Tidak Cuma Fisik, Puasa Juga Bisa Mengubah Otak: Ini Kata Ahli

5 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Puasa telah lama dikenal sebagai metode efektif untuk menurunkan berat badan dan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Namun tahukah Anda bahwa manfaat puasa ternyata tidak hanya berdampak pada fisik kita? Penelitian terbaru menunjukkan bahwa puasa juga memiliki efek signifikan pada otak manusia, membuka peluang baru dalam memahami hubungan kompleks antara pola makan dan kesehatan otak.

Para ilmuwan menemukan bahwa praktik puasa intermiten atau pembatasan kalori berkala tidak hanya membantu mengendalikan berat badan, tetapi juga menyebabkan perubahan dinamis pada aktivitas otak dan mikrobioma usus. Penelitian menunjukkan bahwa saat kita menjalani puasa, terjadi perubahan nyata pada area otak yang terkait dengan regulasi nafsu makan dan kecanduan, memberi bukti kuat tentang keterkaitan antara pola makan dan fungsi kognitif.

Konsep puasa intermiten sebenarnya bukanlah hal baru dalam sejarah umat manusia. Nenek moyang kita sebagai pemburu dan pengumpul sering mengalami periode tanpa makanan, dan tubuh kita secara alami dirancang untuk beradaptasi dengan siklus puasa. Kini, penelitian modern memvalidasi apa yang telah dipraktikkan selama berabad-abad, bahwa puasa tidak hanya memberikan manfaat untuk tubuh tetapi juga untuk kesehatan otak kita.

Untuk informasi lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum penjelasan nya dari Science Alert, pada Selasa (6/5).

Sahur menjadi satu hal penting demi mendukung ibadah puasa di bulan Ramadan. Kita punya daftar sahur yang praktis dan tetap sehat yang bisa kamu tiru.

Penelitian Terbaru Tentang Puasa dan Otak

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari China melibatkan 25 sukarelawan yang tergolong obesitas selama 62 hari. Para peserta menjalani program pembatasan energi intermiten (IER) – rezim yang melibatkan kontrol hati-hati terhadap asupan kalori dan puasa relatif pada beberapa hari tertentu. Hasilnya menunjukkan bahwa para peserta tidak hanya kehilangan berat badan – rata-rata 7,6 kilogram (16,8 pound) atau 7,8 persen dari berat badan mereka – tetapi juga terdapat bukti pergeseran dalam aktivitas area otak yang terkait dengan obesitas, dan dalam komposisi bakteri usus.

Qiang Zeng, peneliti kesehatan dari Second Medical Center and National Clinical Research Center for Geriatric Diseases di China, menyatakan, "Di sini kami menunjukkan bahwa diet IER mengubah sumbu mikrobioma usus-otak manusia. Perubahan yang diamati dalam mikrobioma usus dan dalam aktivitas di wilayah otak terkait kecanduan selama dan setelah penurunan berat badan sangat dinamis dan terhubung dari waktu ke waktu."

Meskipun belum jelas apa yang menyebabkan perubahan ini, atau apakah usus mempengaruhi otak atau sebaliknya, para ilmuwan mengetahui bahwa usus dan otak terhubung erat. Perubahan dalam aktivitas otak, yang terdeteksi melalui pemindaian functional magnetic resonance imaging (fMRI), terjadi di wilayah yang diketahui penting dalam pengaturan nafsu makan dan kecanduan – termasuk inferior frontal orbital gyrus.

Yang lebih menarik, perubahan mikrobioma usus, yang dianalisis melalui sampel tinja dan pengukuran darah, terkait dengan wilayah otak tertentu. Misalnya, bakteri Coprococcus comes dan Eubacterium hallii secara negatif terkait dengan aktivitas di gyrus orbital frontal inferior kiri, area yang terlibat dalam fungsi eksekutif, termasuk kekuatan kemauan kita terkait asupan makanan.

Mekanisme Hubungan Usus-Otak Dalam Puasa

Komunikasi antara mikrobioma usus dan otak terjadi melalui cara yang kompleks dan dua arah. Seperti yang dijelaskan oleh Xiaoning Wang, ilmuwan medis dari State Clinic Center for Geriatrics di China, "Mikrobioma usus menghasilkan neurotransmitter dan neurotoksin yang mengakses otak melalui saraf dan sirkulasi darah. Sebagai balasannya, otak mengontrol perilaku makan, sementara nutrisi dari diet kita mengubah komposisi mikrobioma usus."

