Liputan6.com, Jakarta Penyakit HIV atau Human Immunodeficiency Virus telah menjadi salah satu tantangan kesehatan global yang serius sejak pertama kali ditemukan. Penyakit HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, terutama sel CD4 yang berperan penting dalam melindungi tubuh dari berbagai infeksi. Tanpa penanganan yang tepat, penyakit HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), yaitu tahap akhir infeksi ketika sistem kekebalan tubuh telah rusak parah.
Data terbaru menunjukkan bahwa penyakit HIV telah merenggut sekitar 42,3 juta jiwa di seluruh dunia, dengan perkiraan 39,9 juta orang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2023. Meskipun belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan secara total, kemajuan dalam terapi antiretroviral (ARV) telah memungkinkan pengidap HIV untuk hidup normal dan berkualitas. Pengobatan ini berfungsi menekan perkembangan virus dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh, sehingga mencegah perkembangan menjadi AIDS.
Pemahaman yang benar tentang penyakit HIV sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanganan efektif. Misinformasi dan stigma yang masih beredar di masyarakat mengenai cara penularan, pengobatan, dan kehidupan pengidap HIV perlu diatasi melalui edukasi yang komprehensif.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum aspek-aspek penting penyakit HIV mulai dari pengertian, gejala, diagnosis, pengobatan, hingga pencegahannya pada Rabu (16/4).
Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat membagikan alat kontrasepsi atau kondom kepada wanita penjaja seksual. Hal itu dilakukan demi memutus rantai penularan HIV/AIDS.
Penyakit HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, khususnya sel CD4 atau sel T. Virus ini merusak kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit, menjadikan pengidapnya rentan terhadap berbagai penyakit yang seharusnya dapat dilawan oleh sistem imun normal. HIV termasuk dalam kelompok retrovirus yang menggunakan RNA sebagai material genetiknya dan dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam DNA sel inang.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan tahap lanjut dari infeksi HIV. Seseorang didiagnosis AIDS ketika jumlah sel CD4 turun di bawah 200 sel/mm³ (jumlah normal 500-1400 sel/mm³) atau ketika muncul infeksi oportunistik tertentu. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang memanfaatkan kelemahan sistem kekebalan tubuh, seperti tuberkulosis, kandidiasis, atau pneumonia Pneumocystis jirovecii (PCP).
Dengan kemajuan pengobatan modern, orang yang terinfeksi HIV dapat hidup dengan kualitas hidup yang baik dan harapan hidup yang hampir sama dengan populasi umum. Terapi antiretroviral (ARV) bekerja dengan menekan replikasi virus, memungkinkan sistem kekebalan tubuh pulih dan berfungsi efektif. Penelitian menunjukkan bahwa pengidap HIV yang menjalani pengobatan ARV secara konsisten dan mencapai "viral load" tidak terdeteksi tidak hanya dapat hidup sehat, tetapi juga tidak menularkan virus ke orang lain melalui hubungan seksual (konsep "U=U" - Undetectable = Untransmittable).
Meskipun belum ada obat untuk menyembuhkan HIV secara total, berbagai penelitian terus dilakukan untuk menemukan vaksin pencegah dan metode pengobatan yang lebih efektif. Pendekatan baru seperti terapi gen dan antibodi monoklonal menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam penelitian awal.
Penyebab dan Cara Penularan HIV
Penyebab utama infeksi HIV adalah kurangnya pemahaman tentang virus ini. Misinformasi mengenai cara penularan, pencegahan, dan pengobatan sering membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi. Stigma sosial juga menghalangi diskusi terbuka tentang HIV, sehingga banyak orang enggan mencari informasi atau pengobatan dini.
HIV menyebar melalui cairan tubuh tertentu dari orang yang terinfeksi, termasuk:
- Darah
- Air mani
- Cairan vagina
- Air susu ibu (ASI)
Penularan HIV umumnya terjadi melalui jalur berikut:
- Hubungan seksual tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi HIV, baik hubungan seksual vaginal, anal, maupun oral. Risiko meningkat jika terdapat luka atau infeksi menular seksual lainnya.
