Cara Menulis Aksara Sunda Lengkap dari Huruf Vokal, Pasangan hingga Tanda Baca dan Contohnya

2 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Aksara Sunda Baku merupakan sebuah sistem penulisan tradisional yang menjadi salah satu warisan budaya tak ternilai dari masyarakat Sunda. Sistem ini telah melalui proses revitalisasi dan standardisasi untuk memastikan kelestarian serta penggunaannya di era modern. Mempelajari cara menulis Aksara Sunda menjadi langkah penting dalam menjaga identitas budaya.

Sejak abad ke-14, Aksara Sunda Kuno telah digunakan dalam berbagai naskah dan prasasti di Jawa Barat, menunjukkan perannya yang signifikan dalam peradaban masa lalu. Meskipun sempat tergeser oleh aksara lain, pemerintah daerah Jawa Barat mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali aksara ini. Upaya ini dilakukan melalui penetapan resmi Aksara Sunda Baku sebagai aksara penulisan bahasa Sunda.

Artikel ini akan memandu Anda secara lengkap mengenai cara menulis Aksara Sunda, mulai dari pengenalan huruf vokal (aksara swara) dan konsonan (aksara ngalagena), hingga penggunaan tanda vokal (rarangken swara), tanda konsonan (rarangken panyesuaian), serta angka dan tanda baca. Pemahaman mendalam tentang komponen-komponen ini akan membuka gerbang Anda untuk menguasai warisan literasi Sunda yang kaya. Melansir dari berbagai sumber, Jumat (19/12), simak ulasan informasinya berikut ini. 

Pendahuluan dan Sejarah Singkat Aksara Sunda

Aksara Sunda Baku adalah sistem penulisan yang khusus digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda, merepresentasikan identitas linguistik dan budaya masyarakatnya. Aksara ini bukanlah bentuk asli, melainkan hasil standardisasi dari Aksara Sunda Kuno yang telah ada sejak lama. Banyak naskah kuno dan prasasti di Jawa Barat menjadi bukti keberadaan aksara pendahulunya ini.

Proses standardisasi ini penting untuk menyeragamkan bentuk dan aturan penulisan, sehingga Aksara Sunda dapat dipelajari dan digunakan secara konsisten oleh generasi sekarang. Dengan demikian, Aksara Sunda Baku menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini dalam pelestarian bahasa dan budaya Sunda.

Sejarah penggunaan Aksara Sunda Kuno dapat ditelusuri sejak abad ke-14 hingga abad ke-18, dengan bukti-bukti konkret seperti Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis yang menjadi saksi bisu kejayaannya. Namun, seiring berjalannya waktu, penggunaannya sempat mengalami kemunduran dan tergeser oleh dominasi Aksara Jawa serta Aksara Latin.

Pada dekade 1990-an, kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya mendorong pemerintah daerah Jawa Barat untuk mengambil langkah nyata. Melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1996, yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003, Aksara Sunda Baku secara resmi ditetapkan sebagai aksara resmi untuk penulisan bahasa Sunda. Upaya revitalisasi ini bukan hanya sekadar penetapan hukum, melainkan juga sebuah gerakan besar untuk melestarikan dan mengembangkan kembali penggunaan aksara ini di tengah-tengah masyarakat modern.

Kini, Aksara Sunda Baku telah terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan di Jawa Barat, mulai dari ranah pendidikan hingga ruang publik. Aksara ini secara aktif diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal, memastikan transfer pengetahuan kepada generasi penerus.

Selain itu, penggunaannya meluas pada penamaan jalan, papan nama instansi pemerintah, dan berbagai karya seni yang memperkaya estetika kota. Ketersediaan font digital dan aplikasi pembelajaran turut mendukung kemudahan akses dan adopsi Aksara Sunda di kalangan masyarakat luas.

Huruf Vokal Mandiri (Aksara Swara)

Dalam sistem penulisan Aksara Sunda, terdapat kategori khusus untuk huruf vokal yang dapat berdiri sendiri, dikenal sebagai Aksara Swara. Huruf-huruf ini tidak memerlukan aksara konsonan pendamping dan memiliki bentuknya sendiri yang unik.

Aksara Sunda Baku secara resmi mengakui tujuh buah aksara swara. Ketujuh vokal mandiri ini meliputi a, i, u, é, o, e, dan eu, yang masing-masing memiliki peran penting dalam membentuk bunyi kata dalam bahasa Sunda.

