Waspada Diabetes: Kenali Gejala, Jenis, dan Cara Pencegahannya

7 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang semakin banyak diderita masyarakat global, termasuk di Indonesia. Penyakit diabetes ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah akibat gangguan pada produksi insulin atau resistensi tubuh terhadap insulin. Menurut data dari World Health Organization (WHO), jumlah pengidap diabetes terus meningkat secara signifikan dari 200 juta pada tahun 1990 menjadi 830 juta pengidap pada tahun 2022.

Penanganan diabetes yang tepat menjadi sangat penting mengingat komplikasi serius yang dapat ditimbulkannya. Tanpa pengelolaan yang baik, diabetes dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada organ vital seperti jantung, ginjal, mata, dan sistem saraf. Bahkan pada tahun 2021, diabetes dan penyakit ginjal akibat komplikasi diabetes telah menyebabkan lebih dari 2 juta kematian di seluruh dunia.

Memahami segala aspek tentang diabetes menjadi kunci dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit ini. Mulai dari mengenali gejala awal diabetes, mengetahui faktor risiko, hingga memahami cara pengobatan dan pencegahan komplikasinya. Dengan pengetahuan yang komprehensif tentang diabetes, seseorang dapat mengambil langkah-langkah preventif yang tepat atau mendapatkan penanganan yang optimal jika sudah didiagnosis dengan penyakit ini.

Berikut penjelasan lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum pada Senin (7/4).

Banyak kepercayaan masyarakat dalam menjalani pola makan bagi diabetesi, salah satunya mengonsumsi nasi kemarin. Nasi yang telah dibiarkan seharian ini diklaim lebih bagus untuk menjaga kadar gula darah ketimbang nasi yang baru matang.

Apa Itu Diabetes?

Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa (gula) dalam darah melebihi batas normal. Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Pada orang sehat, hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa dari darah sehingga kadar gula darah tetap terkendali. Namun, pada penderita diabetes, terjadi gangguan dalam proses ini.

Kadar gula darah normal pada manusia berkisar antara 70-99 mg/dL. Ketika kadar gula darah mencapai 100-125 mg/dL, seseorang dinyatakan mengalami prediabetes, yaitu kondisi yang bisa berkembang menjadi diabetes jika tidak ditangani dengan baik. Sementara itu, ketika kadar gula darah mencapai 126 mg/dL atau lebih tinggi, seseorang sudah dinyatakan mengidap diabetes. Kondisi tingginya kadar gula darah ini dikenal sebagai hiperglikemia.

Diabetes sering juga disebut sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah tinggi. Istilah "kencing manis" muncul karena salah satu gejala utama diabetes adalah sering buang air kecil (poliuria) dengan urine yang mengandung glukosa. Sementara penyebutan "gula darah tinggi" merujuk pada kondisi hiperglikemia yang merupakan ciri khas dari penyakit ini.

Jika tidak dikelola dengan baik, diabetes dapat menyebabkan komplikasi serius yang berpotensi merusak berbagai organ dan jaringan tubuh. Komplikasi tersebut meliputi kerusakan pada jantung dan pembuluh darah (penyakit kardiovaskular), ginjal (nefropati diabetik), mata (retinopati diabetik), saraf (neuropati diabetik), dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Oleh karena itu, diagnosis dini dan pengelolaan yang tepat menjadi sangat penting untuk mencegah atau menunda timbulnya komplikasi diabetes.

Jenis-Jenis Diabetes

Diabetes melitus terbagi menjadi beberapa jenis dengan karakteristik, penyebab, dan penanganan yang berbeda. Pemahaman tentang jenis-jenis diabetes ini penting untuk diagnosis dan pengelolaan yang tepat. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai jenis-jenis diabetes yang umum ditemui:

Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin (sel beta) di pankreas. Akibatnya, tubuh tidak dapat memproduksi insulin sama sekali atau sangat sedikit. Kondisi ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan menumpuk dalam aliran darah.

