7 Fakta Etomidate, Obat Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Vape

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini, etomidate menjadi sorotan publik setelah terunkapnya kasus penyelundupan yang melibatkan artis Jonathan Frizzy. Etomidate merupakan obat anestesi yang seharusnya hanya digunakan dalam prosedur medis resmi, namun kini mulai disalahgunakan dengan dimasukkan ke dalam cairan rokok elektrik atau vape. 

Penggunaan etomidate semacam ini tentu sangat berbahaya karena zat ini memiliki efek yang kuat pada sistem saraf pusat dan seharusnya hanya diberikan oleh tenaga medis profesional. Efek etomidate dapat muncul dalam waktu sangat singkat, biasanya kurang dari satu menit setelah disuntikkan ke pembuluh darah. Namun perlu diketahui bahwa penggunaan etomidate tanpa pengawasan medis profesional dapat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan mental dan fisik penggunanya.

Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta, Ajun Komisaris Michael Tandayu, telah menegaskan bahaya penyalahgunaan etomidate yang dikonsumsi melalui vape. Zat ini memang bukan tergolong narkotika, melainkan obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter dan dalam konteks medis yang tepat. 

Penyalahgunaan etomidate dapat menyebabkan efek samping berbahaya, mulai dari gangguan kesadaran hingga kerusakan sistem saraf yang permanen jika digunakan secara tidak tepat. Untuk lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum fakta-fakta Etomidate, pada Selasa (6/5).

Mulai dari Jonathan Frizzy saksi kasus vape isi obat keras hingga nenek Jerome Polin meninggal di News Flash Showbiz Liputan6.com.

Apa Itu Etomidate?

Etomidate adalah obat anestesi yang biasa digunakan dalam dunia medis untuk membuat pasien tidak sadar sebelum menjalani prosedur operasi, terutama operasi yang berdurasi singkat. Obat ini bekerja sangat cepat—biasanya dalam waktu satu menit setelah disuntikkan ke pembuluh darah—dan efeknya bisa bertahan sekitar 3 hingga 5 menit, tergantung pada dosis yang diberikan.

Meski bisa membuat seseorang tertidur atau tidak sadar, penting untuk diketahui bahwa etomidate bukan obat penghilang rasa sakit. Obat ini hanya membuat tubuh berada dalam kondisi sedasi atau tidur dalam konteks medis, tanpa menghilangkan rasa nyeri. Oleh karena itu, dalam praktik medis yang benar, etomidate biasanya digunakan bersamaan dengan obat lain saat operasi berlangsung untuk memastikan pasien tidak merasakan sakit.

Cara Kerja Etomidate

Cara kerja etomidate berkaitan erat dengan bagian otak bernama sistem aktivasi retikuler, yaitu pusat yang bertanggung jawab menjaga kesadaran seseorang. Etomidate memengaruhi zat kimia alami di otak yang disebut GABA (gamma-aminobutyric acid), yang berfungsi menghambat aktivitas berlebihan di otak. Obat ini memperkuat kerja GABA dengan cara menempel pada reseptor GABA-A di sel-sel saraf otak.

Selain itu, etomidate juga menghambat sistem motorik ekstrapiramidal yang mengatur gerakan otot otomatis, sehingga bisa menyebabkan sentakan atau kedutan otot tak sadar setelah pemberian obat ini. Sistem motorik ekstrapiramidal adalah bagian dari sistem motorik yang bertanggung jawab atas gerakan tubuh yang tidak disengaja, seperti gerakan otomatis dan pengaturan postur. Hal inilah yang menyebabkan seseorang yang diberi etomidate akan kehilangan kendali atas gerakan tubuhnya untuk sementara waktu.

Penggunaan Medis Etomidate

Dalam dunia kedokteran, etomidate digunakan dengan sangat hati-hati dan dalam pengawasan ketat oleh tenaga medis profesional. Obat ini biasanya disuntikkan melalui pembuluh darah untuk memberikan efek anestesi yang cepat, terutama pada pasien yang akan menjalani prosedur operasi singkat atau memerlukan intubasi endotrakeal (pemasangan selang napas).

