Liputan6.com, Jakarta Palung Nankai merupakan salah satu formasi geologi paling berbahaya di dunia yang terletak di lepas pantai Pasifik barat daya Jepang. Dengan panjang sekitar 900 kilometer, Palung Nankai telah menjadi sumber kekhawatiran bagi pemerintah dan masyarakat Jepang karena potensi megaquake atau gempa dahsyat yang dapat ditimbulkannya. Para ahli geologi telah melakukan berbagai penelitian mendalam tentang karakteristik Palung Nankai dan pola aktivitas seismiknya untuk memahami risiko bencana yang mengintai.
Berdasarkan catatan sejarah, Palung Nankai telah memicu beberapa gempa bumi dahsyat yang merusak sepanjang sejarah Jepang. Akumulasi tekanan tektonik di Palung Nankai dapat mengakibatkan gempa besar dengan perkiraan siklus sekitar 100-150 tahun sekali. Kondisi tektonik di area Palung Nankai ditandai dengan subduksi Lempeng Filipina di bawah Lempeng Eurasia, menciptakan zona yang sangat aktif secara seismik. Pemahaman yang komprehensif tentang Palung Nankai menjadi kunci dalam upaya mitigasi bencana di Jepang.
Pemerintah Jepang telah meningkatkan tingkat kewaspadaan terhadap potensi bencana dari Palung Nankai, terutama setelah dikeluarkannya peringatan gempa besar pertama tahun lalu yang menyebutkan "ada peluang relatif lebih tinggi" terjadi gempa dengan kekuatan 9 magnitudo. Komite riset gempa pemerintah Jepang baru-baru ini mengubah perkiraannya mengenai kemungkinan terjadinya gempa dahsyat Palung Nankai dalam 30 tahun ke depan menjadi sekitar 80 persen, meningkat dari perkiraan sebelumnya yang berkisar antara 70 hingga 80 persen. Angka ini menunjukkan besarnya ancaman yang ditimbulkan oleh aktivitas Palung Nankai terhadap kehidupan dan perekonomian Jepang.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum penjelasan lengkapnya, pada Senin (7/4).
Para pekerja di barat daya Jepang pada hari Selasa bekerja untuk membersihkan jalan yang diblokir oleh tanah longsor kecil dan memperbaiki pipa air bawah tanah, sehari setelah gempa bumi berkekuatan 6,6 skala Richter menghantam wilayah tersebut.
Karakteristik Geologis Palung Nankai
Palung Nankai membentang sepanjang sekitar 900 kilometer di lepas pantai Pasifik Jepang, mulai dari wilayah tengah hingga barat daya negeri tersebut. Secara geologis, Palung Nankai merupakan zona subduksi di mana Lempeng Filipina menunjam di bawah Lempeng Eurasia. Proses subduksi ini menghasilkan akumulasi energi yang luar biasa besar dan dapat memicu gempa bumi dengan kekuatan yang dahsyat ketika energi tersebut dilepaskan secara tiba-tiba.
Para ahli geologi telah mengidentifikasi lima segmen berbeda (A-E) di sepanjang Palung Nankai. Segmen-segmen ini dapat pecah secara terpisah atau bersama-sama, dan telah terbukti mengalami ruptur berulang kali selama 1.300 tahun terakhir. Ketika beberapa segmen pecah secara bersamaan, potensi kekuatan gempa yang dihasilkan dapat mencapai skala 8 hingga 9 magnitudo, yang termasuk dalam kategori megaquake atau gempa dahsyat.
Karakteristik unik dari Palung Nankai adalah kecenderungannya untuk menghasilkan gempa berpasangan dengan selang waktu yang relatif singkat di antara keduanya. Pola ini telah teramati pada beberapa peristiwa gempa historis, seperti yang terjadi pada tahun 1854, serta gempa serupa pada tahun 1944 dan 1946. Dalam setiap kasus, segmen timur laut pecah terlebih dahulu sebelum segmen barat daya, menunjukkan pola perambatan stress yang konsisten.
Kondisi tektonik di area Palung Nankai dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara Lempeng Filipina dan Lempeng Eurasia. Gerakan pada batas lempeng konvergen ini tidak hanya menyebabkan gempa bumi, tetapi juga dapat memicu tsunami yang mematikan. Pemahaman mendalam tentang karakteristik geologis Palung Nankai menjadi sangat penting dalam upaya prediksi dan mitigasi bencana di Jepang.
