Cara Hitung THR Karyawan Baru, Pahami Aturan dan Rumusnya

4 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak pekerja yang dijamin oleh undang-undang dan wajib dipenuhi oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan. Bagi karyawan baru, perhitungan THR mungkin terasa membingungkan karena adanya perbedaan dengan karyawan yang telah bekerja lebih dari satu tahun.

Berdasarkan regulasi terbaru, yakni Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04/III/2024, pemberian THR tahun 2024 harus dilakukan secara penuh tanpa cicilan. Ketentuan ini berlaku untuk semua pekerja, termasuk karyawan baru yang telah bekerja minimal satu bulan.

Pemahaman tentang cara hitung THR karyawan baru sangat penting, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja, untuk memastikan hak dan kewajiban terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Mari kita bahas secara detail berbagai aspek penting seputar THR, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (5/2/2025).

Ratusan karyawan pabrik tekstil di Pekalongan, Jawa Tengah memblokir Jalur Pantura. Mereka menuntut pihak perusahaan segera membayarkan gaji selama tiga bula terakhir dan segera memberikan tunjangan hari raya.

Dasar Hukum Pemberian THR

Regulasi tentang Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia telah mengalami beberapa kali penyempurnaan untuk mengakomodasi dinamika hubungan industrial dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja. Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum dalam pemberian THR, memastikan adanya kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

Dasar hukum utama pemberian THR adalah UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, khususnya pada Pasal 81 angka 28 yang merevisi Pasal 88E UU Ketenagakerjaan. Undang-undang ini dengan tegas menyatakan bahwa THR merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan. Ketentuan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur secara detail tentang tata cara pemberian THR keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Untuk implementasi terkini, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024. Surat edaran ini memberikan panduan teknis dan menegaskan kembali kewajiban pemberian THR secara penuh tanpa cicilan, dengan tenggat waktu maksimal 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Selain regulasi di atas, pemberian THR juga mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan yang mengatur berbagai aspek terkait sistem pengupahan, termasuk di dalamnya komponen THR sebagai bagian dari hak pekerja. PP ini memberikan landasan yang kuat tentang mekanisme perhitungan dan pembayaran THR sesuai dengan masa kerja dan status kepegawaian.

Rangkaian regulasi ini membentuk kerangka hukum yang komprehensif dalam pengaturan THR di Indonesia. Dengan adanya landasan hukum yang jelas, baik pengusaha maupun pekerja memiliki acuan yang pasti mengenai hak dan kewajiban terkait pemberian THR, serta konsekuensi hukum yang mungkin timbul jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku.

Siapa Saja yang Berhak Menerima THR?

Peraturan terbaru tentang THR memberikan cakupan yang luas mengenai penerima tunjangan ini, mencerminkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak pekerja di berbagai sektor. Ketentuan ini berlaku baik untuk sektor swasta maupun pemerintahan, dengan mempertimbangkan berbagai status kepegawaian yang ada. Berikut adalah rincian lengkap mengenai pihak-pihak yang berhak menerima THR:

Sektor Swasta:

1. Karyawan Tetap

Karyawan tetap merupakan kelompok utama penerima THR. Mereka berhak mendapatkan THR penuh sebesar satu bulan gaji ditambah tunjangan tetap jika telah bekerja minimal 12 bulan. Hak ini berlaku tanpa memandang level jabatan atau bidang industri tempat mereka bekerja, selama perusahaan tersebut beroperasi di wilayah Indonesia.

2. Pekerja Kontrak (PKWT)

Pekerja dengan status kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) memiliki hak yang sama dalam penerimaan THR. Besaran THR dihitung secara proporsional sesuai masa kerja mereka, dengan minimal masa kerja satu bulan. Status kepegawaian tidak menjadi penghalang dalam pemenuhan hak THR mereka.

3. Karyawan Baru

Karyawan baru dengan masa kerja minimal satu bulan berhak mendapatkan THR yang dihitung secara proporsional. Perhitungan dilakukan dengan membagi masa kerja dengan 12 bulan, kemudian dikalikan dengan satu bulan gaji. Ketentuan ini menjamin bahwa karyawan baru tetap mendapatkan hak THR mereka sesuai dengan masa pengabdian.

4. Pekerja Harian dan Paruh Waktu

Pekerja harian dan paruh waktu tidak luput dari cakupan penerima THR, selama telah memiliki masa kerja minimal satu bulan. Perhitungan THR untuk kategori ini didasarkan pada rata-rata penghasilan dalam tiga bulan terakhir, memastikan pemberian THR yang adil sesuai dengan kontribusi kerja mereka.

Sektor Pemerintah:

1. PNS dan Calon PNS

Pegawai Negeri Sipil dan Calon PNS berhak menerima THR penuh sesuai dengan golongan dan masa kerjanya. Pemberian THR ini merupakan bagian dari penghargaan atas dedikasi mereka dalam melayani negara dan masyarakat.

