NASA Prediksi Kiamat Bumi di Masa Depan, Tahun 'Ini' Jadi Titik Balik Dunia Tanpa Air dan Oksigen

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Akhir-akhir ini, banyak penelitian ilmiah yang mengungkap berbagai skenario mengenai masa depan planet kita. Prediksi kiamat bumi telah menjadi topik yang semakin menarik perhatian para ilmuwan dan masyarakat umum seiring dengan peningkatan fenomena perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia.

NASA bersama dengan tim peneliti internasional baru-baru ini merilis temuan mengejutkan tentang kapan planet kita akan mencapai titik akhirnya. Para ilmuwan dari NASA dan Universitas Tōhō di Jepang telah berkolaborasi dalam studi komprehensif yang menghasilkan prediksi kiamat bumi dengan perhitungan matematis yang presisi.

Menurut laporan terbaru, bumi kita tidak akan hancur karena tabrakan asteroid atau bencana alam mendadak seperti yang sering digambarkan dalam film-film fiksi ilmiah. Sebaliknya, ancaman utama berasal dari matahari kita sendiri yang secara perlahan akan mengubah kondisi planet ini menjadi tidak dapat dihuni.

Yang lebih mengkhawatirkan, prediksi kiamat bumi ini menunjukkan bahwa tanda-tanda awal dari proses tersebut mungkin sudah mulai terlihat saat ini, dengan fenomena seperti pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin ekstrem. Para ahli mengklaim bahwa meskipun prediksi kiamat bumi menunjukkan waktu yang masih sangat jauh, keputusan dan tindakan yang kita ambil sekarang akan menjadi penentu kemampuan umat manusia untuk bertahan di masa depan.

Lebih jelasnya, berikut ini informasi lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum dari Times Aerospace, pada Selasa (13/5).

Fenomena tersebut pun memicu munculnya teori konspirasi yang memprediksi bahwa kehidupan di Bumi akan berakhir pada 29 Juli 2016

Ancaman Sebenarnya: Matahari Kita Sendiri

Banyak orang membayangkan kiamat sebagai peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dan dramatis. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan fakta yang berbeda. Menurut para ilmuwan, ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup di Bumi bukanlah asteroid atau bencana alam mendadak, melainkan matahari kita sendiri.

NASA dan tim peneliti dari Universitas Tōhō di Jepang telah menghitung bahwa matahari akan secara bertahap tumbuh dan mengembang selama satu miliar tahun ke depan. Selama proses ini, matahari akan menjadi semakin panas, yang pada akhirnya akan menyebabkan samudra di Bumi menguap ke angkasa, meninggalkan planet kita gersang dan tanpa kehidupan.

Para ahli telah mendeteksi tanda-tanda awal dari proses ini melalui fenomena seperti pemanasan global, perubahan iklim, dan efek rumah kaca. Meskipun manusia telah berkontribusi pada beberapa efek dan kerusakan pada bumi, para peneliti memperingatkan bahwa kecerahan matahari akan meningkat hingga ke titik di mana dunia tidak akan mampu lagi menopang kehidupan.

Berdasarkan perhitungan matematis yang presisi, para ilmuwan memperkirakan bahwa dalam waktu 999.999.996 tahun, Bumi tidak akan mampu lagi menopang kehidupan apa pun. Titik balik ini diperkirakan akan terjadi tepat pada tahun 1.000.002.021, menandai akhir dari semua bentuk kehidupan di planet kita.

Badai Matahari: Ancaman yang Lebih Dekat

Sementara proyeksi jangka panjang menunjukkan waktu yang masih sangat jauh, NASA telah mengidentifikasi ancaman yang lebih dekat dengan kita saat ini - badai matahari. Pada tahun 2024, para ilmuwan NASA menemukan bahwa badai matahari dapat membawa dampak signifikan terhadap kehidupan di Bumi.

Badai matahari, yang terdiri dari semburan matahari dan lontaran massa korona (CME), memiliki potensi untuk mengubah komposisi atmosfer Bumi secara drastis. Penelitian menunjukkan bahwa fenomena ini dapat menyebabkan peningkatan suhu global dan pengurangan kadar oksigen yang kritis di atmosfer kita.

NASA telah mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap perubahan-perubahan ini yang dapat membahayakan kehidupan secara keseluruhan di Bumi. Meskipun badai matahari bukan fenomena baru, intensitas dan frekuensinya diproyeksikan akan meningkat seiring dengan perubahan siklus aktivitas matahari.

Para peneliti terus memantau aktivitas matahari dan dampaknya terhadap Bumi, dengan harapan dapat mengembangkan sistem peringatan dini dan strategi mitigasi untuk melindungi infrastruktur penting dan kehidupan di planet kita.

Mencari Kehidupan di Luar Bumi sebagai Jalan Keluar

Menghadapi prediksi mengenai masa depan Bumi yang suram, para ilmuwan dan peneliti telah mulai mencari solusi dengan mengeksplorasi kemungkinan kehidupan di luar planet kita. Mars telah menjadi kandidat utama sebagai planet alternatif yang potensial bagi manusia untuk bermigrasi.