Sejarah Gempa Bumi Palung Nankai
Sejarah gempa bumi yang dihasilkan oleh Palung Nankai dapat ditelusuri hingga berabad-abad lamanya, dengan catatan yang cukup detail berkat tradisi pencatatan Jepang yang baik. Salah satu gempa bumi historis yang paling signifikan adalah Gempa Bumi Nankai 1498 (Meiō Jishin), yang terjadi di lepas pantai Nankaidō, wilayah Kyushu, Jepang. Gempa yang terjadi pada 20 September 1498 ini diperkirakan memiliki kekuatan sekitar 8,6 MS dan memicu tsunami besar yang menghancurkan.
Gempa Nankai 1498 diperkirakan telah memecah segmen C, D, dan E dari Palung Nankai, dan kemungkinan juga segmen A dan B. Bencana ini menyebabkan korban jiwa yang sangat besar, dengan perkiraan antara 26.000 hingga 31.000 jiwa meninggal dunia. Tsunami yang diakibatkan oleh gempa ini bahkan menghanyutkan bangunan tempat patung Buddha Besar di Kōtoku-in di Kamakura, menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan dari bencana tersebut.
Selain gempa tahun 1498, Palung Nankai juga menjadi sumber dari beberapa gempa besar lainnya. Segmen Tōkai, yang merupakan bagian dari sistem Palung Nankai, telah dilanda gempa bumi pada tahun 1498, 1605, 1707, dan 1854. Keteraturan sejarah gempa bumi ini menunjukkan pola siklus sekitar 100 hingga 150 tahun, yang menjadi dasar bagi para ahli seperti Kiyoo Mogi untuk memperkirakan bahwa gempa bumi besar lainnya mungkin terjadi dalam beberapa dekade mendatang.
Pada tahun 2011, Jepang diguncang gempa dengan kekuatan 9 skala Richter yang menewaskan 15 ribu orang. Meskipun gempa ini tidak secara langsung berhubungan dengan Palung Nankai, peristiwa ini menjadi pengingat akan kerentanan Jepang terhadap bencana seismik dan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi potensi gempa dari Palung Nankai yang diprediksi akan lebih dahsyat.
Prediksi dan Potensi Dampak Megaquake Palung Nankai
Pemerintah Jepang telah melakukan berbagai studi dan simulasi untuk memprediksi potensi dampak dari megaquake yang dihasilkan oleh Palung Nankai. Berdasarkan laporan terbaru dari Kantor Kabinet Jepang yang dirilis pada Senin (31/3), gempa dahsyat di Palung Nankai bisa merugikan hingga US$1,8 triliun atau sekitar Rp29,8 ribu triliun (dengan asumsi kurs Rp16.550 per dolar AS) dan berpotensi menewaskan 300 ribu jiwa.
Dalam laporan tersebut, pemerintah Jepang memperkirakan potensi gempa besar yang memicu tsunami bisa menyebabkan kerugian ekonomi mencapai 270,3 triliun yen. Perkiraan ini telah memperhitungkan tekanan inflasi dan data terkini dampak luas area banjir. Angka kerugian ini nyaris mencapai setengah dari total produk domestik bruto (PDB) Jepang dan meningkat dari penilaian di laporan sebelumnya yang mencatat potensi kerugian 214 triliun yen.
Berdasarkan skenario terburuk, sekitar 1,23 juta warga di Jepang akan menjadi pengungsi dan 298 ribu jiwa bisa meninggal dunia akibat tsunami dan bangunan runtuh jika gempa terjadi pada malam hari. Prediksi ini menunjukkan betapa besar potensi kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh megaquake Palung Nankai, dan menjadi dasar bagi pemerintah Jepang untuk meningkatkan upaya mitigasi bencana.
