Bagaimana Zakat Fitrah Jika Suami Tidak Bekerja? Penjelasan Menurut Syariat Islam

6 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Dalam kehidupan berumah tangga, terkadang pasangan dihadapkan dengan situasi di mana suami tidak bekerja atau sedang dalam masa pencarian pekerjaan. Situasi ini kemudian memunculkan pertanyaan tentang bagaimana hukum zakat fitrah jika suami tidak bekerja, terutama ketika waktu pembayaran zakat fitrah telah tiba. Persoalan zakat fitrah jika suami tidak bekerja menjadi semakin relevan di era modern ini, dimana banyak wanita yang juga berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Pada dasarnya, kewajiban membayar zakat fitrah terletak pada setiap Muslim yang mampu. Namun, dalam konteks keluarga, terdapat beberapa ketentuan khusus yang perlu dipahami. Pertanyaan mengenai zakat fitrah jika suami tidak bekerja sering kali membingungkan banyak pasangan, terutama ketika istri menjadi satu-satunya pencari nafkah. Apakah istri diperbolehkan membayarkan zakat fitrah untuk suami yang tidak bekerja? Atau apakah suami yang tidak bekerja sama sekali terbebas dari kewajiban membayar zakat fitrah?

Memahami ketentuan zakat fitrah jika suami tidak bekerja sangat penting untuk memastikan ibadah ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat. Artikel ini akan membahas secara mendalam berbagai pandangan ulama dan fatwa mengenai situasi ini, sehingga dapat menjadi panduan bagi keluarga Muslim dalam melaksanakan kewajiban zakat fitrah dengan benar. 

Mari kita telaah lebih lanjut penjelasan lengkapnya, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com susun berikut ini, pada Senin (17/3).

Zakat dan sedekah adalam amalan yang dianjurkan. Namun keduanya punya pengertian yang berbeda.

Promosi 1

Pengertian dan Kewajiban Zakat Fitrah

Zakat fitrah merupakan sedekah wajib yang harus dikeluarkan oleh setiap Muslim yang mampu, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, sebagai penyucian diri setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Kewajiban ini disyariatkan sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma:

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas hamba dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin. Dan beliau memerintahkan agar zakat fitrah ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat (Idul Fitri)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam konteks keluarga, menurut pandangan mayoritas ulama, kewajiban membayar zakat fitrah untuk istri dan anak-anak adalah tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga. Hal ini berdasarkan pada konsep nafkah dalam Islam, di mana suami bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarganya, dan zakat fitrah termasuk di dalamnya.

Namun, persoalan muncul ketika suami tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk membayar zakat fitrah bagi dirinya dan anggota keluarganya. Dalam situasi seperti ini, perlu dipahami bagaimana ketentuan syariat mengatur kewajiban zakat fitrah tersebut.

Perlu diketahui bahwa zakat fitrah ini memiliki tujuan utama yaitu untuk membersihkan diri orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor selama bulan Ramadhan, serta untuk membantu mencukupi kebutuhan orang-orang miskin pada hari raya Idul Fitri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hukum Istri Membayar Zakat Fitrah untuk Suami yang Tidak Bekerja

Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Mufti Selangor, pada prinsipnya kewajiban membayar zakat fitrah istri dan anak-anak terletak pada suami. Jika suami tidak mampu, maka istri dan anak-anak tidak diwajibkan membayar zakat fitrah meskipun istri memiliki kemampuan finansial. Hal ini menunjukkan bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban individual yang terkait dengan kemampuan ekonomi seseorang.

Namun, pendapat lain menyatakan bahwa istri yang memiliki harta mencapai nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati) boleh membayarkan zakat fitrahnya kepada suami yang tidak bekerja jika suami termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa zakat harus disalurkan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surah At-Taubah ayat 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah: 60)

Jika suami termasuk dalam kategori fakir atau miskin karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan yang mencukupi kebutuhan pokoknya, maka istri diperbolehkan menyalurkan zakat fitrahnya kepada suami. Bahkan, menurut sebagian ulama, memberikan zakat kepada kerabat dekat, termasuk suami yang memenuhi syarat sebagai penerima zakat, lebih utama daripada memberikannya kepada orang lain.