Diabetes tipe 1 umumnya muncul pada masa kanak-kanak atau remaja, meskipun bisa juga terjadi pada usia berapa pun. Gejala diabetes tipe 1 cenderung muncul secara tiba-tiba dan berkembang dengan cepat. Penderita diabetes tipe 1 memerlukan terapi insulin seumur hidup untuk bertahan hidup karena tubuh mereka tidak mampu memproduksi insulin sendiri.

Faktor risiko untuk diabetes tipe 1 meliputi riwayat keluarga dengan diabetes tipe 1, usia (terutama 4-7 tahun atau 10-14 tahun), faktor geografis (tinggal jauh dari garis khatulistiwa), dan faktor pemicu tertentu seperti konsumsi susu sapi pada usia dini atau infeksi virus tertentu.

Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling umum, mencakup sekitar 90-95% dari semua kasus diabetes. Pada diabetes tipe 2, tubuh masih dapat memproduksi insulin, tetapi sel-sel tubuh tidak merespons insulin dengan baik—kondisi yang dikenal sebagai resistensi insulin. Akibatnya, glukosa tidak dapat digunakan dengan efisien sebagai sumber energi dan menumpuk dalam darah.

Berbeda dengan diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 berkembang secara bertahap dan sering tidak menunjukkan gejala sampai komplikasi mulai muncul. Diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang dewasa, terutama mereka yang berusia di atas 45 tahun, tetapi seiring dengan meningkatnya obesitas pada anak-anak, diabetes tipe 2 juga semakin banyak ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda.

Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 meliputi kelebihan berat badan atau obesitas, distribusi lemak perut yang tinggi, gaya hidup tidak aktif, riwayat keluarga dengan diabetes tipe 2, etnis tertentu (kulit hitam, Hispanik, Native American, dan Asia-Amerika), serta kondisi prediabetes.

Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang muncul selama kehamilan pada wanita yang sebelumnya tidak memiliki diabetes. Kondisi ini terjadi ketika hormon-hormon kehamilan mengganggu kerja insulin, menyebabkan resistensi insulin dan peningkatan kadar gula darah.

Meskipun diabetes gestasional biasanya menghilang setelah kelahiran, wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari. Selain itu, diabetes gestasional juga dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan seperti persalinan prematur, preeklampsia, dan bayi dengan berat badan berlebih.

Faktor risiko untuk diabetes gestasional meliputi memiliki prediabetes, pernah mengalami diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya, usia di atas 25 tahun saat hamil, obesitas, dan riwayat keluarga dengan diabetes.

Prediabetes

Prediabetes adalah kondisi di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal tetapi belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes tipe 2. Dengan kadar gula darah puasa antara 100-125 mg/dL, prediabetes merupakan peringatan bahwa seseorang berisiko tinggi mengembangkan diabetes tipe 2 jika tidak melakukan perubahan gaya hidup.

Prediabetes umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas, sehingga banyak orang tidak menyadari bahwa mereka mengalami kondisi ini. Deteksi dini melalui pemeriksaan rutin kadar gula darah sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko diabetes.

Penting untuk dipahami bahwa prediabetes tidak selalu berkembang menjadi diabetes tipe 2. Dengan perubahan gaya hidup seperti penurunan berat badan, diet sehat, dan aktivitas fisik reguler, seseorang dengan prediabetes dapat mengembalikan kadar gula darahnya ke level normal dan mengurangi risiko diabetes.

Penyebab Diabetes

Diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan glukosa dengan efektif sebagai sumber energi, menyebabkan penumpukan gula dalam darah. Penyebab spesifik dari kondisi ini bervariasi tergantung pada jenis diabetes yang diderita. Memahami penyebab-penyebab ini penting untuk mencegah dan mengelola diabetes dengan tepat.

Penyebab Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel beta penghasil insulin di pankreas. Serangan ini menghancurkan kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin, hormon yang dibutuhkan untuk mengangkut glukosa dari aliran darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi.

