Liputan6.com, Jakarta - Perayaan Tahun Baru selalu identik dengan kembang api. Setiap pergantian tahun, langit di berbagai kota berubah menjadi kanvas penuh cahaya berwarna-warni, menghadirkan sensasi haru, suka cita, dan simbol harapan baru. Dentuman meriah dan semburan cahaya terasa seperti bagian penting dari ritual bersama yang ditunggu banyak orang. Di sisi lain, tradisi ini sudah begitu mengakar sehingga sulit dibayangkan perayaan tanpa kembang api.
Namun, di tengah euforia tersebut, ada konsekuensi yang jarang diperbincangkan. Banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa kembang api bukan hanya menciptakan pertunjukan memukau, tetapi juga menghasilkan jejak ekologis dan kesehatan yang cukup serius. Asap, limbah, zat kimia, hingga suara ledakan kembang api meninggalkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang bagi manusia, hewan, dan lingkungan.
Sejumlah studi ilmiah dan laporan lingkungan dari berbagai negara telah mengungkapkan bahwa kebiasaan membakar kembang api pada malam Tahun Baru dapat menimbulkan pencemaran udara ekstrem, meningkatkan risiko penyakit tertentu, menyebabkan stres pada hewan, dan menimbulkan sampah yang mencemari tanah serta perairan. Dengan semakin kuatnya bukti ilmiah, kini muncul pertanyaan penting: sudah saatnya kah kita mempertimbangkan untuk menghentikan tradisi kembang api? Berikut ulsan Liputan6.com, Minggu (7/12/2025).
1. Lonjakan Polusi Udara yang Ekstrem dalam Hitungan Jam
Kembang api adalah penyumbang kecil secara total dalam emisi tahunan, tetapi efeknya sangat terkonsentrasi dalam periode sangat singkat. Studi dari Umweltbundesamt Austria mencatat bahwa pada malam Tahun Baru, level particulate matter (PM10 dan PM2.5) bisa melonjak hingga level tertinggi dalam satu tahun, bahkan melampaui ambang batas kesehatan manusia.
File PDF penelitian mengenai kualitas udara di Kota Querétaro, Meksiko, memperkuat temuan tersebut. Selama 25 Desember dan 1 Januari, konsentrasi PM2.5 meningkat drastis, bahkan mencapai lebih dari 300 µg/m³ dalam beberapa jam—angka yang 10 kali lipat lebih tinggi dari hari biasa. Lonjakan ekstrem ini bertahan selama maksimal enam jam dan terjadi di hampir semua stasiun pemantau kualitas udara di kota tersebut. Para peneliti menegaskan bahwa peningkatan ini tidak berkaitan dengan kondisi meteorologi, tetapi murni akibat pembakaran kembang api.
Polutan yang dihasilkan bukan hanya debu halus, tetapi juga logam berat seperti barium, strontium, aluminium, tembaga, hingga timbal—unsur yang memberi warna pada kembang api. Beberapa bahan ini bersifat toksik dan bisa memasuki tubuh melalui sistem pernapasan.
2. Risiko Kesehatan Serius pada Manusia
Paparan PM2.5 dari asap kembang api dapat memasuki paru-paru dan sistem peredaran darah. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa paparan partikel halus berkaitan dengan:
- peningkatan risiko serangan jantung,
- asma kambuh,
- infeksi pernapasan akut,
- gangguan fungsi paru jangka panjang.
Penelitian yang dikutip BBC juga menunjukkan bahwa hingga 80% partikel yang dihasilkan kembang api bersifat respirabel, artinya dapat menembus jauh ke dalam paru.
Bagi kelompok rentan—anak-anak, lansia, penderita asma, serta mereka dengan penyakit jantung—paparan singkat namun intens dapat memicu gejala berat. Di Islandia, misalnya, terdapat laporan peningkatan kunjungan pasien asma pasca malam Tahun Baru.
Di Querétaro, peneliti menyimpulkan bahwa lonjakan PM2.5 saat malam Tahun Baru berpotensi menyebabkan peningkatan signifikan kasus gangguan pernapasan dalam 24 jam setelah paparan.
