7 Fakta Menarik Konklaf, Tradisi Pemilihan Paus yang Terus Dijaga Kerahasiaannya

2 weeks ago 13

Liputan6.com, Jakarta Paus Fransiskus meninggal dunia pada Senin (21/4/2025), Gereja Vatikan bersiap menjalankan salah satu tradisinya yang paling kuno dan rahasia, memilih Paus baru melalui konklaf. Meski perkembangan teknologi membuat dunia sekarang serba terbuka, konklaf tetap dijalankan hampir sama seperti 800 tahun yang lalu. 

Para kardinal yang berusia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Kapel Sistina di Vatikan, lalu dikunci di dalam sampai mereka berhasil memilih Paus baru. Secara teori, siapa pun pria Katolik bisa menjadi Paus. Namun dalam praktiknya, selama berabad-abad, Paus selalu dipilih dari kalangan kardinal. Usia para Paus juga bervariasi, tetapi umumnya mereka terpilih di usia sekitar 70–80 tahun.

Konklaf bertujuan supaya para kardinal bisa fokus dan tidak ada campur tangan dari pihak luar, terutama dari para penguasa politik. Saat pintu Kapel Sistina ditutup, dunia pun menunggu dengan penuh harap, ‘siapa yang akan menjadi Paus berikutnya?’ Berikut ulasan tentang fakta menarik Konklaf yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Minggu (27/4/2025)

Paus Fransiskus meninggal di usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025), pukul 07.35 waktu Vatikan, setelah 12 tahun memimpin Gereja Katolik Roma. Kematiannya memicu masa berkabung yang melibatkan ritual-ritual berusia berabad-abad. Peristiwa ini memulai p...

1. Asal-Usul Kata "Konklaf"

Kata "konklaf" berasal dari bahasa Latin cum (bersama) dan clavis (kunci). Istilah ini mencerminkan metode pemilihan Paus di mana para kardinal dikunci di dalam ruangan sampai mereka berhasil memilih Paus baru. Tradisi ini bertujuan untuk memastikan proses pemilihan berlangsung fokus, bebas dari tekanan dunia luar, dan penuh doa. Konsep penguncian ini telah menjadi simbol betapa seriusnya momen pemilihan seorang Paus dalam Gereja Katolik.

2. Pertama Kali Dilakukan pada Abad ke-13

Aturan konklaf secara formal pertama kali diperkenalkan pada abad ke-13 oleh Paus Gregorius X melalui dokumen Ubi Periculum. Ini terjadi setelah Gereja mengalami kekosongan kepemimpinan selama hampir tiga tahun. Untuk menghindari kekacauan serupa, Gregorius X menetapkan bahwa para kardinal harus berkumpul secara tertutup, hanya boleh membawa satu atau dua pelayan, dan jika proses pemilihan terlalu lama, jatah makanan mereka akan dipangkas menjadi hanya roti, air, dan anggur. Ini mencerminkan keseriusan Gereja dalam menjaga momentum pemilihan.

Pada masa lalu, campur tangan politik dalam konklaf begitu besar hingga penduduk kota Viterbo, Italia, pernah mencopot atap gedung tempat kardinal berkumpul. Tindakan ekstrem ini dilakukan untuk mempercepat pemilihan karena masyarakat menganggap kardinal terlalu lama memilih. Insiden ini memperlihatkan betapa pentingnya konklaf bagi umat, bahkan sampai berujung pada tekanan sosial yang nyata.

3. Evolusi Konklaf di Zaman Modern

Di masa lalu, fasilitas untuk para kardinal selama konklaf sangat sederhana dan sering kali tidak sehat. Mereka tidur di ruangan kecil di sekitar Kapel Sistina dengan kondisi seadanya, membuat banyak kardinal jatuh sakit, apalagi di musim panas. Baru pada tahun 1996, Paus Yohanes Paulus II memperkenalkan reformasi besar dengan menyediakan akomodasi nyaman di Domus Sanctae Marthae, sebuah rumah tamu modern di Vatikan. Meski kondisi fisik membaik, aturan utama tetap sama: isolasi total dari dunia luar.

4. Kerahasiaan yang Dijaga Ketat

Walaupun dunia modern diwarnai teknologi dan arus informasi yang cepat, kerahasiaan konklaf tetap dipertahankan tanpa kompromi. Selama konklaf, tidak ada ponsel, internet, media, atau kontak apa pun dengan dunia luar. Kardinal harus mengambil sumpah untuk menjaga semua hal yang terjadi di dalam konklaf tetap rahasia. Satu-satunya sinyal kepada dunia tentang hasil konklaf adalah asap: hitam (belum ada Paus) atau putih (Paus telah terpilih) yang keluar dari cerobong Kapel Sistina.