Setiap aksara swara memiliki bentuk visual yang berbeda dan mewakili bunyi vokal spesifik dalam pelafalan bahasa Sunda. Memahami bentuk dan bunyinya adalah dasar pertama dalam menguasai cara menulis Aksara Sunda. Vokal-vokal ini dilafalkan dengan presisi: 

A (ᮃ) seperti 'a' pada kata "ayah", 

I (ᮄ) seperti 'i' pada "ibu", 

U (ᮅ) seperti 'u' pada "ular", 

É (ᮆ) dilafalkan seperti 'e' pada "sate" (e taling), 

O (ᮇ) seperti 'o' pada "bola", 

E (ᮈ) seperti 'e' pada "emas" (e pepet), serta 

Eu (ᮉ) yang unik seperti 'eu' pada kata "leungeun" (tangan).

Aksara swara memiliki fungsi krusial dalam penulisan kata-kata yang dimulai dengan bunyi vokal atau ketika vokal tersebut membentuk suku kata yang berdiri sendiri. Penggunaannya membantu menjaga kejelasan pelafalan dan struktur kata.

Beberapa contoh penerapannya meliputi ᮃᮔᮊ᮪ (Anak), ᮄᮔᮓ᮪ (Indah), dan ᮅᮛᮀ (Urang). Selain itu, ada juga ᮆᮒ (Éta), ᮇᮛᮀ (Orang), ᮈᮙᮞ᮪ (Emas), dan ᮉᮔ᮪ᮎᮃᮀ (Euncaang), yang semuanya menunjukkan bagaimana aksara swara digunakan di awal kata atau suku kata.

Huruf Konsonan (Aksara Ngalagena)

Aksara Ngalagena merupakan fondasi dari penulisan Aksara Sunda, mewakili huruf-huruf konsonan dasar. Setiap aksara ngalagena ini memiliki karakteristik unik, yaitu secara inheren mengandung vokal 'a' jika tidak ada tanda vokal lain yang menyertainya.

Dalam standar Aksara Sunda Baku, terdapat total 23 aksara ngalagena yang perlu dipelajari. Pemahaman terhadap bentuk dan bunyi dari setiap aksara ngalagena ini sangat penting untuk dapat menulis dan membaca teks berbahasa Sunda dengan benar.

Setiap aksara ngalagena memiliki bentuk visual yang khas dan secara default dilafalkan dengan bunyi vokal 'a' di belakang konsonannya. Misalnya, ᮊ dibaca "ka", ᮌ dibaca "ga", dan ᮍ dibaca "nga". Daftar lengkapnya mencakup:

ᮊ (ka), 

ᮌ (ga), 

ᮍ (nga), 

ᮎ (ca), 

ᮏ (ja), 

ᮑ (nya), 

ᮒ (ta), 

ᮓ (da), 

ᮔ (na), 

ᮕ (pa), 

ᮘ (ba), 

ᮙ (ma), 

ᮚ (ya), 

ᮛ (ra), 

ᮜ (la), 

ᮝ (wa), 

ᮞ (sa),

 ᮠ (ha). 

Selain itu, terdapat juga aksara untuk bunyi serapan seperti:

ᮐ (za), 

ᮖ (fa/va), 

ᮋ (qa), dan

 ᮡ (xa).

Penggunaan aksara ngalagena tanpa rarangken (tanda vokal) akan selalu menghasilkan bunyi konsonan diikuti vokal 'a'. Ini adalah aturan dasar yang perlu diingat saat belajar cara menulis Aksara Sunda.

Contoh penerapannya dapat dilihat pada kata-kata seperti ᮊᮎ (Kaca), ᮓᮓ (Dada), ᮕᮕ (Papa), ᮞᮛ (Sara), dan ᮠᮛ (Hara). Dalam semua contoh ini, setiap aksara ngalagena secara otomatis dibaca dengan imbuhan vokal 'a' di belakangnya.

Tanda Vokal (Rarangken Swara)

Rarangken Swara adalah komponen vital dalam Aksara Sunda yang berfungsi untuk mengubah bunyi vokal 'a' pada aksara ngalagena menjadi vokal lain. Ini memungkinkan fleksibilitas dalam membentuk kata-kata dengan berbagai bunyi vokal. Ada enam jenis rarangken swara yang masing-masing memiliki fungsi spesifik: 

Panghulu (ᮤ) untuk 'i', 

Panyuku (ᮥ) untuk 'u', 

Panéléng (ᮦ) untuk 'é', 

Panolong (ᮧ) untuk 'o', 

Pamepet (ᮨ) untuk 'e', dan 

Paneuleung (ᮩ) untuk 'eu'. 

Penempatan rarangken ini bisa di atas, di bawah, di depan, atau di belakang aksara ngalagena, tergantung jenisnya. Contoh perubahan vokal: 

Panghulu mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮊᮤ (ki), 

Panyuku mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮊᮥ (ku), 

Panéléng mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮦᮊ (ké), 

Panolong mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮊᮧ (ko), 

Pamepet mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮊᮨ (ke), dan 

Paneuleung mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮊᮩ (keu).

Penggunaan rarangken swara sangat penting untuk membentuk kata-kata yang bervariasi dalam bahasa Sunda, memungkinkan penulisan yang akurat sesuai dengan pelafalan. Ini adalah salah satu aspek kunci dalam cara menulis Aksara Sunda.

Beberapa contoh kata yang menggunakan rarangken ini antara lain ᮎᮤᮕᮒᮒ᮪ (Cipatat) dengan panghulu, ᮘᮥᮓᮤ (Budi) dengan panyuku dan panghulu, serta ᮞᮦᮕᮒ᮪ (Sépat) dengan panéléng. Ada juga ᮘᮧᮘᮧᮊᮧ (Boboko) menggunakan panolong, ᮎᮨᮙᮛ (Cemara) dengan pamepet, dan ᮎᮩᮜᮨᮊ᮪ (Ceuleuk) dengan paneuleung.

Tanda Konsonan dan Pasangan (Rarangken Panyesuaian)

Rarangken Panyesuaian adalah diakritik yang berfungsi untuk memodifikasi bunyi konsonan, seperti menambahkan konsonan di akhir suku kata, menghilangkan vokal, atau membentuk gugus konsonan. Ini adalah bagian integral dari cara menulis Aksara Sunda yang kompleks. Terdapat enam jenis rarangken panyesuaian: 

Panyecek (ᮀ) untuk 'ng', 

Pangwisad (ᮂ) untuk 'h', 

Panglayar (ᮁ) untuk 'r', 

Panyakra (ᮢ) untuk 'ra', 

Panyiku (ᮣ) untuk 'la', dan 

Pamaéh (᮪) untuk menghilangkan vokal. 

Penempatan rarangken ini bervariasi, ada yang di atas, di bawah, atau di belakang aksara. Contoh penggunaannya: 

ᮊ (ka) menjadi ᮊᮀ (kang) dengan panyecek, 

ᮊᮂ (kah) dengan pangwisad, dan 

ᮊᮁ (kar) dengan panglayar. 

Untuk gugus konsonan, ᮊ (ka) menjadi ᮊᮢ (kra) dengan panyakra dan ᮊᮣ (kla) dengan panyiku. Pamaéh mengubah ᮊ (ka) menjadi ᮊ᮪ (k) untuk konsonan mati.

Pembentukan gugus konsonan dalam Aksara Sunda memiliki aturan tersendiri, terutama untuk bunyi seperti "pr" atau "kl". Rarangken Panyakra digunakan untuk menambahkan bunyi 'r' setelah konsonan, seperti pada ᮕᮢ (pra) dari ᮕ (pa).

Demikian pula, Rarangken Panyiku berfungsi untuk menambahkan bunyi 'l' setelah konsonan, contohnya ᮊᮣ (kla) yang berasal dari ᮊ (ka). Untuk konsonan lain yang berurutan tanpa vokal di antaranya, Pamaéh digunakan pada konsonan pertama diikuti aksara ngalagena berikutnya, seperti ᮊ᮪ᮕ (kpa).

Mengaplikasikan rarangken panyesuaian memungkinkan penulisan kata-kata yang lebih kompleks dan akurat sesuai dengan kaidah bahasa Sunda. Ini menunjukkan kekayaan sistem penulisan Aksara Sunda.

Kata-kata seperti ᮓᮥᮀᮓ (Dungda) menggunakan panyecek, ᮞᮤᮜᮤᮂ (Silih) dengan pangwisad, dan ᮊᮥᮛ᮪ᮞᮤ (Kursi) dengan panglayar. Contoh lain adalah ᮕᮢᮤᮚ (Pria) dengan panyakra, ᮊᮣᮞ᮪ (Kelas) yang memakai panyiku dan pamaéh, serta ᮙᮔ᮪ᮓᮤ (Mandi) dengan pamaéh.

Angka dan Tanda Baca (Angka dan Rarangkén Khusus)

Selain huruf, Aksara Sunda juga memiliki sistem penulisan angka tersendiri yang berbeda dari angka Arab yang umum digunakan. Angka-angka ini penting untuk menunjukkan kuantitas, urutan, atau penomoran dalam teks berbahasa Sunda.

Angka Sunda terdiri dari 0 (᮰), 1 (᮱), 2 (᮲), 3 (᮳), 4 (᮴), 5 (᮵), 6 (᮶), 7 (᮷), 8 (᮸), dan 9 (᮹). Mempelajari bentuk-bentuk ini melengkapi pemahaman Anda tentang cara menulis Aksara Sunda secara menyeluruh.

Aksara Sunda dilengkapi dengan berbagai tanda baca (rarangken khusus) yang fungsinya mirip dengan tanda baca dalam aksara Latin, namun dengan bentuk yang khas. Tanda baca ini esensial untuk kejelasan dan struktur kalimat.

Beberapa tanda baca penting meliputi Titik (᮶) untuk mengakhiri kalimat, Koma (᮷) untuk jeda, Tanda Tanya (᮹), dan Tanda Seru (᮸). Menariknya, beberapa tanda baca ini memiliki bentuk yang sama dengan angka Sunda, seperti titik (angka 6) dan koma (angka 7). Selain itu, ada Pamungkas (ᮠ᮪) sebagai penutup teks dan Pamingkal (ᮽ) untuk memisahkan bagian teks atau kutipan.

Menggabungkan semua elemen yang telah dipelajari—aksara swara, ngalagena, rarangken, angka, dan tanda baca—memungkinkan penulisan kalimat lengkap dalam Aksara Sunda. Ini adalah puncak dari penguasaan cara menulis Aksara Sunda.

Contoh kalimat yang menunjukkan integrasi elemen-elemen ini adalah ᮘᮥᮓᮤ ᮙᮜᮂᮔ᮪ᮓᮤ ᮓᮤ ᮎᮤᮊᮜᮨᮀᮊᮨᮀ᮶ (Budi mandi di Cikalengka.). Contoh lain: ᮞᮠ ᮃᮔᮥ ᮓᮤᮓᮤᮚ ᮹ (Siapa yang di sini?) dan ᮃᮚ ᮱᮰ ᮅᮛᮀ ᮓᮤ ᮞᮤᮔᮤ᮶ (Ada 10 orang di sini.).

Pertanyaan dan Jawaban Seputar Topik

1. Apa itu Aksara Sunda Baku?

Jawaban: Aksara Sunda Baku adalah sistem penulisan tradisional yang telah distandardisasi untuk menuliskan bahasa Sunda, merupakan hasil revitalisasi dari Aksara Sunda Kuno.

2. Mengapa Aksara Sunda direvitalisasi?

Jawaban: Aksara Sunda direvitalisasi untuk melestarikan dan mengembangkan kembali penggunaannya di masyarakat, setelah sempat tergeser oleh Aksara Jawa dan Latin.

3. Ada berapa jenis huruf vokal mandiri dalam Aksara Sunda?

Jawaban: Terdapat tujuh jenis huruf vokal mandiri atau aksara swara dalam Aksara Sunda Baku, yaitu a, i, u, é, o, e, dan eu.

4. Bagaimana cara mengubah bunyi vokal 'a' pada aksara ngalagena?

Jawaban: Bunyi vokal 'a' pada aksara ngalagena diubah menggunakan rarangken swara seperti Panghulu (i), Panyuku (u), Panéléng (é), Panolong (o), Pamepet (e), dan Paneuleung (eu).

5. Apakah Aksara Sunda memiliki angka dan tanda baca sendiri?

Jawaban: Ya, Aksara Sunda memiliki sistem penulisan angka tersendiri (0-9) dan berbagai tanda baca khusus seperti titik, koma, tanda tanya, dan tanda seru.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|