Hal ini diperkuat dengan hadits dari Zainab istri Abdullah bin Mas'ud yang bertanya kepada Rasulullah tentang bolehkah ia bersedekah kepada suaminya, dan Rasulullah menjawab:

نَعَمْ لَهَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

"Benar, ia mendapatkan dua pahala, pahala menjalin tali kekerabatan dan pahala sedekah." (HR. Bukhari)

Alternatif dan Solusi dalam Membayar Zakat Fitrah

Meskipun istri diperbolehkan membayar zakat fitrah untuk suami yang tidak bekerja (jika memenuhi kriteria penerima zakat), terdapat beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam situasi ini:

1. Istri Bersedekah kepada Suami untuk Membayar Zakat Fitrah

Menurut fatwa Mufti Selangor, istri yang mampu diperbolehkan bersedekah atau menghadiahkan sejumlah uang kepada suami agar suami dapat membayar zakat fitrah untuk dirinya, istrinya, dan anak-anaknya. Dengan cara ini, kewajiban membayar zakat fitrah tetap dilaksanakan oleh suami sebagai kepala keluarga, namun sumber dana berasal dari istri. Hal ini menjadi solusi yang baik untuk memelihara peran suami sebagai kepala keluarga.

2. Mewakilkan Pembayaran Zakat Fitrah

Zakat fitrah dapat diwakilkan pembayarannya kepada orang lain, termasuk antara suami dan istri. Jika suami tidak mampu secara finansial, istri dapat menjadi wakil untuk membayarkan zakat fitrah keluarga, dengan niat bahwa pembayaran tersebut atas nama suami. Hal ini diperbolehkan dalam syariat Islam berdasarkan prinsip wakalah (perwakilan).

3. Peran Keluarga Besar dalam Membantu

Jika baik suami maupun istri mengalami kesulitan ekonomi, keluarga besar seperti orang tua atau saudara dapat membantu membayarkan zakat fitrah untuk mereka. Hal ini sejalan dengan konsep ta'awun (tolong-menolong) dalam Islam sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah: 2)

4. Mengedukasi Suami tentang Konsep Bekerja dalam Islam

Penting untuk mengedukasi suami yang tidak bekerja tentang konsep bekerja dalam Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits, bekerja dalam Islam tidak terbatas pada pekerjaan formal, tetapi mencakup segala usaha halal yang menghasilkan pendapatan:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

"Tidak ada seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan hasil kerja keras tangannya sendiri. Dan Nabi Daud 'alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya." (HR. Bukhari)

Hikmah dan Tujuan Zakat Fitrah

Zakat fitrah memiliki berbagai hikmah dan tujuan yang penting untuk dipahami oleh setiap Muslim, termasuk dalam konteks keluarga di mana suami tidak bekerja:

1. Penyucian Diri

Zakat fitrah berfungsi sebagai penyucian diri bagi orang yang berpuasa dari perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfaat selama bulan Ramadhan. Dengan membayar zakat fitrah, seorang Muslim menyempurnakan ibadah puasanya.

2. Membantu Orang yang Membutuhkan

Tujuan utama zakat fitrah adalah untuk membantu orang-orang fakir dan miskin agar dapat merayakan Idul Fitri dengan cukup. Dengan demikian, tidak ada orang yang kelaparan pada hari bahagia tersebut.

Zakat fitrah mengajarkan kita untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, dan berbagi dengan mereka yang kurang beruntung secara ekonomi.

4. Memperkuat Solidaritas Sosial

Melalui zakat fitrah, Islam membangun solidaritas dan kepedulian sosial di antara umat Muslim, menguatkan ikatan persaudaraan dan menghilangkan kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin.

Dengan memahami ketentuan-ketentuan ini, keluarga Muslim dapat melaksanakan kewajiban zakat fitrah dengan benar sesuai syariat, meskipun dalam situasi di mana suami tidak bekerja. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan upaya untuk memenuhi kewajiban ini sesuai dengan kemampuan.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|