3. Kebisingan Ekstrem yang Mengganggu Sistem Saraf Manusia dan Hewan
Kembang api kategori F1 dan F2 dapat menghasilkan suara 120 decibel—setara suara jet lepas landas—pada jarak dekat. Pada jarak dua meter, tekanan suara meningkat hingga sepuluh kali lipat. Kebisingan ini:
- menyebabkan stres akut,
- memicu gangguan tidur,
- mengganggu bayi dan lansia,
- bisa memicu tinnitus atau kerusakan pendengaran.
Untuk hewan, dampaknya jauh lebih serius. Studi University of East London dan berbagai penelitian lain menunjukkan:
- Anjing mengalami ketakutan hebat, bersembunyi, menggigil, atau bertingkah destruktif.
- Burung panik dan terbang hingga ratusan kilometer, bahkan menabrak pohon dan bangunan. Di Roma, ratusan burung mati massal setelah Tahun Baru 2021.
- Pada malam Tahun Baru di Eropa, angsa Arktik terbang sejauh 500 km akibat terkejut oleh kembang api dan tidak pernah kembali ke habitat tidurnya.
4. Limbah dan Mikroplastik yang Mengotori Tanah dan Perairan
Setelah ledakan warna di udara, bahan-bahan kembang api jatuh ke tanah sebagai sampah plastik, sumbu, kertas, dan serpihan logam. Jika tidak dibersihkan dengan baik, semua ini akan terurai menjadi mikroplastik.
Penelitian University of East London menemukan bahwa setelah pertunjukan kembang api Tahun Baru di London, kandungan mikroplastik di Sungai Thames meningkat lebih dari 1.000% dalam 24 jam. Hal serupa terjadi di berbagai lokasi lain, termasuk penelitian di danau Oklahoma yang menunjukkan peningkatan dramatik kontaminasi perchlorate—zat kimia yang dapat mengganggu fungsi tiroid manusia.
5. Risiko Kebakaran dan Ledakan
Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa selama 37 tahun, lebih dari 11.000 kebakaran di lahan federal dipicu oleh kembang api. Di lingkungan padat penduduk, percikan kecil saja dapat membakar atap rumah atau lahan kering.
6. Cedera Fisik yang Meningkat Tajam Setiap Tahun Baru
Menurut Austrian Road Safety Board, sekitar 90% cedera akibat kembang api terjadi pada malam Tahun Baru. Cedera tersebut termasuk:
- luka bakar,
- amputasi jari,
- kerusakan mata permanen,
- trauma telinga.
Studi dari Swiss dan India menunjukkan bahwa cedera mata akibat kembang api dapat menyebabkan kebutaan permanen.
7. Pengaruh terhadap Biodiversitas Urban
File PDF menunjukkan bahwa peningkatan drastis PM2.5 berpotensi memengaruhi keragaman fauna perkotaan, terutama hewan kecil dan burung. Peningkatan konsentrasi partikel menyebabkan stres oksidatif pada sel, memengaruhi pernapasan, navigasi, dan perilaku organisme.
Serangga nocturnal seperti ngengat juga mengalami disorientasi karena cahaya terang, mengganggu pola migrasi dan reproduksi mereka.
Mengapa Saatnya Menghentikan Tradisi Kembang Api?
Dengan semakin banyaknya bukti ilmiah, tradisi kembang api kini berada dalam sorotan. Meski secara budaya melekat, dampak lingkungannya terlalu besar untuk diabaikan. Negara dan kota-kota di dunia mulai mengganti kembang api dengan:
- pertunjukan laser,
- pertunjukan cahaya berbasis LED,
- drone show,
- pertunjukan musik sinkron cahaya,
yang tidak menimbulkan asap, tidak berisik, dan tidak menghasilkan sampah.
Sydney, Singapura, dan Rotterdam merupakan beberapa kota yang sudah mulai mencoba alternatif tersebut.
FAQ Seputar Kembang Api
1. Apakah benar kembang api sangat berbahaya bagi kesehatan?
Ya. Kandungan PM2.5, logam berat, dan bahan kimia dalam asap kembang api dapat memicu gangguan pernapasan dan jantung, terlebih bagi kelompok rentan.