5. Pemilihan Pengganti Paus Fransiskus akan Jadi Konklaf Terbesar

Konklaf mendatang akan menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah Gereja Katolik, dengan sekitar 135 kardinal elektor yang memenuhi syarat usia di bawah 80 tahun dari total 252 kardinal. Banyaknya peserta ini menunjukkan betapa Gereja Katolik kini menjadi institusi global, mencerminkan keberagaman budaya dan wilayah para kardinal yang berasal dari seluruh dunia.

6. Proses Pemungutan Suara yang Sakral

Sekitar 15 hingga 20 hari setelah wafatnya paus, konklaf akan secara resmi dimulai dengan misa khusus di pagi hari. Setelah itu, kardinal pemilih memasuki Kapel Sistina, tempat konklaf diadakan sejak 1878, dan pintu-pintu dikunci dengan seruan "extra omnes" ("semua orang keluar"). Mereka pun bersumpah menjaga kerahasiaan mutlak.

Para kardinal akan tinggal di Domus Sanctae Marthae, sebuah rumah tamu di Vatikan, dengan akses sangat terbatas ke dunia luar, tanpa ponsel, internet, surat kabar, atau alat komunikasi apapun. Dalam setiap sesi pemungutan suara, setiap kardinal menulis nama kandidat pilihannya di selembar kertas, menggunakan tulisan tangan yang sulit dikenali. Surat suara itu dilipat, dibawa ke altar, dan dimasukkan ke dalam urn khusus. 

Tiga scrutineers bertugas menghitung suara dan mengumumkan hasilnya. Jika jumlah surat suara tidak sesuai dengan jumlah kardinal pemilih, seluruh suara dibatalkan dan pemungutan suara diulang. Untuk terpilih menjadi paus, seorang kandidat harus memperoleh dua pertiga suara. Biasanya, ada empat sesi pemungutan suara dalam sehari. Jika setelah tiga hari belum ada paus terpilih, voting dihentikan sementara satu hari untuk refleksi, kemudian dilanjutkan. 

Jika setelah 33 atau 34 pemungutan suara tetap belum terpilih, hanya dua kandidat dengan suara terbanyak yang dipertahankan untuk pemilihan putaran final. Setelah setiap sesi pemungutan suara, hasilnya disampaikan melalui asap yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina: Asap hitam (fumata nera) berarti belum ada paus terpilih. Asap putih (fumata bianca) disertai dering lonceng Basilika Santo Petrus menandakan paus baru telah terpilih. 

Asap ini bukan berasal dari pembakaran surat suara biasa, melainkan dari pembakaran bahan kimia khusus yang menghasilkan warna yang diinginkan. Jika kandidat terpilih menerima jabatan tersebut, ia diminta memilih nama kepausannya. 

7. Momen Puncak, "Habemus Papam"

Ketika seorang Paus akhirnya terpilih dan menerima jabatan, dia akan memilih nama kepausan barunya. Tradisi sejak 470 tahun terakhir menunjukkan bahwa paus baru hampir selalu mengganti nama baptisnya, sebagai simbol misi spiritual baru yang diembannya. Nama yang dipilih biasanya mencerminkan nilai atau visi tertentu yang ingin dibawa oleh Paus dalam kepemimpinannya, misalnya Paus Fransiskus yang mengambil nama Santo Fransiskus dari Assisi sebagai simbol kesederhanaan dan kepedulian terhadap kaum miskin.

Setelah mengenakan pakaian kepausan di Room of Tears di dekat Kapel Sistina, paus baru kemudian diperkenalkan ke dunia melalui balkon Basilika Santo Petrus dengan pengumuman terkenal: "Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!" ("Saya mengumumkan kepada Anda sebuah sukacita besar: Kita memiliki seorang Paus!").

Tak lama setelah itu, paus baru memberikan berkat pertama kepada umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus. Meskipun secara kanonik paus langsung memiliki wewenang penuh setelah terpilih, akan ada Misa pelantikan resmi sekitar seminggu kemudian. Acara ini biasanya dihadiri oleh para kardinal, uskup, dan tamu-tamu penting dari seluruh dunia. 

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|