Liputan6.com, Jakarta Angpao, siapa yang tak kenal amplop merah berisi uang ini? Tradisi yang identik dengan perayaan Tahun Baru Imlek itu ternyata menyimpan sejarah dan makna mendalam yang tak sekadar pemberian uang. Istilah 'angpao' sendiri berasal dari bahasa Hokkian, di mana 'ang' berarti merah dan 'pao' berarti amplop. Dalam bahasa Mandarin, dikenal sebagai 红包 (hóngbāo).
Warna merah angpao bukan pilihan sembarangan. Dalam budaya Tionghoa, warna merah melambangkan keberuntungan, kebahagiaan, dan dipercaya mampu menangkal energi negatif. Memberikan dan menerima angpao lebih dari sekadar transaksi finansial; ini adalah simbol berbagi kebaikan, rezeki, dan harapan untuk tahun yang lebih baik.
Lebih dari itu, angpao juga merupakan ungkapan kepedulian dan kasih sayang. Aksi saling memberi ini memperlihatkan rasa saling menghargai dan berbagi kebahagiaan di antara anggota keluarga, teman, dan bahkan kolega. Tradisi ini telah berlangsung lama, menelusuri sejarahnya hingga ke zaman Dinasti Qin di Tiongkok kuno. Berikut informasi selengkapnya tentang angpao Imlek, dirangkum Liputan6, Rabu (29/1).
Asal Usul Angpao: Mulanya Jadi Jimat untuk Anak-anak
Dilansir dari RRI, pada awalnya, angpau diberikan sebagai jimat pelindung anak-anak dari roh jahat di zaman Dinasti Qin (221–206 SM). Ketika itu uang yang diberikan memiliki bentuk yang beragam, mulai dari koin berlubang yang diikatkan pada benang merah hingga amplop merah berisi uang seperti yang kita kenal sekarang. Evolusi bentuk angpao ini mencerminkan perkembangan zaman tanpa mengurangi esensi makna di baliknya.
Umumnya, angpao diberikan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda, seperti orang tua kepada anak-anak, atau orang dewasa kepada anak-anak kecil dan mereka yang belum menikah. Namun, bukan hanya terbatas pada hubungan generasi, pemberian angpao juga lazim dilakukan antarteman atau kolega sebagai simbol persahabatan dan kebersamaan.
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang menjadi pemberian uang dalam amplop merah sebagai simbol harapan baik bagi penerimanya. Warna merah dipilih karena dianggap membawa keberuntungan dan menolak bala. Hingga kini, tradisi ini tetap dipertahankan, terutama di kalangan masyarakat Tionghoa di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Kenapa Uang dalam Angpao Harus Berjumlah Genap?
Dalam kepercayaan Tionghoa, angka memiliki makna simbolis yang mendalam. Uang yang diberikan dalam jumlah genap dipercaya membawa keberuntungan dan kebahagiaan, sedangkan angka ganjil sering dikaitkan dengan peristiwa duka atau kematian.
Secara khusus, angka ganjil dianggap sebagai angka "phe pau" atau angka duka, yang biasanya digunakan dalam upacara kematian atau untuk memberi sumbangan belasungkawa. Oleh karena itu, memberikan uang dengan jumlah ganjil dalam angpao dianggap kurang baik dan bisa membawa kesialan.
Sebaliknya, angka genap seperti 2 dan 8 sangat dianjurkan dalam pemberian angpao. Angka 2 melambangkan keharmonisan dan kebersamaan, sedangkan angka 8 dalam bahasa Mandarin memiliki pelafalan yang mirip dengan kata "kekayaan" atau "kemakmuran", sehingga dianggap membawa keberuntungan besar.
Angka yang Harus Dihindari dalam Angpao
Meskipun angka genap dianjurkan, ada satu angka genap yang harus dihindari, yaitu angka 4. Dalam bahasa Mandarin, angka 4 memiliki pelafalan "Shi" yang mirip dengan kata "kematian", sehingga dianggap sebagai angka sial. Oleh karena itu, memberikan angpao dengan nominal seperti Rp40.000 atau Rp400.000 sebaiknya dihindari karena bisa membawa makna buruk.
Sebaliknya, kombinasi angka yang baik seperti Rp88.000 atau Rp200.000 lebih disukai karena memiliki arti keberuntungan dan keseimbangan. Selain angka 4, penggunaan angka yang dianggap memiliki makna negatif dalam budaya Tionghoa juga sebaiknya dihindari agar tidak membawa nasib buruk bagi penerima angpao.
Aturan Pemberian Angpao dalam Tradisi Imlek
Selain jumlah uang, ada beberapa aturan lain yang perlu diperhatikan dalam pemberian angpao agar sesuai dengan tradisi Tionghoa, di antaranya:
- Angpao diberikan oleh orang yang sudah menikah: Dalam budaya Tionghoa, seseorang dianggap sudah dewasa ketika menikah, sehingga mereka yang sudah menikah memiliki kewajiban untuk memberikan angpao kepada yang lebih muda.
- Angpao harus diberikan secara langsung: Menitipkan angpao kepada orang lain dianggap kurang sopan, karena tradisi ini menekankan interaksi langsung antara pemberi dan penerima.
- Tidak boleh menggunakan amplop berwarna putih atau hitam: Warna putih dan hitam sering dikaitkan dengan duka, sehingga tidak boleh digunakan untuk angpao.
- Uang dalam angpao harus dalam kondisi baru: Memberikan uang kusut atau uang koin dalam angpao dianggap tidak sopan karena melambangkan ketidaksiapan dan kurangnya perhatian dari pemberi.
Waktu yang Tepat untuk Memberikan Angpao
Tradisi pemberian angpao dalam perayaan Imlek biasanya dilakukan dalam rentang waktu 14 hari sejak hari pertama Tahun Baru Imlek. Ini bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh yang menandai penutupan rangkaian perayaan tahun baru.
Meskipun begitu, ada beberapa kebiasaan yang berbeda di setiap keluarga dalam menentukan kapan angpao diberikan. Beberapa keluarga memberikan angpao pada malam menjelang Tahun Baru Imlek saat makan malam bersama, sementara yang lain memberikannya saat mengunjungi sanak saudara pada hari-hari pertama Imlek.
Yang terpenting dalam tradisi ini adalah menjaga nilai-nilai keharmonisan, kebersamaan, dan harapan baik untuk tahun yang akan datang. Dengan mengikuti aturan dan makna yang terkandung dalam pemberian angpao, tradisi ini dapat terus diwariskan dengan penuh makna bagi generasi mendatang.
1. Apa arti angpao dalam budaya Tionghoa?
Angpao melambangkan doa keberuntungan, kesejahteraan, dan perlindungan dari hal buruk.
2. Kenapa uang dalam angpao harus genap?
Karena angka genap melambangkan keberuntungan dan keharmonisan, sedangkan angka ganjil sering dikaitkan dengan duka.
3. Bolehkah memberikan angpao dalam jumlah kecil?
Boleh, yang terpenting adalah niatnya. Namun, jumlah yang terlalu kecil bisa dianggap kurang menghormati tradisi.
4. Apa warna angpao yang tidak boleh digunakan?
Putih dan hitam karena dikaitkan dengan kematian atau suasana duka.