Saat seseorang menjalani puasa intermiten, terjadi perubahan metabolisme yang disebut "metabolic switching". Proses ini terjadi ketika tubuh beralih dari menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama menjadi menggunakan lemak yang tersimpan, terutama lemak visceral yang berbahaya bagi kesehatan. Selama periode ini, tubuh memproduksi keton, yang menjadi bahan bakar alternatif yang efisien untuk otak.

Keton tidak hanya menjadi sumber energi bagi otak, tetapi juga memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat membantu mengurangi peradangan di otak. Peradangan kronis dalam otak telah dikaitkan dengan berbagai kondisi neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson, sehingga pengurangan peradangan melalui puasa dapat memberikan efek perlindungan yang signifikan.

Selama puasa, tubuh juga mengaktifkan proses yang disebut autofagi, di mana sel-sel tubuh termasuk sel-sel otak membersihkan komponen yang rusak dan mendaur ulang bagian-bagian yang masih bisa digunakan. Proses ini sangat penting untuk kesehatan sel otak dan dapat membantu mencegah penumpukan protein yang tidak normal yang terkait dengan penurunan fungsi kognitif.

Manfaat Puasa Untuk Performa Otak

Puasa tidak hanya bermanfaat untuk pencegahan penyakit neurodegeneratif, tetapi juga dapat meningkatkan fungsi kognitif secara keseluruhan. Ketika seseorang berpuasa, tubuh meningkatkan produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), protein yang penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron serta esensial untuk fungsi belajar dan memori.

Peningkatan BDNF selama puasa dapat membantu memperbaiki koneksi saraf dan mendukung neuroplastisitas, kemampuan otak untuk membentuk koneksi baru dan beradaptasi terhadap perubahan. Hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan belajar, memori, dan fokus, serta memberikan perlindungan terhadap stres dan cedera pada otak.

Banyak orang yang menjalani puasa intermiten melaporkan peningkatan kejelasan berpikir dan suasana hati yang lebih baik. Ini mungkin sebagian disebabkan oleh perubahan kimia otak yang terjadi selama puasa, termasuk peningkatan produksi neurotransmitter tertentu yang berperan dalam regulasi mood dan kognisi.

Manfaat kognitif dari puasa tidak hanya dirasakan selama periode puasa tetapi dapat berlangsung dalam jangka panjang jika puasa dilakukan secara konsisten. Dengan menjaga kesehatan otak melalui praktik puasa intermiten, seseorang dapat meningkatkan kesehatan kognitif dan potensial memperlambat proses penuaan otak.

Memulai Puasa Untuk Kesehatan Otak

Bagi pemula yang ingin mencoba puasa untuk kesehatan otak, sangat penting untuk memulai secara perlahan dan progresif. Puasa intermiten tidak berarti kelaparan atau membatasi asupan nutrisi secara drastis, melainkan mengatur ulang waktu makan untuk memberikan tubuh istirahat dari pencernaan terus-menerus.

Salah satu metode puasa intermiten yang paling populer dan mudah untuk dilakukan adalah pola 16:8, di mana seseorang membatasi makan dalam jendela waktu 8 jam dan berpuasa selama 16 jam sisanya. Misalnya, makan hanya antara pukul 12 siang hingga 8 malam, dan kemudian berpuasa hingga 12 siang keesokan harinya. Jendela makan ini dapat disesuaikan dengan gaya hidup dan preferensi individual.

Selama periode makan, penting untuk tetap fokus pada makanan bergizi yang mendukung kesehatan otak, seperti buah-buahan, sayuran, protein tanpa lemak, lemak sehat, dan biji-bijian utuh. Menghindari makanan olahan dan gula tambahan akan memaksimalkan manfaat puasa untuk otak dan tubuh secara keseluruhan.

Tidak semua orang cocok untuk berpuasa. Individu dengan kondisi medis tertentu seperti diabetes, masalah makan, atau wanita hamil dan menyusui harus berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai program puasa. Penting untuk mendengarkan tubuh Anda dan menyesuaikan pendekatan puasa sesuai dengan kebutuhan dan respons individu.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|