2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

PPPK memiliki hak yang sama dalam penerimaan THR, meskipun status kepegawaiannya berbeda dengan PNS. Ketentuan ini mencerminkan prinsip kesetaraan dalam pemenuhan hak pegawai pemerintah, terlepas dari status kepegawaiannya.

3. Anggota TNI dan Polri

Anggota TNI dan Polri sebagai bagian dari aparatur negara yang bertugas menjaga keamanan dan kedaulatan negara berhak menerima THR sesuai dengan pangkat dan masa dinasnya. Pemberian THR ini merupakan bentuk apresiasi atas pengabdian mereka kepada negara.

4. Para Pensiunan

Kebijakan pemberian THR juga mencakup para pensiunan sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka selama masa kerja. Para pensiunan PNS, TNI, Polri, dan pejabat negara berhak menerima THR sesuai dengan besaran pensiun yang mereka terima.

5. Pejabat Negara dan Fungsionaris

Pejabat negara dan fungsionaris, termasuk anggota DPR, DPD, DPRD, serta pejabat negara lainnya, juga termasuk dalam kategori penerima THR. Besaran THR mereka ditentukan berdasarkan peraturan khusus yang mengatur tentang penghasilan pejabat negara.

Kejelasan tentang siapa saja yang berhak menerima THR ini sangat penting untuk memastikan tidak ada kelompok pekerja yang terlewatkan dalam penerimaan hak mereka. Bagi pemberi kerja, pemahaman yang baik tentang ketentuan ini membantu dalam perencanaan anggaran dan administrasi THR yang tepat. Sementara bagi pekerja, informasi ini menjadi dasar untuk memastikan hak mereka terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku.

Cara Hitung THR Karyawan Baru

Perhitungan THR untuk karyawan baru memiliki formula khusus yang berbeda dengan karyawan yang telah bekerja lebih dari satu tahun. Perbedaan ini didasarkan pada prinsip proporsionalitas, di mana besaran THR disesuaikan dengan masa kerja karyawan. Pemahaman yang tepat tentang cara hitung THR karyawan baru ini penting bagi kedua belah pihak untuk memastikan pemberian THR yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Formula Dasar

Untuk masa kerja ≥ 12 bulan:

  •   THR = 1 bulan upah (gaji pokok + tunjangan tetap) 

Untuk masa kerja < 12 bulan:

  •   THR = (masa kerja ÷ 12) × penghasilan satu bulan

Contoh Perhitungan

1. Karyawan A bekerja selama 6 bulan dengan gaji Rp5.000.000

  •    THR = (6/12) × Rp5.000.000 = Rp2.500.000

2. Karyawan B bekerja selama 3 bulan dengan gaji Rp4.000.000

  •    THR = (3/12) × Rp4.000.000 = Rp1.000.000

Dengan adanya formula dan contoh perhitungan di atas, diharapkan baik pemberi kerja maupun karyawan baru dapat memahami cara menghitung THR dengan tepat. Perhitungan yang transparan dan sesuai ketentuan tidak hanya memenuhi aspek kepatuhan hukum, tetapi juga menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan berkeadilan. Penting untuk memastikan semua komponen gaji yang relevan dimasukkan dalam perhitungan dan dokumentasi yang baik disimpan sebagai bukti pembayaran THR.

Waktu dan Mekanisme Pembayaran THR

Aspek penting dalam pemberian THR adalah waktu dan mekanisme pembayarannya. Regulasi yang ada telah mengatur secara detail tentang kedua hal ini untuk memastikan pekerja dapat menerima haknya tepat waktu dan sesuai ketentuan. Kepatuhan terhadap jadwal dan prosedur pembayaran THR tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan karyawannya.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, pembayaran THR wajib dilakukan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan yang bersangkutan. Ketentuan ini berlaku universal untuk semua perayaan keagamaan, termasuk Idul Fitri bagi pekerja Muslim, Natal bagi pekerja Kristiani, Waisak bagi pekerja Buddha, dan Nyepi bagi pekerja Hindu. Pembatasan waktu ini dimaksudkan agar pekerja dapat memanfaatkan THR untuk persiapan perayaan hari raya mereka dengan lebih baik.

Dalam hal mekanisme pembayaran, THR harus dibayarkan secara penuh dalam satu kali pembayaran. Peraturan secara tegas melarang sistem pembayaran THR secara bertahap atau dicicil. Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa THR keagamaan wajib dibayarkan penuh tanpa dicicil untuk melindungi kepentingan pekerja dalam memenuhi kebutuhan hari raya.

Pembayaran THR dapat dilakukan melalui transfer bank atau pembayaran tunai sesuai dengan sistem penggajian yang berlaku di perusahaan. Yang terpenting, perusahaan wajib memberikan bukti pembayaran THR yang mencantumkan rincian perhitungan besaran THR yang diterima pekerja. Transparansi ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memudahkan verifikasi jika terjadi perselisihan di kemudian hari.

Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan waktu dan mekanisme pembayaran THR, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan di daerah melakukan pengawasan ketat. Pengawasan ini meliputi pemeriksaan dokumen pembayaran THR, verifikasi laporan pengaduan pekerja, hingga inspeksi langsung ke perusahaan jika diperlukan. Perusahaan yang terlambat atau tidak membayar THR sesuai ketentuan akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan, sanksi administratif berupa teguran tertulis, hingga pembatasan kegiatan usaha.

Ketentuan waktu dan mekanisme pembayaran THR yang jelas ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Bagi pekerja, ketentuan ini menjamin hak mereka untuk menerima THR tepat waktu dan sesuai perhitungan. Sedangkan bagi pengusaha, aturan ini memberikan kerangka kerja yang jelas dalam memenuhi kewajiban pembayaran THR, sekaligus konsekuensi yang harus ditanggung jika terjadi pelanggaran.

Sanksi dan Pengawasan

Untuk memastikan implementasi regulasi THR berjalan efektif, pemerintah telah menyiapkan berbagai mekanisme pengawasan dan perlindungan bagi pekerja. Sistem ini dirancang untuk mencegah pelanggaran dan menyelesaikan perselisihan terkait pembayaran THR secara adil dan efisien. Berikut adalah rincian lengkap mengenai sanksi dan sistem pengawasan yang diterapkan:

Sanksi Pelanggaran:

1. Denda Administratif

Pelanggaran terhadap ketentuan pembayaran THR akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan. Denda ini bersifat mengikat dan wajib dibayarkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas keterlambatan atau kelalaian dalam pemberian THR. Besaran denda yang cukup signifikan ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera sekaligus mendorong kepatuhan perusahaan.

2. Teguran Tertulis

Sebelum sanksi yang lebih berat dijatuhkan, perusahaan akan menerima teguran tertulis dari Dinas Ketenagakerjaan. Teguran ini berfungsi sebagai peringatan resmi dan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk segera memenuhi kewajibannya. Dalam teguran tersebut biasanya disertakan tenggat waktu untuk pemenuhan kewajiban pembayaran THR.

3. Pembatasan Kegiatan Usaha

Jika pelanggaran berlanjut setelah teguran tertulis, pemerintah dapat menerapkan pembatasan terhadap kegiatan usaha perusahaan. Pembatasan ini dapat berupa larangan untuk melakukan ekspansi usaha, pembatasan akses terhadap layanan pemerintah, atau bentuk pembatasan lain yang relevan dengan operasional perusahaan.

4. Penghentian Sementara Operasional

Dalam kasus pelanggaran yang serius atau berulang, pemerintah berwenang untuk menghentikan sementara operasional perusahaan. Sanksi ini diterapkan sebagai upaya terakhir untuk memaksa kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban pembayaran THR.

Mekanisme Pengawasan:

1. Posko THR Kementerian Ketenagakerjaan

Kemnaker secara rutin membuka Posko THR menjelang hari raya keagamaan melalui platform poskothr.kemnaker.go.id. Posko ini menjadi pusat layanan pengaduan dan konsultasi bagi pekerja yang mengalami masalah terkait penerimaan THR. Sistem pelaporan online memudahkan pekerja untuk mengajukan keluhan tanpa harus datang langsung ke kantor pemerintah.

2. Layanan Pengaduan 24 Jam

Pemerintah menyediakan layanan pengaduan 24 jam melalui call center 1500-630 dan WhatsApp di nomor 08119521151. Layanan ini memungkinkan pekerja untuk melaporkan pelanggaran atau mengajukan pertanyaan kapan saja, memberikan akses yang lebih luas terhadap bantuan dan informasi terkait THR.

3. Satgas Ketenagakerjaan Daerah

Di tingkat daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan yang bertugas melakukan pengawasan langsung di lapangan. Satgas ini memiliki wewenang untuk melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran, serta memfasilitasi mediasi jika terjadi perselisihan.

4. Sistem Mediasi dan Penyelesaian Sengketa

Jika terjadi perselisihan terkait THR, tersedia mekanisme penyelesaian bertahap mulai dari mediasi hingga jalur hukum. Proses ini dimulai dengan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat, dilanjutkan dengan mediasi, dan jika diperlukan, dapat dibawa ke pengadilan hubungan industrial.

Keberadaan sistem sanksi dan pengawasan yang komprehensif ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja. Efektivitas sistem ini bergantung pada partisipasi aktif semua pihak - pekerja yang proaktif melaporkan pelanggaran, pengusaha yang mematuhi regulasi, dan pemerintah yang konsisten dalam menjalankan fungsi pengawasan. Dengan kolaborasi yang baik antara semua pemangku kepentingan, implementasi regulasi THR dapat berjalan efektif demi terciptanya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.

Pemahaman tentang cara hitung THR karyawan baru dan aspek-aspek terkait lainnya sangat penting untuk memastikan hak-hak pekerja terpenuhi sesuai ketentuan. Bagi pemberi kerja, kepatuhan terhadap regulasi THR tidak hanya menghindari sanksi tetapi juga menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|