Mengapa sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel ini masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi para peneliti percaya bahwa kombinasi faktor genetik dan pemicu lingkungan berperan penting. Beberapa pemicu potensial yang telah diidentifikasi meliputi infeksi virus tertentu, paparan terhadap beberapa toksin lingkungan, dan konsumsi susu sapi pada usia dini pada bayi yang secara genetik rentan.

Faktor genetik juga berperan penting dalam diabetes tipe 1, dengan beberapa gen tertentu terkait dengan peningkatan risiko. Namun, keberadaan gen-gen ini saja tidak cukup untuk menyebabkan diabetes—faktor lingkungan juga diperlukan untuk memicu perkembangan penyakit ini.

Penyebab Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin dan produksi insulin yang tidak memadai. Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespons insulin secara efektif, sehingga tidak dapat mengambil glukosa dari darah dengan baik. Untuk mengkompensasi hal ini, pankreas bekerja lebih keras untuk memproduksi lebih banyak insulin, tetapi akhirnya tidak dapat menghasilkan cukup insulin untuk mengatasi resistensi.

Kelebihan berat badan dan obesitas adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2, terutama ketika lemak terdistribusi di sekitar perut. Lemak perut menghasilkan hormon dan senyawa lain yang dapat menyebabkan resistensi insulin.

Selain itu, gaya hidup tidak aktif juga berkontribusi terhadap risiko diabetes tipe 2. Aktivitas fisik membantu sel-sel tubuh menggunakan insulin dengan lebih efektif, sehingga kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan resistensi insulin.

Faktor genetik juga berperan dalam diabetes tipe 2, dengan risiko yang lebih tinggi jika ada anggota keluarga yang mengidap penyakit ini. Namun, seperti pada diabetes tipe 1, faktor genetik seringkali berinteraksi dengan faktor lingkungan dan gaya hidup.

Penyebab Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan hormonal selama kehamilan. Plasenta menghasilkan hormon yang dapat menyebabkan resistensi insulin pada tubuh ibu hamil. Biasanya, pankreas dapat memproduksi insulin tambahan untuk mengatasi resistensi ini, tetapi pada beberapa wanita, produksi insulin tidak cukup untuk mengimbangi resistensi, menyebabkan diabetes gestasional.

Faktor risiko untuk diabetes gestasional meliputi kelebihan berat badan atau obesitas sebelum kehamilan, riwayat keluarga dengan diabetes tipe 2, pernah mengalami diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya, dan melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,1 kg.

Diabetes gestasional biasanya menghilang setelah melahirkan, tetapi wanita yang pernah mengalaminya memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari, terutama jika tidak melakukan perubahan gaya hidup yang signifikan.

Faktor Risiko Lain

Selain penyebab spesifik untuk setiap jenis diabetes, ada beberapa faktor risiko umum yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan diabetes, termasuk:

  • Usia lanjut, terutama untuk diabetes tipe 2
  • Riwayat penyakit jantung atau stroke
  • Kondisi medis tertentu seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan sindrom ovarium polikistik (PCOS)
  • Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid dan beberapa antipsikotik
  • Stres kronis, yang dapat meningkatkan kadar hormon seperti kortisol dan adrenalin yang dapat mempengaruhi kadar gula darah

Memahami penyebab dan faktor risiko diabetes merupakan langkah penting dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit ini. Bagi mereka yang memiliki faktor risiko, pemeriksaan rutin kadar gula darah dan perubahan gaya hidup yang tepat dapat membantu mencegah atau menunda timbulnya diabetes.

Gejala Diabetes

Gejala diabetes dapat bervariasi tergantung pada seberapa tinggi kadar gula darah seseorang. Beberapa orang, terutama mereka yang mengalami prediabetes atau diabetes tipe 2 pada tahap awal, mungkin tidak merasakan gejala sama sekali. Namun, ketika kadar gula darah terus meningkat, gejala-gejala khas mulai muncul dan dapat menjadi semakin jelas. Mengenali gejala-gejala ini sejak dini sangat penting untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Gejala Umum Diabetes

Beberapa gejala umum yang dapat dialami oleh penderita diabetes dari berbagai tipe meliputi:

Peningkatan Rasa Haus dan Frekuensi Buang Air Kecil: Ketika kadar gula darah tinggi, ginjal bekerja lebih keras untuk menyaring dan menyerap kelebihan gula. Ketika ginjal tidak dapat mengimbangi, kelebihan gula dikeluarkan ke dalam urin, menarik lebih banyak cairan dari jaringan. Hal ini memicu rasa haus yang lebih sering (polidipsia) dan kebutuhan untuk sering buang air kecil (poliuria).

