Penemuan Spesies Aneh Ular Kuno di Inggris, Potongan Sejarah yang Lama Terabaikan

6 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 40 tahun setelah pertama kali ditemukan, seekor ular purba akhirnya berhasil keluar dari bayang-bayang koleksi museum dan menarik perhatian dunia ilmiah. Fosil yang selama ini tersimpan tanpa identitas jelas tersebut kini diakui sebagai spesies baru yang menawarkan petunjuk penting mengenai awal evolusi ular modern.

Ular kuno itu kini diberi nama Paradoxophidion richardoweni dan berasal dari periode Eosen, sekitar 37 juta tahun silam. Keberadaan spesies ini membantu peneliti menelusuri bagaimana kelompok caenophidia yang mencakup sebagian besar ular hidup saat ini, mulai berkembang dan menyebar di berbagai belahan dunia.

Fosil berupa tulang belakang tersebut sebenarnya telah ditemukan sejak tahun 1981 di Hordle Cliff, kawasan tebing pantai di pesisir selatan Inggris. Namun, ukurannya yang sangat kecil membuat fosil ini luput dari perhatian serius selama puluhan tahun hingga akhirnya diteliti kembali dengan pendekatan ilmiah yang lebih modern.

Melalui penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Comptes Rendus Palevol, para ilmuwan memastikan bahwa tulang-tulang tersebut berasal dari spesies ular yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya. Temuan ini sekaligus menegaskan bahwa koleksi fosil lama masih menyimpan banyak rahasia penting tentang sejarah kehidupan di Bumi.

Wawasan Tentang Evolusi Awal Caenophidia

Meski banyak aspek biologi ular ini masih belum diketahui, sisa-sisa fosilnya memberikan informasi berharga tentang sejarah awal caenophidia, kelompok besar yang mencakup sebagian besar ular yang hidup saat ini. Paradoxophidion tampaknya merupakan salah satu anggota paling awal dari garis keturunan tersebut.

Anatominya menunjukkan perpaduan unik dari berbagai ciri yang saat ini tersebar pada ular caenophidia yang berbeda-beda. Kombinasi inilah yang tercermin dalam nama genusnya, Paradoxophidion, yang dalam bahasa Yunani berarti “ular paradoks.”

Nama spesies ini diberikan untuk menghormati Sir Richard Owen, ilmuwan yang pertama kali mendeskripsikan fosil ular dari Hordle Cliff dan memainkan peran penting dalam pendirian Natural History Museum, tempat fosil-fosil tersebut kini disimpan.

Penulis utama penelitian, Dr. Georgios Georgalis dari Institute of Systematics and Evolution of Animals, Akademi Ilmu Pengetahuan Polandia di Krakow, mengatakan bahwa mampu mendeskripsikan spesies baru dari koleksi museum merupakan “mimpi yang menjadi kenyataan.”

“Sejak kecil saya bermimpi bisa mengunjungi Natural History Museum, apalagi melakukan penelitian di sana,” ungkap Georgios melansir dari SciTechDaily.

“Jadi ketika saya melihat ruas-ruas tulang belakang yang sangat aneh ini dalam koleksi dan menyadari bahwa ini adalah sesuatu yang baru, rasanya luar biasa.” lanjutnya.

“Hal yang semakin menarik adalah kami berhasil mendeskripsikan ular caenophidia yang bercabang sangat awal, karena bukti tentang bagaimana kelompok ini muncul masih sangat terbatas. Paradoxophidion membawa kita lebih dekat untuk memahami proses tersebut,” tambahnya.

Apa yang Ditemukan di Hordle Cliff?

Hordle Cliff, yang terletak dekat Christchurch di pesisir selatan Inggris, memberikan gambaran tentang sebuah periode dalam sejarah Bumi yang dikenal sebagai Eosen, yang berlangsung sekitar 56 hingga 34 juta tahun lalu.

Dr. Marc Jones, kurator reptil dan amfibi fosil sekaligus rekan penulis penelitian ini, menjelaskan bahwa periode tersebut ditandai oleh perubahan iklim global yang dramatis.

“Sekitar 37 juta tahun lalu, Inggris jauh lebih hangat dibandingkan saat ini,” jelas Marc.

“Meskipun Matahari sedikit lebih redup, kadar karbon dioksida di atmosfer jauh lebih tinggi,” katanya.

“Inggris juga berada sedikit lebih dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga menerima lebih banyak panas Matahari sepanjang tahun,” lanjutnya,

Fosil pertama kali ditemukan di Hordle Cliff sekitar 200 tahun lalu. Pada awal 1800-an, Barbara Rawdon-Hastings, Marchioness of Hastings yang gemar berburu fosil, mengumpulkan tengkorak kerabat buaya di lokasi tersebut, salah satunya kemudian dinamai oleh Richard Owen untuk menghormatinya.