- Penggunaan jarum suntik secara bergantian, terutama di kalangan pengguna narkoba suntik. Jarum dan peralatan suntik yang terkontaminasi darah pengidap HIV dapat langsung mentransfer virus ke aliran darah orang lain.
- Penularan dari ibu ke bayi (vertikal), yang bisa terjadi selama kehamilan, persalinan, atau melalui ASI saat menyusui. Risiko ini dapat dikurangi secara signifikan jika ibu mendapatkan pengobatan ARV yang tepat.
- Transfusi darah yang terkontaminasi, meskipun risiko ini telah sangat berkurang berkat screening yang ketat pada pendonor darah.
Di Indonesia, pola penyebaran HIV menunjukkan bahwa penularan paling banyak terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman dan penggunaan jarum suntik bergantian yang tidak steril di kalangan pengguna narkoba.
Faktor-faktor risiko untuk terinfeksi HIV meliputi:
- Perilaku seksual berisiko tinggi (hubungan seksual tanpa kondom dengan banyak pasangan)
- Penggunaan narkoba suntik dengan berbagi peralatan
- Memiliki infeksi menular seksual lain
- Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV yang tidak menerima pengobatan pencegahan
Penting dicatat bahwa HIV TIDAK dapat ditularkan melalui kontak kasual sehari-hari seperti berjabat tangan, berpelukan, berbagi peralatan makan, menggunakan toilet yang sama, atau melalui gigitan nyamuk.
Gejala HIV pada Berbagai Tahap Infeksi
Gejala HIV bervariasi tergantung pada tahap infeksi yang dialami pengidap:
Tahap 1: Infeksi Akut (2-4 minggu setelah infeksi)
- Gejala mirip flu yang muncul karena tubuh mulai bereaksi terhadap virus
- Demam
- Nyeri tenggorokan
- Pembengkakan kelenjar getah bening (terutama di leher dan ketiak)
- Ruam pada kulit
- Sakit kepala parah
- Nyeri otot dan sendi
- Kelelahan yang intens
- Beberapa orang mengalami diare, mual, dan muntah
Gejala-gejala ini biasanya berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu dan seringkali disalahartikan sebagai infeksi virus biasa, sehingga banyak kasus HIV tidak terdiagnosis pada tahap ini.
Tahap 2: Infeksi Kronis/Laten (bisa berlangsung bertahun-tahun)
- Umumnya tidak ada gejala yang terlihat
- Virus terus memperbanyak diri dalam tubuh dengan kecepatan rendah
- Pengidap tetap dapat menularkan virus ke orang lain
- Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh terus berlangsung secara perlahan
Tanpa pengobatan, tahap ini berlangsung rata-rata sekitar 10 tahun, meskipun bervariasi antar individu
Tahap 3: AIDS
- Demam persisten selama lebih dari 10 hari
- Keringat malam yang berlebihan
- Kelelahan ekstrem dan kelemahan terus-menerus
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang signifikan
- Penurunan berat badan drastis dan kehilangan nafsu makan
- Infeksi jamur (kandidiasis) pada mulut, tenggorokan, atau vagina
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari sebulan
- Bintik-bintik ungu pada kulit (sarkoma Kaposi)
- Infeksi oportunistik seperti pneumonia Pneumocystis, tuberkulosis, toksoplasmosis, atau meningitis kriptokokus
- Beberapa jenis kanker seperti limfoma dan sarkoma Kaposi
Dengan pengobatan antiretroviral yang efektif, sebagian besar pengidap HIV tidak akan berkembang menjadi AIDS. Pengobatan ARV menekan jumlah virus dalam tubuh, memungkinkan sistem kekebalan untuk pulih dan berfungsi normal. Pengidap HIV yang segera memulai pengobatan ARV dapat hidup hampir sama lamanya dengan orang yang tidak terinfeksi HIV.
Diagnosis dan Pengobatan HIV
Diagnosis HIV
Diagnosis HIV dilakukan melalui berbagai jenis tes yang mendeteksi keberadaan virus dalam tubuh:
Tes Antibodi
- Mendeteksi antibodi yang diproduksi tubuh terhadap HIV
- Membutuhkan waktu 3-12 minggu setelah infeksi untuk antibodi terdeteksi
- Dapat dilakukan melalui sampel darah, air liur, atau urin
Tes Antigen p24
- Mendeteksi protein spesifik yang merupakan bagian dari virus HIV
- Dapat dilakukan 2-6 minggu setelah infeksi
- Sering dikombinasikan dengan tes antibodi untuk diagnosis lebih awal
Hitung Sel CD4
- Mengukur jumlah sel CD4 dalam darah
- Jumlah CD4 normal: 500-1400 sel per milimeter kubik darah
- AIDS didiagnosis jika jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm³
Viral Load (HIV RNA)
- Menghitung jumlah virus dalam darah
- Jumlah RNA >100.000 kopi/ml menandakan infeksi baru atau tidak tertangani
- Jumlah RNA <10.000 kopi/ml menunjukkan perkembangan virus lebih lambat
Tes Resistensi Obat
- Menentukan apakah virus HIV resisten terhadap obat antiretroviral tertentu
- Membantu dokter memilih rejimen pengobatan yang efektif
Pengobatan HIV
Pengobatan utama HIV adalah terapi antiretroviral (ARV) yang bertujuan menekan replikasi virus, memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan mencegah perkembangan menjadi AIDS:
Tujuan Pengobatan
- Mencapai "viral suppression" (jumlah virus tidak terdeteksi dalam tes darah)
- Meningkatkan jumlah sel CD4
- Mencegah penularan virus ke orang lain
- Meningkatkan kualitas dan harapan hidup
Rejimen Antiretroviral
Biasanya melibatkan kombinasi dari tiga atau lebih obat antiretroviral
Kelas obat ARV meliputi:
- Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs)
- Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs)
- Protease Inhibitors (PIs)
- Integrase Strand Transfer Inhibitors (INSTIs)
- Entry Inhibitors
Kepatuhan Pengobatan
- ARV harus dikonsumsi seumur hidup dan sesuai jadwal
- Melewatkan dosis dapat memungkinkan virus bermutasi dan mengembangkan resistensi
- Pengidap sebaiknya berkonsultasi dengan dokter jika melewatkan dosis
Pemantauan Rutin
- Hitung sel CD4 setiap 3-6 bulan
- Viral load setiap 3-4 bulan
- Evaluasi efek samping dan interaksi obat
Manajemen Komprehensif
- Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik
- Dukungan psikososial
- Gaya hidup sehat (diet bergizi, olahraga teratur, menghindari merokok dan alkohol berlebihan)
Dengan pendekatan holistik ini, sebagian besar pengidap HIV dapat menjalani hidup yang panjang, sehat, dan produktif, dengan kualitas hidup yang hampir sama dengan populasi umum.
Komplikasi HIV dan AIDS
Tanpa pengobatan yang tepat, HIV dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius yang mempengaruhi hampir semua sistem tubuh:
Infeksi Oportunistik
- Pneumocystis Pneumonia (PCP)
- Infeksi jamur yang menyebabkan peradangan paru-paru
- Gejala: sesak napas, batuk kering, demam
Kandidiasis (sariawan)
- Infeksi jamur yang menyebabkan lapisan putih tebal di mulut, lidah, kerongkongan, atau vagina
Tuberkulosis (TB)
- Penyebab utama kematian di antara pengidap AIDS di seluruh dunia
- Risiko reaktivasi TB laten jauh lebih tinggi pada pengidap HIV
Meningitis Kriptokokus
- Infeksi jamur pada selaput otak
- Gejala: sakit kepala parah, kaku leher, sensitivitas terhadap cahaya
Toksoplasmosis
- Infeksi parasit yang dapat menyebabkan ensefalitis (peradangan otak)
- Disebarkan terutama oleh kucing melalui feses
Infeksi Sitomegalovirus
- Dapat merusak mata, saluran pencernaan, paru-paru, atau organ lainnya
Kanker Terkait HIV
- Sarkoma Kaposi
- Tumor yang ditandai dengan bintik-bintik ungu atau cokelat pada kulit
- Disebabkan oleh virus herpes manusia tipe 8 (HHV-8)
Limfoma
- Kanker sistem limfatik
- Termasuk limfoma non-Hodgkin dan limfoma Burkitt
Kanker Terkait HPV
- Kanker serviks, anal, dan orofaring
- Lebih sering terjadi dan cenderung lebih agresif pada pengidap HIV
Dengan terapi ARV yang efektif, risiko komplikasi-komplikasi ini menurun secara signifikan. Pengidap HIV yang menjalani pengobatan dengan baik dan mempertahankan jumlah sel CD4 yang sehat memiliki risiko jauh lebih rendah untuk mengembangkan komplikasi serius.