  • Rasa Lapar yang Berlebihan: Meskipun tubuh menghasilkan atau menerima insulin, diabetes dapat membuat sel-sel kekurangan energi. Hal ini memicu peningkatan rasa lapar (polifagia), terutama setelah makan.
  • Kelelahan: Ketika sel-sel tidak mendapatkan cukup glukosa, tubuh menjadi kekurangan energi, menyebabkan kelelahan dan kelemahan.
  • Pandangan Kabur: Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan cairan ditarik dari lensa mata, mempengaruhi kemampuan untuk fokus dan menyebabkan pandangan kabur atau berubah-ubah.
  • Luka yang Sulit Sembuh: Diabetes dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan luka, mengakibatkan luka yang sembuh lebih lambat dari biasanya, terutama pada kaki.
  • Infeksi yang Sering Terjadi: Penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi kulit, infeksi gusi, infeksi saluran kemih, dan infeksi vagina (pada wanita).
  • Kesemutan atau Mati Rasa: Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan saraf (neuropati), mengakibatkan kesemutan, mati rasa, atau rasa terbakar yang dimulai dari ujung jari atau kaki dan menyebar ke atas.

Gejala Spesifik Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe 1 sering kali berkembang dengan cepat, dengan gejala yang muncul hanya dalam beberapa minggu atau bulan. Selain gejala umum yang disebutkan di atas, beberapa gejala spesifik diabetes tipe 1 meliputi:

  • Penurunan Berat Badan yang Tidak Disengaja: Tanpa insulin untuk membantu glukosa masuk ke dalam sel, tubuh mulai membakar lemak dan otot untuk energi, menyebabkan penurunan berat badan meskipun makan lebih banyak.
  • Kehadiran Keton dalam Urin: Ketika tubuh membakar lemak untuk energi, ia menghasilkan keton, yang dapat menumpuk dalam darah dan urin. Keton dalam jumlah besar dapat menyebabkan ketoasidosis diabetik, suatu kondisi yang mengancam jiwa.
  • Perubahan Suasana Hati: Fluktuasi kadar gula darah dapat mempengaruhi suasana hati, menyebabkan mudah tersinggung atau perubahan suasana hati yang tidak biasa.

Gejala Spesifik Diabetes Tipe 2

Gejala diabetes tipe 2 seringkali berkembang secara bertahap dan mungkin sangat halus. Banyak orang dengan diabetes tipe 2 tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi ini selama bertahun-tahun. Selain gejala umum, beberapa gejala spesifik dari diabetes tipe 2 meliputi:

  • Bercak Hitam di Kulit: Kondisi yang disebut akantosis nigrikans, ditandai dengan bercak hitam di lipatan kulit, terutama di leher, ketiak, dan selangkangan, yang merupakan tanda resistensi insulin.
  • Infeksi Jamur yang Berulang: Kandidiasis, infeksi jamur yang dapat mempengaruhi area hangat dan lembab di tubuh, lebih umum pada penderita diabetes karena peningkatan kadar gula dalam darah, air liur, dan urin memberi jamur lebih banyak makanan.
  • Gejala Penyakit Ginjal: Seperti pembengkakan pada tangan, kaki, dan wajah.

Gejala Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas. Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes gestasional tidak mengalami gejala yang nyata, yang merupakan alasan mengapa skrining rutin selama kehamilan sangat penting.

Beberapa wanita mungkin mengalami peningkatan rasa haus atau buang air kecil, yang merupakan gejala umum kehamilan juga, sehingga sulit dibedakan apakah itu disebabkan oleh diabetes gestasional atau kehamilan normal.