Sejak itu, berbagai fosil kura-kura, kadal, dan mamalia juga ditemukan di Hordle Cliff. Selain itu, lokasi ini juga kaya akan fosil ular, termasuk beberapa spesies yang sangat penting.

“Fosil ular yang ditemukan di Hordle Cliff merupakan beberapa yang pertama dikenali ketika Richard Owen mempelajarinya pada pertengahan abad ke-19. Salah satunya adalah Paleryx, ular konstriktor pertama yang diberi nama dalam catatan fosil,” kata Georgios.

“Namun, ular-ular berukuran kecil dari situs ini belum banyak diteliti. Ruas tulang belakang Paradoxophidion hanya berukuran beberapa milimeter, sehingga secara historis kurang mendapat perhatian,” imbuhnya.

Untuk mengamati fosil-fosil ini lebih detail, Marc dan Georgios melakukan pemindaian CT pada tulang-tulang tersebut. Secara keseluruhan, mereka mengidentifikasi 31 ruas tulang belakang dari berbagai bagian tulang punggung Paradoxophidion.

“Kami menggunakan hasil CT scan ini untuk membuat model tiga dimensi dari fosil,” tambah Marc.

“Model tersebut menjadi catatan digital spesimen yang kami bagikan secara daring, sehingga dapat dipelajari oleh siapa saja, tidak hanya mereka yang datang langsung ke museum dan menggunakan mikroskop kami,” sebutnya.

Hasil pemindaian menunjukkan bahwa bentuk dan ukuran fosil sedikit berbeda satu sama lain, seiring ruas tulang belakang ular yang secara bertahap mengecil dari kepala ke ekor. Namun, ciri-ciri tertentu menunjukkan bahwa semuanya berasal dari satu spesies yang sama.

Georgios memperkirakan panjang tubuh Paradoxophidion kurang dari satu meter. Namun, detail lain tentang kehidupannya sulit dipastikan. Tidak ditemukannya tengkorak membuat pola makan ular ini tidak diketahui, sementara ruas tulang belakangnya juga tidak menunjukkan adaptasi khusus untuk gaya hidup tertentu, seperti menggali tanah.

Penghubung Hidup ke Masa Lalu?

Meskipun ruas tulang belakangnya tidak banyak mengungkap gaya hidupnya, fosil Paradoxophidion menunjukkan kemiripan mencolok dengan kelompok ular yang dikenal sebagai Acrochordidae. Reptil ini sering disebut sebagai ular belalai gajah karena kulitnya yang longgar dan menggelambir.

Saat ini, hanya beberapa spesies acrochordidae yang masih hidup dan dapat ditemukan di Asia Tenggara serta Australia bagian utara. Namun, mereka termasuk cabang awal dalam pohon keluarga caenophidia, dengan catatan fosil yang membentang lebih dari 20 juta tahun.

“Karena Paradoxophidion sangat mirip dengan acrochordidae, ada kemungkinan ular ini merupakan anggota tertua yang diketahui dari keluarga tersebut,” ujar Georgios.

“Jika benar demikian, maka ada kemungkinan ia merupakan spesies akuatik, karena semua acrochordidae bersifat akuatik,” tambahnya.

“Namun di sisi lain, ular ini mungkin berasal dari kelompok caenophidia yang sama sekali berbeda. Saat ini belum cukup bukti untuk memastikan bagaimana cara hidupnya atau keluarga mana yang menaunginya,” tegasnya.

Untuk mengungkap lebih banyak tentang Paradoxophidion dan evolusi awal caenophidia, diperlukan penelitian terhadap lebih banyak fosil. Georgios berharap dapat melanjutkan pekerjaannya di koleksi reptil fosil museum dalam waktu dekat, karena ia yakin masih banyak spesies baru yang menunggu untuk ditemukan.

“Saya berencana mempelajari berbagai fosil ular dalam koleksi ini, termasuk yang awalnya diteliti oleh Richard Owen,” tambahnya.

“Termasuk di antaranya adalah sisa-sisa ular air raksasa Palaeophis, yang pertama kali ditemukan di Inggris pada abad ke-19.” ujarnya.

“Selain itu, ada beberapa tulang dengan morfologi berbeda yang belum pernah diteliti sebelumnya dan menarik untuk saya kaji. Fosil-fosil ini mungkin merepresentasikan takson baru dan memberikan petunjuk tambahan tentang evolusi ular,” tutupnya. 

Pertanyaan Umum yang Sering Diajukan

1. Apa itu Paradoxophidion richardoweni?

Spesies ular purba yang hidup sekitar 37 juta tahun silam dan baru berhasil diidentifikasi dari fosil.

2. Fosil Paradoxophidion ditemukan di mana?

Di Hordle Cliff, pesisir selatan Inggris.

3. Mengapa penemuan ini penting?

Karena membantu ilmuwan memahami awal evolusi ular modern (caenophidia).

4. Apakah Paradoxophidion hidup di air?

Masih belum pasti, namun fosilnya mirip dengan ular air dari keluarga Acrochordidae.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|