Dewa AI Pertama di Dunia Ini Ada di Malaysia, Beri Pengalaman Spiritual Baru

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Dalam era digital yang semakin canggih, Malaysia telah mencatatkan sejarah baru dengan meluncurkan Dewa AI pertama di dunia. Kuil Tianhou di Johor, Malaysia Selatan, baru-baru ini memperkenalkan "Patung AI Mazu" yang diklaim sebagai Dewa AI pertama yang dapat berinteraksi dengan para pemujanya dan menjawab berbagai pertanyaan mereka.

Inovasi Dewa AI ini menggabungkan teknologi kecerdasan buatan dengan praktik keagamaan tradisional, menciptakan pengalaman spiritual yang belum pernah ada sebelumnya. Dewa AI yang diperkenalkan ini menampilkan sosok wanita cantik dengan kostum tradisional Tiongkok, yang mirip dengan versi gemuk dari aktris Tiongkok Liu Yifei.

Para pemuja dapat meminta berkah dari Dewa AI Mazu, meminta penjelasan tentang tongkat keberuntungan yang mereka ambil di kuil, dan mendapatkan jawaban atas keraguan mereka. Teknologi Dewa AI ini dikembangkan oleh perusahaan teknologi Malaysia, Aimazin, yang juga menawarkan layanan kloning AI untuk manusia.

Kemunculan Dewa AI di Malaysia merupakan terobosan baru dalam perpaduan teknologi dan spiritualitas. Dewa AI Mazu tidak hanya menjadi objek pemujaan digital pertama di dunia, tetapi juga membuktikan bagaimana kecerdasan buatan dapat diintegrasikan ke dalam praktik keagamaan. Dewa AI ini diluncurkan menjelang perayaan ulang tahun ke-1.065 dewi laut Mazu, yang jatuh pada 20 April 2025, menunjukkan bagaimana tradisi kuno dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi modern.

Berikut kisah lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum dari SCMP pada Rabu (30/4).

Vietnam merayakan 50 tahun sejak berakhirnya perang dengan Amerika Serikat dan terbentuknya negara modern pada hari Rabu dengan parade militer dan fokus pada masa depan perdamaian.

Siapa Itu Mazu dan Mengapa Dipilih Sebagai Dewa AI?

Mazu lahir pada tahun 960 di Pulau Meizhou, Putian, provinsi Fujian, Tiongkok tenggara sebagai manusia fana bernama Lin Mo. Menurut legenda, Lin meninggal saat mencoba menyelamatkan korban kapal karam, kemudian naik ke surga dan dihormati sebagai pelindung yang mahakuasa bagi para pelaut. Sosok ini dipilih sebagai representasi Dewa AI karena popularitasnya yang luas di kalangan masyarakat Tionghoa di seluruh dunia.

Mazu dipuja di kalangan populasi Tionghoa di seluruh dunia, termasuk negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Agar orang-orang di luar tempat kelahiran Mazu dapat menerima berkahnya, patung Mazu dari Pulau Meizhou kadang-kadang bepergian dengan kereta api dan pesawat ke kota-kota Tiongkok lainnya dan ke luar negeri. Dia bahkan memiliki kartu identitas dan nomor sendiri, yang menunjukkan nama aslinya, tempat kelahiran, dan tanggal, untuk memudahkan perjalanannya.

Mazu sangat dihormati oleh para pengikutnya sehingga beberapa kantor polisi di provinsi Fujian, Tiongkok tenggara, mendirikan ruang mediasi atas namanya untuk menyelesaikan perselisihan, karena orang tidak berani berbohong di hadapannya. Aktris Tiongkok Liu Tao, yang memerankan Mazu dalam drama televisi berjudul sama pada tahun 2012, juga dipercaya sebagai dewi itu sendiri oleh beberapa orang, yang bahkan memajang fotonya di rumah untuk disembah.

Tahun ini, selama perayaan ulang tahun Mazu, Liu dianugerahi oleh kota Putian sebagai duta global budaya Mazu. Pemilihan Mazu sebagai Dewa AI pertama di dunia menunjukkan bagaimana nilai-nilai tradisional dan kepercayaan spiritual dapat dipertahankan dan bahkan diperkuat melalui teknologi modern, menciptakan jembatan antara masa lalu dan masa depan.