Kapan Harus ke Dokter

Penting untuk berkonsultasi dengan dokter jika Anda mengalami gejala-gejala diabetes atau memiliki faktor risiko untuk kondisi ini. Deteksi dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah komplikasi yang lebih serius di kemudian hari.

Jika Anda mengalami gejala-gejala seperti peningkatan rasa haus, sering buang air kecil, kelelahan yang tidak biasa, atau penurunan berat badan yang tidak disengaja, segera hubungi dokter. Diagnosis dini dapat membantu mencegah perkembangan diabetes dan komplikasinya.

Jika Anda sudah didiagnosis dengan diabetes, penting untuk memantau kadar gula darah secara teratur dan melaporkan perubahan gejala kepada dokter Anda. Perubahan dalam pengobatan atau rencana pengelolaan mungkin diperlukan untuk menjaga kadar gula darah tetap terkendali.

Diagnosis Diabetes

Diagnosis diabetes melibatkan serangkaian tes laboratorium yang mengukur kadar gula darah. Dokter umumnya akan merekomendasikan pemeriksaan jika seseorang menunjukkan gejala diabetes atau memiliki faktor risiko tinggi. Pemahaman tentang proses diagnosis ini penting untuk deteksi dini dan pengelolaan yang tepat.

Berikut adalah beberapa tes utama yang digunakan untuk mendiagnosis diabetes:

1. Tes HbA1C (Hemoglobin A1C)

Tes HbA1C mengukur persentase hemoglobin darah yang terikat dengan glukosa. Ini memberikan gambaran tentang kadar gula darah rata-rata seseorang selama 2-3 bulan terakhir. Keuntungan dari tes ini adalah pasien tidak perlu berpuasa sebelum pengujian.

Hasil tes HbA1C diinterpretasikan sebagai berikut:

  • Normal: Kurang dari 5,7%
  • Prediabetes: 5,7% hingga 6,4%
  • Diabetes: 6,5% atau lebih tinggi

Tes HbA1C mungkin tidak akurat untuk individu dengan kondisi tertentu yang mempengaruhi hemoglobin, seperti anemia, malaria, atau hemoglobinopati.

2. Tes Gula Darah Puasa

Tes gula darah puasa (Fasting Plasma Glucose, FPG) mengukur kadar glukosa dalam darah setelah berpuasa setidaknya selama 8 jam. Pasien biasanya diminta untuk tidak makan atau minum apa pun kecuali air putih semalaman sebelum tes.

Hasil tes gula darah puasa diinterpretasikan sebagai berikut:

  • Normal: Kurang dari 100 mg/dL
  • Prediabetes: 100 mg/dL hingga 125 mg/dL
  • Diabetes: 126 mg/dL atau lebih tinggi

Tes ini biasanya dilakukan pada pagi hari dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk stres dan penyakit.

3. Tes Toleransi Glukosa Oral

Tes toleransi glukosa oral (Oral Glucose Tolerance Test, OGTT) mengukur bagaimana tubuh memproses glukosa setelah mengonsumsi minuman manis yang mengandung 75 gram glukosa. Setelah meminum larutan, kadar gula darah diukur beberapa kali selama dua hingga tiga jam berikutnya.

Hasil tes toleransi glukosa oral diinterpretasikan sebagai berikut:

  • Normal: Kurang dari atau sama dengan 140 mg/dL setelah 2 jam
  • Prediabetes: 140 mg/dL hingga 199 mg/dL setelah 2 jam
  • Diabetes: 200 mg/dL atau lebih tinggi setelah 2 jam

Tes ini terutama digunakan untuk mendiagnosis diabetes gestasional pada wanita hamil.

4. Tes Gula Darah Sewaktu

Tes gula darah sewaktu (Random Plasma Glucose, RPG) dapat dilakukan kapan saja, tanpa memperhatikan kapan terakhir kali pasien makan. Tes ini sering digunakan ketika seseorang menunjukkan gejala diabetes yang parah.