Para ahli percaya bahwa jika mereka dapat menemukan atau menciptakan lingkungan yang dapat dihuni di planet lain, ini bisa menjadi rencana penyelamatan sebelum Bumi menjadi tidak layak huni. Elon Musk, CEO SpaceX, bahkan telah menyatakan bahwa jika SpaceX berhasil membawa manusia ke Mars, itu akan menjadi warisan terbesarnya.

Namun, bertahan hidup di Mars atau planet lain tidak akan mudah. Diperlukan investasi besar dalam hal uang, waktu, serta kapasitas emosional dan psikologis untuk membangun kehidupan baru, terutama jika ingin menyamai kualitas hidup yang kita miliki di Bumi. Para ilmuwan menunjukkan bahwa kemajuan dalam teknologi mungkin memberikan cara untuk menunda atau menghindari situasi yang mengerikan ini.

Meskipun kolonisasi ruang angkasa menjadi kompetisi yang semakin intens di antara berbagai negara dan perusahaan swasta, masih belum ada jaminan apakah manusia akan mampu menghindari takdir akhir ini. Tantangan teknis, biologis, dan psikologis untuk menciptakan koloni manusia yang berkelanjutan di luar Bumi tetap menjadi hambatan yang signifikan yang harus diatasi.

Peran Teknologi dalam Penyelamatan Umat Manusia

Dengan NASA yang semakin jelas tentang akhir dunia, para ilmuwan sedang bekerja keras untuk menyelamatkan umat manusia. Pertanyaan besarnya adalah: bisakah teknologi menyelamatkan kita? Para ahli mengklaim bahwa inovasi dan kemajuan dalam sistem pendukung kehidupan dapat menyediakan oksigen dan air dalam ruang tertutup, yang berarti manusia dapat bertahan hidup dalam habitat buatan.

Sistem pendukung kehidupan canggih mungkin memungkinkan manusia untuk menciptakan lingkungan tertutup yang mampu mendukung kehidupan bahkan dalam kondisi ekstrem. Teknologi seperti ini akan sangat penting tidak hanya untuk kolonisasi ruang angkasa tetapi juga untuk bertahan hidup di Bumi ketika kondisinya mulai memburuk.

Namun, pertanyaan yang tersisa adalah: sampai kapan? Tubuh manusia tidak dibangun untuk bertahan hidup dalam lingkungan semacam itu, dan seiring waktu, hal ini masih dapat menyebabkan hal yang sama yang kita coba hindari - kematian dan kepunahan. Satu miliar tahun memang terasa terlalu jauh untuk dikhawatirkan tentang akhir dunia, tetapi keputusan hari ini adalah solusi untuk masa depan.

Para ilmuwan terus mencari terobosan teknologi yang dapat membantu kita baik untuk memperpanjang kehidupan di Bumi maupun untuk memungkinkan ekspansi ke planet lain. Apakah teknologi akan menjadi penyelamat umat manusia atau hanya memperpanjang waktu sebelum kepunahan yang tak terelakkan, hanya waktu yang akan menjawabnya.

Oksigen Menipis: Kematian Sunyi Bumi

Masa depan jauh Bumi tidak akan berakhir dalam api atau es, tetapi dalam keheningan - memudarnya secara perlahan oksigen yang memungkinkan kehidupan kompleks. Itulah kesimpulan dari penelitian baru dari Universitas Toho di Jepang, didukung oleh pemodelan planet NASA.

Tim peneliti menggunakan simulasi canggih untuk melacak bagaimana atmosfer Bumi akan berevolusi, mengungkapkan kebenaran yang mengerikan: sekitar satu miliar tahun dari sekarang, udara yang kita hirup akan menghilang. Pemicunya adalah Matahari. Seiring bertambahnya usia, Matahari akan tumbuh lebih panas dan lebih terang, secara halus tapi terus-menerus mengganggu sistem iklim Bumi.

Lebih banyak air akan menguap, tutupan awan akan bergeser dan suhu permukaan akan meningkat. Panas yang meningkat ini akan melemahkan siklus karbon, proses yang diandalkan tumbuhan untuk mengubah sinar matahari menjadi oksigen. Dengan kehidupan tumbuhan yang menurun, produksi oksigen akan menurun.

Seiring waktu, kadar oksigen akan anjlok, akhirnya mengembalikan atmosfer ke keadaan seperti awalnya - kaya akan metana, miskin akan udara penopang kehidupan. Ketika titik kritis itu tercapai, kehidupan kompleks akan menghilang dengan diam. Hewan, burung, bahkan serangga semuanya akan lenyap. Hanya mikroba yang paling tangguh, seperti yang pernah berkembang di dunia tanpa oksigen awal Bumi, yang mungkin bertahan.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|