2. Mengapa hewan sangat takut pada kembang api?
Hewan memiliki pendengaran lebih sensitif. Dentuman keras dan cahaya mendadak membuat mereka panik, kehilangan orientasi, dan mengalami stres berat.
3. Apakah ada kembang api ramah lingkungan?
Ada beberapa produk “eco-friendly fireworks” yang menggunakan bahan bakar nitrogen dan logam yang lebih aman. Namun tetap menghasilkan suara bising dan partikel halus.
4. Bagaimana cara mengurangi dampak kembang api tanpa menghentikannya?
Mengurangi durasi, menggelar pertunjukan terpusat yang terkontrol, dan menghindari penggunaan kembang api ilegal dapat menekan dampak lingkungan.
5. Apa alternatif paling aman selain kembang api?
Drone show dan laser show kini dianggap sebagai alternatif paling ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap, limbah, atau kebisingan ekstrem.

9 hours ago
3
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5434664/original/072967600_1764940850-Borneo_FC.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435930/original/085568100_1765116995-akira.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5259276/original/014362300_1750420330-BRI_Liga_1_-_Ilustrasi_Logo_Persis_Solo_untuk_Liga_1_2025_2026_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5435902/original/024995300_1765110903-2025120BL_Latihan_Timnas_Indonesia_Jelang_Vs_Filipina_di_Grup_C_SEA_Games_2025-24.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5295802/original/057232600_1753503611-20250725AA_Alfharezzi_Buffon-3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3233036/original/086773900_1599637464-pastries-1948469_1280.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5435903/original/099768000_1765111165-20251207IQ_Campus_League_2025-138.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435885/original/013604400_1765106050-G7j8awtWcAAyS20.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4513489/original/019104500_1690266499-gghj.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4430402/original/074980900_1684253017-000_33FA2WR.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5435890/original/093103400_1765108292-2025120BL_Latihan_Timnas_Indonesia_Jelang_Vs_Filipina_di_Grup_C_SEA_Games_2025-08.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435674/original/021057200_1765089524-kebun_mini_merambat_di_pagar_4a.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5424874/original/097260200_1764163102-20251126AA_Latihan_Timnas_Indonsia_U-23-21.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435833/original/021190800_1765097292-wisata_outbond_ramah_anak_di_Jogja.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435886/original/006613800_1765106880-Sama_kuat_di_babak_pertama__________PertiwiBerani.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2933931/original/040277800_1570552737-IMG_20191008_230441.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5435848/original/035309400_1765098846-ezzi.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435769/original/086000200_1765094914-gaya_rambut_2026_8a.jpg)










:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5001271/original/045738300_1731378312-page.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5347915/original/009314600_1757745786-ChatGPT_Image_Sep_13__2025__01_41_07_PM.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5338264/original/048399000_1756968798-3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339933/original/067743600_1757137253-unnamed_-_2025-09-06T122212.122.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5363741/original/074425700_1758961497-Gemini_Generated_Image_5iwydt5iwydt5iwy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4749488/original/094430200_1708534731-6_Pesona_Mas-mas_Jawa_Jerman_Nicholas_Saputra_dalam_Balutan_Beskap_Berbagai_Warna__3_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339299/original/025399500_1757052533-unnamed_-_2025-09-05T125024.466.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5228890/original/025290300_1747898841-ChatGPT_Image_May_22__2025__02_14_51_PM.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5345226/original/041083400_1757522822-WhatsApp_Image_2025-09-10_at_21.04.13.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5338093/original/002133400_1756964690-Gemini_Generated_Image_e2yjtbe2yjtbe2yj.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5314799/original/018068700_1755141741-Screenshot_2025-08-14_101821.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5352448/original/090606500_1758098726-Gemini_Generated_Image_zhur86zhur86zhur.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339676/original/014879200_1757081736-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-07.JPG)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339336/original/027918600_1757053950-Gemini_Generated_Image_g2jz1pg2jz1pg2jz.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5363626/original/003041100_1758954707-unnamed__32_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5317791/original/081125900_1755406322-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5304794/original/092866600_1754286031-gaya_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5362760/original/090638300_1758873977-Gemini_Generated_Image_cqeijycqeijycqei.jpg)