Menariknya, etomidate memiliki keunikan dibandingkan dengan obat anestesi lainnya karena tidak memengaruhi fungsi otot jantung, denyut jantung, curah jantung, atau sirkulasi darah. Karena karakteristik ini, etomidate sering dipilih untuk pasien dengan kondisi jantung yang tidak stabil. Selain itu, obat ini juga menurunkan kadar hormon stres (kortisol) hingga 24 jam. Dalam beberapa kasus khusus, etomidate bahkan digunakan di luar indikasi resminya untuk menurunkan kadar kortisol pada pasien sindrom Cushing, yaitu kondisi dengan produksi kortisol berlebihan.

Bahaya Penyalahgunaan Etomidate

Penyalahgunaan etomidate, terutama melalui vape seperti dalam kasus yang melibatkan Jonathan Frizzy, sangat berbahaya bagi kesehatan. Michael Tandayu dari Polres Bandara Soekarno-Hatta menekankan bahwa menghirup zat ini dapat menyebabkan dampak negatif yang serius pada kesehatan mental dan fisik pengguna, termasuk risiko kerusakan jangka panjang.

Penggunaan etomidate tanpa pengawasan dokter dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang umum terjadi antara lain rasa kantuk, sakit perut, muntah, berkedut, dan nyeri di tempat suntikan (dalam konteks medis). Namun, penyalahgunaan melalui vape bisa menimbulkan efek yang lebih serius seperti sakit kepala parah, pingsan, kulit merah, kekakuan otot, hingga kesulitan mengendalikan gerakan tubuh. Efek-efek ini bisa menjadi lebih berbahaya karena dosis yang tidak terkontrol ketika digunakan secara tidak sah.

Kasus Penyelundupan Etomidate

Kasus penyelundupan etomidate yang menyeret nama Jonathan Frizzy bermula ketika polisi menangkap tiga orang tersangka, yakni BTR, EDS, dan wanita berinisial ER. Penangkapan diawali saat polisi menangkap BTR pada Maret 2025 atas temuan 100 buah vape mengandung etomidate oleh Bea Cukai Soekarno-Hatta. Dari hasil pemeriksaan tersebut, penyelidikan mengerucut kepada Jonathan Frizzy atau Ijonk.

Hasil pendalaman polisi mengungkapkan bahwa peran Jonathan Frizzy tidak sekadar memesan likuid etomidate dari luar negeri. Ia juga diduga mengatur pengiriman obat keras tersebut dalam sebuah grup WhatsApp yang diberi nama 'Berangkat'. Grup tersebut beranggotakan Jonathan Frizzy, tersangka ER, BTR, dan EDS, dan dibuat khusus untuk membahas soal pengiriman zat etomidate dari Malaysia. Di dalam grup tersebut, Jonathan Frizzy juga memberikan informasi terkait penginapan dan hotel di Kuala Lumpur serta mengatur proses membawa zat tersebut ke Jakarta.

Ancaman Hukum Bagi Pelaku

Jonathan Frizzy kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan vape likuid mengandung obat keras jenis etomidate. Penetapan tersangka dilakukan setelah polisi melakukan pemeriksaan intensif dan mengonfrontasi keterangan para tersangka yang telah ditangkap sebelumnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan bahwa Jonathan Frizzy dikenakan jeratan Pasal 435 Subsider pasal 436 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 KUHPidana. Dengan jeratan pasal tersebut, Jonathan Frizzy terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun atau pidana denda paling banyak 5 miliar rupiah. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat tentang bahaya dan konsekuensi hukum dari penyalahgunaan obat keras seperti etomidate.

Regulasi dan Pengawasan Obat Keras

Kasus penyalahgunaan etomidate menyoroti pentingnya regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap peredaran obat-obatan keras di Indonesia. Etomidate, sebagai obat anestesi, seharusnya hanya tersedia di fasilitas kesehatan dan digunakan oleh tenaga medis profesional sesuai dengan prosedur yang benar.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama dengan Kementerian Kesehatan memiliki peran penting dalam mengawasi peredaran obat-obatan keras, termasuk etomidate. Masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran tentang bahaya menggunakan obat-obatan tanpa resep dokter, terlebih lagi jika obat tersebut digunakan dengan cara yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti melalui vape. Pendidikan yang berkelanjutan tentang bahaya penyalahgunaan obat keras perlu terus dilakukan untuk mencegah kasus serupa terulang di masa depan.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|