam.

Untuk memahami lebih dalam dan hal-hal yang harus dihindari dalam tradisi ziarah lebaran, simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (4/2/2025).

Pemerintah Kabupaten Bogor telah melarang kegiatan ziarah kubur pada libur Lebaran 2021, pada 12-16 Mei 2021.

Asal Usul Tradisi Ziarah Lebaran

Tradisi ziarah kubur atau nyekar, yang erat kaitannya dengan tradisi ziarah lebaran, telah ada jauh sebelum masuknya Islam di Indonesia. Di masa pra-Islam, tradisi ini sudah ada dan dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, namun dengan konteks dan makna yang berbeda. Tradisi ini kemudian bertransformasi seiring dengan perkembangan agama Islam di Nusantara. Para Wali Songo, tokoh penyebar agama Islam di Indonesia, berperan dalam mengadaptasi tradisi ziarah kubur ini agar sesuai dengan ajaran Islam.

Awalnya, Nabi Muhammad SAW melarang ziarah kubur karena dikhawatirkan dapat menyebabkan penyimpangan akidah, khususnya pada masa awal perkembangan Islam di mana akidah umat masih belum kuat. Namun, seiring dengan semakin kuatnya pemahaman dan pengamalan agama Islam, beliau kemudian membolehkannya dengan catatan niat dan tata cara yang sesuai syariat Islam. Ziarah kubur di era Nabi Muhammad SAW pun tidak lepas dari tradisi di Timur Tengah, meskipun tidak terdapat unsur pemujaan terhadap nenek moyang seperti pada beberapa budaya lain.

Di Indonesia, tradisi ziarah kubur yang sudah ada sebelumnya kemudian berpadu dengan ajaran Islam. Tradisi ini kemudian berkembang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri. Ziarah kubur bukan hanya dilakukan kepada makam keluarga, tetapi juga kepada makam tokoh-tokoh agama, seperti para wali yang dikenal karena kesalehannya. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi ziarah kubur di Indonesia telah berakulturasi dengan nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal.

Seiring perkembangan zaman, tradisi ziarah makam wali semakin meningkat. Jika dulunya hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, sekarang kunjungan ke makam wali, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang, ramai dikunjungi sepanjang tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi ziarah kubur telah menjadi bagian penting dalam kehidupan spiritual masyarakat Indonesia. Tradisi ziarah lebaran menjadi bukti harmonisasi antara praktik keagamaan dan adat istiadat.

Makna Tradisi Ziarah Lebaran

Tradisi ziarah lebaran memiliki beberapa makna penting, baik secara spiritual maupun sosial. Secara spiritual, tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan doa untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Kita memohon ampunan dosa untuk mereka dan mendoakan agar mereka tenang di alam kubur. Dalam Islam, doa dari orang yang masih hidup dipercaya dapat memberikan manfaat bagi orang yang telah meninggal.

Selain itu, tradisi ziarah lebaran juga berfungsi sebagai pengingat akan kematian. Hal ini mendorong kita untuk melakukan introspeksi diri, merenungkan arti hidup, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Ziarah kubur mengajak kita untuk menyadari singkatnya hidup di dunia dan pentingnya beramal saleh selama masih diberi kesempatan.

Dari sisi sosial, tradisi ziarah lebaran memperkuat ikatan silaturahmi keluarga. Momen ziarah ini menjadi kesempatan untuk berkumpul, bertukar cerita, dan mengenang bersama kenangan indah dengan almarhum. Tradisi ini membantu mempererat hubungan antar anggota keluarga dan memperkuat rasa kebersamaan.

Secara keseluruhan, tradisi ziarah lebaran merupakan perpaduan antara nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal yang kaya makna. Tradisi ini memberikan kesempatan untuk mengingat kematian, mendoakan orang yang telah meninggal, memperkuat silaturahmi keluarga, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yang terpenting adalah melaksanakannya dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan ajaran Islam.

Bolehkan Menjalankan Tradisi Ziarah Lebaran Menurut Islam?

Dalam Islam, ziarah kubur hukumnya adalah sunnah muakkadah, bukan fardhu (wajib). Artinya, dilakukannya tradisi ziarah lebaran dianjurkan dan memperoleh pahala, tetapi tidak menjadi dosa jika tidak dilakukan. Namun, penting untuk melakukannya dengan niat yang benar dan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Niat yang benar dalam ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian, mendoakan orang yang telah meninggal, dan mengambil hikmah dari kematian. Jangan sampai ziarah kubur dilakukan dengan tujuan yang menyimpang, seperti meminta pertolongan atau berdoa kepada mayit. Hal ini dapat merusak akidah dan bertentangan dengan ajaran Islam.

Tata cara ziarah kubur juga perlu diperhatikan. Dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu, mengucapkan salam kepada penghuni kubur, membaca Al-Fatihah, surat-surat pendek (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas), Ayat Kursi, dan berdoa untuk para ahli kubur. Perlu diingat juga adab-adab lainnya, seperti tidak melangkahi kuburan, tidak duduk di atas kuburan, dan menjaga kesopanan dan kesucian selama berada di pemakaman. Hal-hal inilah yang membantu agar tradisi ziarah lebaran berjalan sesuai syariat Islam.

Kesimpulannya, tradisi ziarah lebaran yang dilakukan dengan niat yang benar dan tata cara yang sesuai ajaran Islam adalah hal yang dianjurkan. Tradisi ini memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam, meningkatkan keimanan, mempererat silaturahmi, dan mengingatkan kita akan arti kehidupan dan kematian. Yang terpenting adalah menjaga keikhlasan niat dan menjauhi hal-hal yang dapat merusak akidah.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|