Menghidupkan Kembali Empang Pangkep, Herman Djide: Menjemput Kejayaan Bolu Ternikmat Nusantara

PANGKEP SULSEL - Pangkajene Kepulauan, atau Pangkep, pernah menjadi ikon kemakmuran pesisir di Sulawesi Selatan. Nama daerah ini harum di seluruh Nusantara karena satu hal: ikan bandeng atau bolu yang rasanya gurih, lembut, dan khas. Namun, kejayaan itu kini mulai meredup. Banyak empang yang dulu penuh kehidupan kini terbengkalai, berlumut, dan ditinggalkan. Pertanyaannya: mengapa tambak-tambak yang dulu menjadi sumber rezeki kini tak lagi produktif seperti dulu?

Salah satu penyebab utama adalah degradasi fisik tambak. Empang yang sudah puluhan tahun beroperasi tanpa perbaikan mengalami pendangkalan, saluran air tersumbat, dan pintu air rusak. Ketika air tidak mengalir dengan baik, kualitas habitat bandeng menurun drastis. Bandeng membutuhkan keseimbangan antara air laut dan air tawar, dan rusaknya sistem irigasi tambak membuat keseimbangan itu sulit tercapai.

Masalah lain datang dari mutu benih dan pakan yang menurun. Banyak petambak masih bergantung pada nener alami yang tidak terjamin kualitasnya. Di sisi lain, harga pakan komersial yang tinggi membuat petambak kecil kesulitan membeli, sehingga mereka tetap mengandalkan pakan alami seadanya. Akibatnya, pertumbuhan bandeng lambat dan ukuran panen tidak maksimal.

Perubahan iklim pun memberi dampak besar. Pola hujan tak menentu dan suhu ekstrem membuat salinitas air tambak naik turun secara drastis. Bandeng yang sensitif terhadap perubahan lingkungan mudah stres, bahkan mati massal. Ini menjadi ancaman serius bagi petambak yang mengandalkan musim untuk menebar dan panen.

Selain faktor alam, kurangnya inovasi dan modernisasi sistem budidaya juga menjadi penghambat. Banyak empang masih dikelola secara tradisional tanpa teknologi aerasi, sistem sirkulasi air, atau pemantauan kualitas air berbasis digital. Padahal, di era kini, teknologi tambak pintar (smart pond system) sudah terbukti mampu menggandakan produktivitas tanpa memperbesar biaya operasional secara signifikan.

Persoalan ekonomi juga menjadi pengikat dari seluruh masalah di atas. Akses permodalan bagi petambak kecil masih sangat terbatas. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem tengkulak yang membeli hasil panen dengan harga rendah. Di sisi lain, harga ikan bandeng di pasar kota besar melambung tinggi. Rantai distribusi yang panjang membuat petambak di Pangkep tidak menikmati hasil jerih payahnya secara adil.

Namun, kondisi ini tidak harus menjadi akhir. Solusi kebangkitan bisa dimulai dari langkah-langkah sederhana: rehabilitasi tambak tua, perbaikan saluran air, dan penggunaan benih unggul. Pemerintah daerah perlu menggandeng akademisi, lembaga penelitian, dan pihak swasta untuk menciptakan pilot project tambak modern yang bisa menjadi contoh bagi masyarakat luas.

Lebih jauh, perlu dibangun ekosistem ekonomi perikanan yang berkelanjutan. Koperasi tambak modern bisa menjadi wadah petambak bersatu, berbagi teknologi, dan menegosiasikan harga jual yang lebih adil. Sementara itu, produk olahan bandeng seperti presto, abon, nugget, atau bandeng tanpa duri dapat menjadi nilai tambah yang memperkuat merek “Bolu Pangkep” sebagai identitas kuliner unggulan daerah.

Kebangkitan empang juga harus diiringi dengan branding besar-besaran. Label geografis atau Geographical Indication (GI) “Bandeng Pangkep” bisa menjadi jaminan mutu yang diakui secara nasional. Ini bukan sekadar tentang ikan, tetapi tentang harga diri daerah — tentang warisan yang harus dijaga dan diteruskan

Kini saatnya Pangkep menatap kembali laut dan empangnya dengan semangat baru. Kejayaan masa lalu bukanlah nostalgia, melainkan sumber inspirasi untuk bangkit. Dengan dukungan teknologi, kolaborasi, dan kepemimpinan yang visioner, Pangkep bisa kembali berjaya sebagai penghasil bolu ternikmat di Nusantara. Karena di balik setiap empang yang hidup, ada kehidupan masyarakat yang sejahtera dan identitas daerah yang kembali bersinar.

Pangkep 26 Oktober 2025

Herman Djide 

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan