Mengenal Aksara Lampung dan Anak Hurufnya, Warisan KaGaNga dari Sumatra

23 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Pelestarian aksara lampung sangat penting untuk menjaga identitas budaya masyarakat di gerbang Pulau Sumatera. Sistem tulisan Had Lampung ini merupakan rumpun Kaganga yang mencerminkan kecerdasan literasi lokal sejak masa silam. Mempelajari simbolnya adalah bentuk nyata apresiasi terhadap kekayaan bahasa daerah yang memperkokoh keberagaman nasional.

Menurut buku Aksara, Naskah, dan Budaya Nusantara oleh Dewaki Kramadibrata (2017: hlm. 40), Lampung memiliki aksara dan bahasa sendiri yang berkembang seiring tradisi tulis masyarakatnya. Terdapat dua jenis yang dibedakan: aksara Lampung lama yang ditemukan pada naskah-naskah kuno, dan aksara Lampung baru yang umum dikenal dan digunakan oleh masyarakat saat ini.

Secara struktur, aksara lampung terdiri dari 20 induk huruf dan tanda diakritik bernama anak surat. Dahulu, aksara ini digunakan pada media kulit kayu untuk mencatat hukum adat serta sastra kuno. Kini, revitalisasi melalui pendidikan formal memastikan warisan ini tetap relevan di era digital. Berikut Liputan6.com merangkum aksara lampung hingga sejarahnya dari berbagai sumber, Senin (22/12/2025). 

Aksara Lampung dan Anak Huruf Aksara Lampung

Menurut buku Kamus Umum Bahasa Lampung Indonesia oleh Noeh, M., & Harisfadilah (1979) Had Lampung terdiri atas huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.

Aksara Lampung, atau dikenal sebagai Had Lampung, adalah sistem penulisan tradisional masyarakat Lampung yang termasuk dalam jenis aksara abugida (Ka-Ga-Nga). 

1. Induk Huruf (Kelabai Surat)

Aksara Lampung terdiri dari 20 induk huruf yang melambangkan satu suku kata dengan vokal inheren /a/: 

Ka, Ga, Nga, Pa, Ba, Ma, Ta, Da, Na, Ca, Ja, Nya, Ya, A, La, Ra, Sa, Wa, Ha, Gha. 

2. Anak Huruf (Anak Sukhat)

Anak huruf berjumlah 12 buah dan berfungsi untuk mengubah, menambah vokal, atau mematikan bunyi vokal pada induk huruf. Berdasarkan letaknya, anak huruf dibagi menjadi tiga kelompok: 

A. Di Atas Induk Huruf (6 anak huruf) 

Ulan (i): Memberi bunyi vokal /i/.

Ulan (e): Memberi bunyi vokal /e/ (seperti pada kata "lele").

Bicek (e): Memberi bunyi vokal /ǝ/ (seperti pada kata "lebah").

Rejunjung (r): Memberi bunyi mati /r/.

Datasan (n): Memberi bunyi mati /n/.

Tekelubang (ng): Memberi bunyi mati /ng/. 

B. Di Bawah Induk Huruf (3 anak huruf)

Bitan (u): Memberi bunyi vokal /u/.

Bitan (o): Memberi bunyi vokal /o/.

Tekelungau (au): Memberi bunyi vokal rangkap /au/. 

C. Di Samping Induk Huruf (3 anak huruf)

Tecekeling (ai): Terletak di depan (kiri) induk huruf, memberi bunyi /ai/.

Keleniah (ah): Terletak di belakang (kanan) induk huruf, memberi bunyi mati /ah/.

Nengen (/): Terletak di belakang (kanan) induk huruf, berfungsi sebagai tanda mati (menghilangkan vokal /a/ pada induk huruf).

Asal-usul Aksara Lampung

Asal-usul aksara Lampung (Had Lampung) berakar dari peradaban kuno di India dan berkembang melalui adaptasi lokal di Nusantara. 

Berikut adalah poin-poin sejarahnya:

Turunan Aksara Brahmi: Secara silsilah, aksara Lampung merupakan turunan dari aksara Brahmi di India melalui perantara aksara Pallawa dan aksara Kawi.

Peran Kerajaan Sekala Brak: Had Lampung diyakini mulai diciptakan dan dikembangkan oleh para Saibatin (pemimpin adat) di Paksi Pak Sekala Brak, sebuah kerajaan kuno di pegunungan Lampung, sekitar awal abad ke-9.

