Mengapa Tahun Baru Dimulai 1 Januari? Berikut Sejarah, Asal-usul dan Alasan Penetapannya

Liputan6.com, Jakarta - Setiap pergantian tahun, masyarakat di berbagai belahan dunia merayakan Tahun Baru pada tanggal 1 Januari. Momen ini identik dengan perayaan, resolusi, dan harapan baru untuk kehidupan yang lebih baik. Namun, tidak sedikit yang bertanya-tanya mengapa awal tahun justru ditetapkan pada tanggal tersebut.

Penetapan 1 Januari sebagai Tahun Baru ternyata memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Tradisi ini tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan melalui proses perubahan kalender sejak ribuan tahun lalu. Berbagai faktor seperti budaya, politik, hingga kepercayaan turut memengaruhi keputusan tersebut.

Menariknya, tidak semua peradaban kuno memulai tahun pada Januari. Beberapa kalender lama justru menjadikan bulan Maret atau pergantian musim sebagai awal tahun. Namun, seiring perkembangan zaman, sistem kalender tertentu menjadi lebih dominan.

Hingga kini, Kalender Gregorian digunakan secara luas sebagai standar internasional. Dari sistem inilah, 1 Januari kemudian diterima secara global sebagai penanda dimulainya tahun baru. Berikut ulasan selengkapnya yang telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Minggu (28/12/2025). 

Pada awalnya, kalender Romawi Kuno tidak dimulai pada bulan Januari. Bangsa Romawi justru memulai tahun pada bulan Maret yang dianggap sebagai simbol musim semi dan kehidupan baru. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas pertanian dan siklus alam pada masa itu.

Jejak sistem kalender lama tersebut masih terlihat hingga sekarang melalui penamaan bulan. September berarti tujuh, Oktober delapan, November sembilan, dan Desember sepuluh. Nama-nama ini menunjukkan bahwa Maret dulunya merupakan bulan pertama dalam kalender Romawi.

Perubahan awal tahun dari Maret ke Januari terjadi secara bertahap. Kebutuhan akan sistem penanggalan yang lebih rapi dan teratur mendorong bangsa Romawi melakukan penyesuaian kalender.

Bulan Januari berasal dari nama Dewa Janus dalam mitologi Romawi. Janus dikenal sebagai dewa yang melambangkan awal, perubahan, dan peralihan dari satu fase ke fase lainnya. Ia sering dikaitkan dengan gerbang dan permulaan.

Janus digambarkan memiliki dua wajah yang menghadap ke arah berbeda. Satu wajah menghadap ke masa lalu sebagai simbol refleksi, sementara wajah lainnya menghadap ke masa depan sebagai lambang harapan. Filosofi ini dianggap sangat sesuai dengan makna pergantian tahun.

Karena makna simbolis tersebut, Januari dinilai tepat untuk dijadikan awal tahun. Masyarakat Romawi percaya bahwa memulai tahun dengan bulan Januari membawa keberuntungan dan awal yang baik.

Penetapan 1 Januari sebagai awal tahun secara resmi dilakukan pada tahun 153 sebelum Masehi. Keputusan ini bertepatan dengan dimulainya masa jabatan para konsul Romawi, pejabat tertinggi dalam pemerintahan. Dengan begitu, pergantian tahun juga menandai pergantian kepemimpinan.

Langkah tersebut diambil demi kepentingan administrasi negara. Awal tahun yang seragam dinilai memudahkan pengelolaan hukum dan pemerintahan. Sejak saat itu, Januari semakin dianggap sebagai awal siklus tahunan.

Awalnya, kebijakan ini bersifat administratif. Namun, seiring waktu, masyarakat mulai menerimanya sebagai tradisi umum dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan signifikan terjadi ketika Julius Caesar memperkenalkan Kalender Julian pada tahun 46 sebelum Masehi. Kalender ini dirancang untuk memperbaiki kekacauan dalam sistem penanggalan Romawi sebelumnya. Salah satu ketetapannya adalah menjadikan 1 Januari sebagai awal tahun.

Kalender Julian menggunakan perhitungan berbasis peredaran matahari. Sistem ini kemudian diterapkan secara luas di wilayah Eropa selama ratusan tahun. Tradisi Tahun Baru 1 Januari pun semakin mengakar kuat.

Meski kemudian ditemukan ketidaktepatan dalam perhitungannya, Kalender Julian menjadi fondasi penting bagi sistem kalender modern. Dari sinilah konsep awal tahun yang digunakan sekarang mulai terbentuk.

Pada tahun 1582, Paus Gregorius XIII memperkenalkan Kalender Gregorian sebagai penyempurnaan Kalender Julian. Pembaruan ini dilakukan untuk mengoreksi selisih waktu yang semakin besar terhadap peredaran matahari. Kesalahan tersebut berpengaruh pada penentuan hari-hari penting keagamaan.

Meski dilakukan penyesuaian jumlah hari, 1 Januari tetap dipertahankan sebagai awal tahun. Keputusan ini menunjukkan bahwa tradisi tersebut sudah diterima luas dan dianggap mapan. Kalender Gregorian kemudian diadopsi oleh banyak negara.

Hingga kini, Kalender Gregorian menjadi sistem penanggalan yang paling banyak digunakan di dunia. Penetapan 1 Januari sebagai Tahun Baru pun terus berlaku hingga sekarang.

Seiring berkembangnya kolonialisme dan globalisasi, Kalender Gregorian menyebar ke berbagai negara. Banyak negara menggunakannya sebagai kalender resmi untuk keperluan administrasi, ekonomi, dan hubungan internasional. Hal ini menjadikan 1 Januari diakui secara global sebagai awal tahun.

Standarisasi kalender memudahkan koordinasi antarnegara. Terutama dalam bidang perdagangan, pendidikan, dan diplomasi, keseragaman waktu menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu, Tahun Baru 1 Januari bersifat praktis sekaligus simbolis.

Meski begitu, berbagai budaya dan agama tetap memiliki sistem kalender sendiri. Namun, untuk kepentingan global, 1 Januari tetap dijadikan acuan Tahun Baru hingga saat ini.

1. Apakah sejak awal sejarah Tahun Baru selalu dimulai 1 Januari?

 Tidak. Banyak peradaban kuno memulai tahun pada bulan Maret atau berdasarkan musim dan peredaran bulan.

2. Mengapa bulan Januari dinamakan Januari?

Nama Januari berasal dari Dewa Janus, dewa Romawi yang melambangkan awal dan perubahan.

3. Apakah semua negara merayakan Tahun Baru pada 1 Januari?

Tidak semua. Beberapa budaya dan agama memiliki Tahun Baru sendiri, seperti Hijriah dan Imlek.

4. Mengapa Kalender Gregorian dijadikan standar internasional?

Karena kalender ini dinilai paling akurat dan memudahkan koordinasi global dalam berbagai bidang.

Fardi Rizal, Nisa Mutia SariTim Redaksi