Pencegahan dan Edukasi HIV
Pencegahan HIV melibatkan berbagai strategi untuk mengurangi risiko penularan:
Pencegahan Penularan Seksual
1. Penggunaan Kondom
- Gunakan kondom lateks atau poliuretan dengan benar dan konsisten
- Periksa kondisi kondom sebelum digunakan (tidak kadaluarsa atau rusak)
- Gunakan kondom baru untuk setiap hubungan seksual
2. Pembatasan Pasangan Seksual
- Batasi jumlah pasangan seksual
- Pertimbangkan hubungan monogami dengan pasangan yang status HIV-nya diketahui
3. Tes HIV Rutin
- Lakukan tes HIV secara rutin, terutama jika memiliki faktor risiko
- Bicarakan status HIV dengan pasangan seksual
4. PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis)
- Obat antiretroviral yang digunakan oleh orang HIV-negatif berisiko tinggi
- Dapat mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seksual hingga 99%
Pencegahan Penularan Melalui Darah
1. Bagi Pengguna Narkoba Suntik
- Hindari penggunaan jarum suntik bergantian
- Gunakan jarum dan peralatan steril setiap kali menyuntik
- Pertimbangkan program terapi sulih opiat (metadon atau buprenorfin)
2. Transfusi Darah Aman
- Pastikan darah yang ditransfusikan telah melalui screening HIV
3. PEP (Post-Exposure Prophylaxis)
- Pengobatan darurat dalam 72 jam setelah terpapar HIV
- Dilanjutkan selama 28 hari untuk memaksimalkan efektivitas
Pencegahan Penularan Ibu ke Anak
1. Terapi Antiretroviral selama Kehamilan
- Ibu hamil dengan HIV sebaiknya menjalani terapi ARV
- Dapat mengurangi risiko penularan ke bayi hingga <1%
2. Persalinan yang Aman
- Dalam beberapa kasus, operasi caesar dijadwalkan dapat direkomendasikan
3. Pengobatan ARV untuk Bayi
- Berikan ARV kepada bayi selama 4-6 minggu setelah lahir
4. Alternatif Pemberian Makanan
- HIV dapat ditularkan melalui ASI
- Pertimbangkan alternatif pemberian makanan jika tersedia
5. Edukasi dan Kesadaran
- Program Pendidikan Komprehensif
- Berikan informasi akurat tentang HIV, cara penularan, dan pencegahan
- Pendidikan seksual yang sesuai dengan usia dan budaya
Dengan menggabungkan berbagai strategi pencegahan dan edukasi yang komprehensif, penyebaran HIV dapat dikurangi secara signifikan. Pengobatan HIV yang efektif tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan pengidap tetapi juga merupakan strategi pencegahan yang kuat karena mengurangi risiko penularan ke orang lain.
HIV adalah infeksi virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Meskipun belum ada obat yang dapat menyembuhkan secara total, pengobatan antiretroviral modern telah mengubah HIV dari penyakit yang mengancam jiwa menjadi kondisi kronis yang dapat dikelola. Dengan diagnosis dini, pengobatan yang tepat, dan dukungan psikososial yang memadai, pengidap HIV dapat hidup panjang dan produktif dengan kualitas hidup yang baik.