Komite riset gempa pemerintah Jepang telah mengubah perkiraannya mengenai kemungkinan terjadinya gempa dahsyat Palung Nankai dalam 30 tahun ke depan menjadi sekitar 80 persen, meningkat dari perkiraan sebelumnya. Probabilitas gempa dahsyat Palung Nankai telah mengalami peningkatan bertahap, dari 60 hingga 70 persen pada 2013 saat perhitungan untuk gempa tersebut dimulai, menjadi sekitar 70 persen pada 2014, dan mencapai 70 hingga 80 persen pada 2018. Komite tersebut juga mengungkapkan bahwa kemungkinan akan terus meningkat selama gempa dahsyat yang diperkirakan itu belum terjadi.
Upaya Mitigasi dan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
Menghadapi ancaman besar dari Palung Nankai, pemerintah Jepang telah mengembangkan berbagai strategi mitigasi dan kesiapsiagaan bencana yang komprehensif. Sistem peringatan dini gempa bumi Jepang dikenal sebagai salah satu yang paling canggih di dunia, dirancang untuk memberikan peringatan kepada masyarakat beberapa detik hingga menit sebelum gelombang seismik utama tiba, memberikan waktu berharga bagi evakuasi dan tindakan pengamanan.
Infrastruktur di Jepang dibangun dengan standar anti-gempa yang sangat ketat. Bangunan modern di Jepang dirancang untuk bertahan dari guncangan kuat, dengan teknologi seperti peredam getaran dan fondasi fleksibel yang memungkinkan struktur untuk bergerak dengan gelombang seismik tanpa runtuh. Jepang juga telah membangun jaringan tembok laut dan sistem pertahanan tsunami di sepanjang garis pantai yang rentan, termasuk area yang berhadapan dengan Palung Nankai.
Pendidikan dan latihan kesiapsiagaan bencana dimulai sejak usia dini di sekolah-sekolah Jepang. Masyarakat secara rutin berpartisipasi dalam simulasi bencana, dan informasi tentang rute evakuasi dan titik pertemuan darurat tersedia secara luas. Pemerintah Jepang juga telah mengembangkan peta risiko yang detail untuk daerah-daerah yang berpotensi terkena dampak gempa dan tsunami dari Palung Nankai.
Investasi dalam penelitian dan teknologi terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang Palung Nankai dan meningkatkan kemampuan prediksi. Jaringan sensor seismik yang luas telah dipasang di sekitar Palung Nankai untuk memantau aktivitas tektonik dan mendeteksi perubahan yang mungkin mengindikasikan peningkatan risiko gempa. Meskipun prediksi gempa yang tepat masih merupakan tantangan besar dalam ilmu seismologi, upaya ini bertujuan untuk memberikan peringatan sedini mungkin jika terjadi peningkatan aktivitas yang mencurigakan.
Palung Nankai merupakan ancaman seismik yang sangat signifikan bagi Jepang, dengan potensi untuk memicu megaquake yang dapat menyebabkan kerusakan dan korban jiwa dalam skala besar. Dengan probabilitas terjadinya gempa dahsyat yang mencapai 80 persen dalam 30 tahun ke depan, tidak mengherankan jika pemerintah Jepang menganggap ancaman ini dengan sangat serius dan mengalokasikan sumber daya yang substansial untuk mitigasi dan kesiapsiagaan.
Pemahaman yang mendalam tentang karakteristik geologis Palung Nankai, sejarah gempa yang dihasilkannya, dan prediksi potensi dampaknya menjadi kunci dalam upaya mengurangi risiko bencana. Jepang telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menghadapi ancaman ini melalui berbagai upaya mitigasi, mulai dari pembangunan infrastruktur tahan gempa hingga pendidikan masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana.
Meskipun teknologi dan ilmu pengetahuan terus berkembang, prediksi gempa yang tepat masih merupakan tantangan besar. Namun, dengan terus meningkatkan pemahaman tentang Palung Nankai dan memperkuat upaya mitigasi, diharapkan Jepang dapat meminimalkan dampak dari megaquake yang ditakutkan ini ketika akhirnya terjadi.
Pengalaman Jepang dalam menghadapi ancaman Palung Nankai juga dapat menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain yang berada di zona seismik aktif, termasuk Indonesia yang terletak di Cincin Api Pasifik. Kolaborasi internasional dalam penelitian seismologi dan berbagi praktik terbaik dalam mitigasi bencana dapat membantu mengurangi risiko global dari bencana seismik.