Hasil tes gula darah sewaktu 200 mg/dL atau lebih tinggi, bersama dengan gejala diabetes (seperti peningkatan rasa haus, sering buang air kecil, dan penurunan berat badan yang tidak disengaja), dapat menunjukkan diagnosis diabetes.

Kriteria Diagnosis

Dokter biasanya mendiagnosis diabetes berdasarkan satu atau lebih dari kriteria berikut:

  • Gejala diabetes khas (seperti poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan) ditambah dengan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL.
  • Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori selama setidaknya 8 jam.
  • Glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mg/dL selama OGTT. Tes harus dilakukan sebagaimana diuraikan oleh WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air.
  • HbA1C ≥ 6,5%. Tes harus dilakukan di laboratorium menggunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan terstandardisasi.

Untuk diagnosis yang akurat, tes harus diulangi pada hari yang berbeda kecuali ada hiperglikemia yang tidak ambigu dengan dekompresi metabolik akut.

Tes Tambahan untuk Diagnosis Tipe Diabetes

Setelah diagnosis diabetes ditegakkan, dokter mungkin melakukan tes tambahan untuk menentukan jenis diabetes yang diderita pasien. Tes-tes ini meliputi:

Tes Autoantibodi

Untuk diabetes tipe 1, dokter mungkin memeriksa autoantibodi tertentu yang umum ditemukan pada pasien dengan kondisi ini. Autoantibodi ini meliputi:

  • Antibodi sel islet
  • Antibodi terhadap asam glutamat dekarboksilase (GAD)
  • Antibodi terhadap insulin
  • Antibodi terhadap protein tirosin fosfatase (IA2 dan IA2β)
  • Antibodi terhadap transporter zinc 8 (ZnT8)

Tes Keton

Dokter juga dapat memeriksa kehadiran keton dalam urin atau darah, yang dapat menunjukkan bahwa tubuh membakar lemak untuk energi—tanda umum dari diabetes tipe 1.

Pemeriksaan Fisik

Selain tes laboratorium, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk mencari tanda-tanda diabetes dan komplikasinya, seperti:

  • Pemeriksaan mata untuk retinopati diabetik
  • Pemeriksaan kaki untuk tanda-tanda neuropati atau masalah pembuluh darah
  • Pemeriksaan kulit untuk tanda-tanda infeksi atau kondisi kulit yang terkait dengan diabetes

Skrining Diabetes

Skrining diabetes penting untuk deteksi dini, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko. American Diabetes Association merekomendasikan skrining untuk:

  • Orang dewasa berusia 45 tahun ke atas, terutama mereka yang kelebihan berat badan atau obesitas
  • Orang dewasa dengan IMT ≥ 25 kg/m² yang memiliki satu atau lebih faktor risiko tambahan untuk diabetes
  • Wanita yang pernah didiagnosis dengan diabetes gestasional
  • Individu yang telah didiagnosis dengan prediabetes
  • Anak-anak dan remaja yang kelebihan berat badan atau obesitas dan memiliki dua atau lebih faktor risiko tambahan untuk diabetes

Skrining biasanya melibatkan tes HbA1C, tes gula darah puasa, atau tes toleransi glukosa oral. Frekuensi skrining tergantung pada hasil awal dan faktor risiko individu.

Diagnosis dini diabetes sangat penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang. Jika Anda mengalami gejala diabetes atau memiliki faktor risiko, konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan Anda untuk tes yang sesuai.

Pengobatan Diabetes

Pengobatan diabetes bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Pendekatan pengobatan bervariasi tergantung pada jenis diabetes, kondisi pasien, dan faktor-faktor lainnya.

Perubahan Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup merupakan fondasi dalam pengelolaan diabetes. Pola makan sehat adalah kunci utama, dengan fokus pada konsumsi makanan rendah kalori, kaya serat, dan rendah gula. Penderita diabetes dianjurkan untuk memilih karbohidrat kompleks seperti biji-bijian utuh dan sayuran, serta membatasi makanan tinggi lemak jenuh dan gula olahan.