Rumpun Aksara Ulu: Aksara ini termasuk dalam kelompok Surat Ulu atau rumpun aksara Sumatra Bagian Selatan yang memiliki kemiripan dengan aksara Rejang, Rencong, dan Kerinci karena sama-sama berpola "Ka-Ga-Nga".

Penggunaan Tradisional: Sejak abad ke-17, aksara ini digunakan secara aktif dalam kehidupan sehari-hari untuk menulis naskah keagamaan, hukum adat, silsilah keluarga, hingga surat cinta.

Media Penulisan: Dahulu, masyarakat Lampung menulis aksara ini di atas media alam seperti kulit kayu (khususnya pohon kaghas), bambu, tanduk hewan, hingga lempengan logam. 

Hingga saat ini, aksara Lampung tetap dilestarikan sebagai identitas budaya lokal dan diajarkan di sekolah-sekolah di Provinsi Lampung sebagai mata pelajaran muatan lokal. Untuk melihat koleksi naskah kunonya, Anda dapat mengunjungi Museum Ruwa Jurai Lampung.

Perkembangan Aksara Lampung Dari Masa ke Masa

Perkembangan aksara Lampung (Had Lampung) mengalami transformasi dari media alam hingga menjadi warisan nasional yang terdigitalisasi. Menurut publikasi Yayasan Pendidikan Way Tuba Membangun SMK Tunas Wiyata Way Tuba di Scribd,Aksara lampung sudah mengalami perkembangan/perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks, sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang merupakan hasil dari penyempurnaan tersebut.

Berikut adalah tahapan perkembangannya:

1. Masa Tradisional (Abad ke-9 – Awal Abad ke-20)

Media Penulisan: Masyarakat Lampung kuno menulis di atas kulit kayu (kaghas), bambu, tanduk hewan, dan lempengan logam.

Fungsi Sosial: Digunakan secara luas untuk komunikasi sehari-hari, naskah hukum adat, sastra, hingga surat-menyurat penting. Pada masa ini, tingkat melek aksara di Lampung sangat tinggi.

Karakteristik: Aksara ini bersifat abugida dengan 20 induk huruf dan 12 anak huruf. 

2. Masa Kolonial dan Transisi (Abad ke-20)

Dominasi Alfabet Latin: Masuknya pendidikan formal kolonial menyebabkan fungsi aksara Lampung berangsur-angsur tergantikan oleh alfabet Latin.

Pembakuan (1985): Pada 23 Februari 1985, dilakukan musyawarah pemuka adat untuk menyederhanakan dan membakukan jumlah huruf guna kepentingan pengajaran di sekolah. 

3. Masa Pelestarian (1990-an – 2020)

Kurikulum Sekolah: Sejak tahun 1990-an, aksara Lampung resmi dijadikan mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) di tingkat SD hingga SMA di Provinsi Lampung.

Identitas Visual: Penggunaan aksara mulai terlihat di ruang publik, seperti pada papan nama jalan, instansi pemerintah, dan logo daerah. 

4. Masa Modern dan Digital (2021 – 2025)

Pengakuan Nasional (2025): Pada Oktober 2025, dua manuskrip kuno Lampung resmi ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025 oleh Perpustakaan Nasional RI karena nilai sejarah dan budayanya yang tinggi.

Digitalisasi Unicode: Aksara Lampung kini telah dikembangkan menuju pembakuan digital (Unicode) untuk memudahkan penggunaan di perangkat komputer dan smartphone.

Diplomasi Budaya (2025): Melalui Kemendikdasmen, aksara daerah termasuk Lampung diusulkan ke UNESCO melalui program Peta Kebinekaan guna memastikan keberlanjutan warisan ini di tingkat global.

QNA

Q1: Apa itu aksara Lampung?

Aksara Lampung adalah sistem tulisan tradisional masyarakat Lampung untuk menulis bahasa Lampung.

Q2: Berapa jumlah aksara Lampung?

Aksara Lampung terdiri dari 20 aksara induk yang dilengkapi anak huruf.

Q3: Apa fungsi anak huruf dalam aksara Lampung?

Anak huruf berfungsi mengubah bunyi aksara induk, seperti vokal atau penanda mati.

Q4: Apakah aksara Lampung masih digunakan?

Ya, aksara Lampung masih diajarkan di sekolah dan digunakan dalam kegiatan budaya.

Q5: Apa ciri khas aksara Lampung?

Ciri khasnya adalah bentuk huruf melengkung dan penggunaan anak huruf untuk variasi bunyi.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|