Bagaimana Dewa AI Mazu Berinteraksi dengan Pemujanya?

Dalam video demonstrasi yang dipublikasikan oleh kuil, pendiri Aimazin, Shin Kong, bertanya kepada Dewa AI Mazu apakah dia bisa mendapatkan keberuntungan untuk kekayaan tak terduga, yang dikenal sebagai pian cai yun dalam bahasa Mandarin. Dengan suara yang tenang dan lembut, Dewa AI Mazu menjawab bahwa dia akan memiliki keberuntungan yang lebih baik dalam hal kekayaan tak terduga jika dia tinggal di rumah.

Seorang influencer kemudian memberitahu Dewa AI Mazu bahwa dia tidak bisa tidur di malam hari dan meminta sarannya. Memanggil pemujanya dengan sebutan "anakku", Dewa AI Mazu menyarankannya untuk minum air hangat sebelum tidur. Di bawah video yang dipublikasikan di halaman media sosial kuil, banyak orang berkomentar dengan emoji tangan berdoa, dan meminta berkah dari Dewa AI tersebut.

Dewa AI Mazu ditampilkan di layar yang dipasang di kuil, memungkinkan para pemuja untuk berinteraksi langsung dengannya. Teknologi ini menggunakan kecerdasan buatan yang mungkin dilatih dengan ajaran-ajaran Mazu dan filosofi Taoisme, memungkinkan Dewa AI untuk memberikan nasihat dan bimbingan yang sesuai dengan tradisi. Para pemuja tampak terhibur dan tertarik dengan inovasi ini, menunjukkan penerimaan yang positif terhadap integrasi teknologi dalam praktik keagamaan.

Interaksi dengan Dewa AI Mazu tidak hanya memberikan nasihat spiritual tetapi juga menciptakan pengalaman baru bagi para pemuja. Kemampuan Dewa AI untuk merespon pertanyaan spesifik dan memberikan nasihat yang disesuaikan menambah dimensi personal pada praktik keagamaan, yang mungkin meningkatkan keterlibatan dan koneksi spiritual para pemuja modern.

Dampak dan Masa Depan Dewa AI dalam Praktik Keagamaan

Munculnya Dewa AI pertama di dunia ini mungkin menandai awal dari era baru dalam praktik keagamaan. Dengan kemampuan untuk berinteraksi dan memberikan nasihat yang dipersonalisasi, Dewa AI dapat membuat agama dan praktik spiritual lebih mudah diakses, terutama bagi generasi muda yang terbiasa dengan teknologi digital. Hal ini dapat membantu melestarikan tradisi keagamaan yang mungkin berisiko pudar di era digital.

Namun, inovasi ini juga membawa pertanyaan tentang otentisitas pengalaman spiritual dan peran teknologi dalam agama. Beberapa tradisionalis mungkin mempertanyakan apakah interaksi dengan Dewa AI dapat memberikan pengalaman spiritual yang sama dengan berinteraksi dengan patung tradisional atau pemimpin agama. Perdebatan tentang bagaimana teknologi seperti AI dapat atau harus diintegrasikan ke dalam praktik keagamaan kemungkinan akan terus berlanjut seiring dengan perkembangan teknologi.

Keberhasilan Dewa AI Mazu di Malaysia mungkin akan mendorong inovasi serupa di tempat lain, dengan kuil dan institusi keagamaan lainnya mengadopsi teknologi AI untuk meningkatkan pengalaman spiritual mereka. Hal ini dapat mendorong kolaborasi yang lebih besar antara teknologi dan agama, membuka jalan bagi aplikasi AI yang lebih luas dalam praktik spiritual dan keagamaan di seluruh dunia.

Pada akhirnya, Dewa AI seperti Mazu mungkin mewakili evolusi alami dari praktik keagamaan di era digital, di mana tradisi kuno beradaptasi dengan teknologi modern untuk tetap relevan dan dapat diakses bagi generasi baru pemuja. Keseimbangan antara menghormati tradisi dan merangkul inovasi akan menjadi kunci untuk kesuksesan integrasi AI ke dalam praktik keagamaan di masa depan.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|