Aktivitas fisik juga sangat penting dalam pengobatan diabetes. Dokter biasanya merekomendasikan minimal 150 menit olahraga intensitas sedang setiap minggu. Olahraga membantu mengubah gula darah menjadi energi dan meningkatkan sensitivitas insulin. Sebelum memulai program olahraga baru, penderita diabetes sebaiknya berkonsultasi dengan dokter, terutama jika memiliki komplikasi seperti neuropati atau masalah jantung.

Pemantauan Gula Darah

Pemantauan gula darah secara teratur sangat penting untuk mengelola diabetes dengan baik. Penderita diabetes dapat memeriksa kadar gula darah di rumah menggunakan glukometer. Hasil pengukuran sebaiknya dicatat dan dibawa saat kontrol ke dokter. Selain itu, tes HbA1C biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan untuk melihat rata-rata gula darah selama periode tersebut.

Pengobatan Diabetes Tipe 1

Pasien dengan diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin seumur hidup karena tubuh mereka tidak dapat memproduksi insulin. Insulin diberikan melalui suntikan atau pompa insulin. Terdapat beberapa jenis insulin dengan waktu kerja yang berbeda-beda, mulai dari insulin kerja cepat yang mulai bekerja dalam hitungan menit hingga insulin kerja panjang yang bekerja hingga 24 jam atau lebih.

Regimen insulin biasanya disesuaikan dengan kebutuhan individu dan diselaraskan dengan pola makan serta aktivitas fisik pasien. Dokter akan bekerja sama dengan pasien untuk menemukan kombinasi insulin yang tepat untuk mengendalikan gula darah secara optimal.

Pengobatan Diabetes Tipe 2

Untuk diabetes tipe 2, pengobatan biasanya dimulai dengan perubahan gaya hidup. Jika langkah ini tidak cukup efektif, dokter akan meresepkan obat oral. Metformin umumnya menjadi pilihan pertama, bekerja dengan mengurangi produksi gula oleh hati dan meningkatkan sensitivitas insulin.

Jika metformin saja tidak cukup, dokter mungkin menambahkan obat lain seperti sulfonilurea yang merangsang pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin, penghambat SGLT2 yang membantu ginjal membuang lebih banyak gula melalui urin, atau penghambat DPP-4 yang meningkatkan kadar insulin dan mengurangi produksi gula oleh hati.

Dalam beberapa kasus, suntikan non-insulin seperti agonis GLP-1 dapat digunakan. Jika obat-obatan tersebut tidak berhasil mengendalikan gula darah, terapi insulin mungkin diperlukan.

Pengobatan Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional umumnya dikelola melalui diet khusus dan aktivitas fisik. Pemantauan gula darah yang ketat sangat penting untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. Jika perubahan gaya hidup tidak cukup, insulin mungkin diperlukan, karena sebagian besar obat oral tidak direkomendasikan selama kehamilan.

Setelah melahirkan, kadar gula darah pada wanita dengan diabetes gestasional biasanya kembali normal. Namun, mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari, sehingga pemantauan berkelanjutan penting dilakukan.

Teknologi Terbaru

Kemajuan teknologi telah membawa inovasi dalam pengelolaan diabetes. Pemantauan Glukosa Kontinyu (CGM) menggunakan sensor yang ditempatkan di bawah kulit untuk mengukur kadar gula darah sepanjang hari. Pompa insulin modern dapat memberikan insulin secara otomatis berdasarkan pembacaan glukosa.

Aplikasi manajemen diabetes juga semakin populer, membantu pasien melacak makanan, aktivitas, dan kadar gula darah, serta memberikan wawasan tentang bagaimana berbagai faktor mempengaruhi kondisi mereka.

Pengobatan diabetes yang efektif memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan tim kesehatan termasuk dokter spesialis, ahli gizi, dan pendidik diabetes. Dengan pengobatan yang tepat dan dukungan yang baik, penderita diabetes dapat menjalani kehidupan yang sehat dan produktif sambil meminimalkan risiko komplikasi jangka panjang.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|