Sejarah Makam Imogiri, Peristirahatan Para Raja Mataram Islam di Atas Bukit

5 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Di perbukitan selatan Yogyakarta, berdiri sebuah kompleks pemakaman megah yang sarat makna dan sejarah, Makam Imogiri. Dikenal juga sebagai Pasarean Pajimatan Imogiri, tempat ini bukan sekadar peristirahatan terakhir para raja Mataram Islam, tetapi juga simbol kesakralan dan kesinambungan budaya Jawa. Diselimuti kabut pagi dan udara pegunungan yang sejuk, Imogiri menjadi saksi bisu perjalanan panjang Kerajaan Mataram dari masa kejayaan hingga masa perpecahan.

Berjarak sekitar 16–20 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta, kompleks makam ini terletak di Desa Girirejo dan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Nama Imogiri berasal dari bahasa Sanskerta: hima berarti kabut, dan giri berarti gunung — “gunung yang diselimuti kabut”. Dalam pandangan masyarakat Jawa kuno, bukit atau tempat tinggi dianggap sebagai tempat suci, tempat bersemayamnya roh leluhur.

Kini, Makam Imogiri tidak hanya menjadi situs sejarah, tetapi juga tempat ziarah spiritual yang ramai dikunjungi setiap tahun. Peziarah datang dari berbagai daerah untuk mengenang jasa dan kebesaran para raja Mataram. Tradisi dan tata cara ziarah dijaga ketat, bahkan pengunjung diwajibkan mengenakan pakaian adat Jawa saat memasuki area sakral. Berikut ulasan Liputan6.com, Rabu (5/11/2025).

Asal Usul dan Sejarah Pembangunan Makam Imogiri

Menurut laman resmi budaya.jogjaprov.go.id dan makamimogiri.bantulkab.go.id, pembangunan Makam Pajimatan Imogiri dimulai pada tahun 1632 Masehi atas perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja ketiga Kerajaan Mataram Islam yang memerintah antara tahun 1613–1646 M.

Awalnya, Sultan Agung menugaskan Panembahan Juminah, pamannya, untuk membangun sebuah makam di Giriloyo, tidak jauh dari lokasi Imogiri saat ini. Namun, Panembahan Juminah wafat sebelum pembangunan selesai dan akhirnya dimakamkan di tempat yang ia bangun sendiri.

Sultan Agung kemudian memerintahkan Kyai Tumenggung Citrokusumo untuk membangun kembali kompleks makam di lokasi baru, yaitu di Bukit Merak, Imogiri, yang dikenal sekarang sebagai Makam Pajimatan Imogiri. Beliau juga menjadi raja pertama yang dimakamkan di sana.

Arsitektur makam ini mencerminkan perpaduan antara nilai Hindu dan Islam. Dinding dan gapura terbuat dari bata merah tanpa semen, melainkan menggunakan teknik kosod, yakni menggosokkan dua permukaan bata hingga menimbulkan cairan perekat alami. Pola susunan gapura dari bawah hingga puncak membentuk garis lurus, melambangkan perjalanan spiritual manusia menuju Yang Maha Kuasa.

Makna dan Pembagian Wilayah Makam Imogiri

Pasarean Imogiri dibangun di atas bukit dengan ratusan anak tangga menuju area utama. Tangga-tangga ini dibuat landai agar para peziarah yang mengenakan pakaian adat dapat naik dengan mudah. Secara arsitektural dan spiritual, kompleks ini terbagi dalam tiga lapisan wilayah:

  1. Area publik, ditandai dengan gapura supit urang sebagai pintu masuk.
  2. Area semi sakral (Srimanganti), ditandai dengan gapura paduraksa yang beratap dan memiliki ornamen sayap, simbol roh yang lepas dari raga.
  3. Area sakral (Kedhaton), tempat dimakamkannya para raja dan keluarga kerajaan.

Sejak Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, kompleks Makam Imogiri pun turut terbagi dua secara administratif. Meski demikian, statusnya tetap dianggap sebagai “Harta Suci” bersama kedua kerajaan.

Pembagian Kompleks dan Tokoh yang Dimakamkan di Makam Imogiri

Menurut data resmi makamimogiri.bantulkab.go.id dan kratonjogja.id, kompleks Makam Imogiri terbagi menjadi beberapa kelompok besar yang berderet dari barat ke timur.

1. Kompleks Raja-Raja Mataram Islam

Terdiri atas dua kedhaton utama:

  • Kedhaton Sultanagungan, tempat dimakamkannya Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sunan Amangkurat II, dan Sunan Amangkurat III.
  • Kedhaton Pakubuwanan, tempat bersemayam Sri Susuhunan Paku Buwana I, Sunan Amangkurat IV, dan Paku Buwana II.

2. Kompleks Raja-Raja Kasultanan Yogyakarta

Berada di sisi timur, terdiri dari tiga kedhaton:

  • Kedhaton Kasuwargan, makam Sri Sultan Hamengku Buwana I dan III.
  • Kedhaton Besiyaran, makam Sri Sultan Hamengku Buwana IV, V, dan VI.
  • Kedhaton Saptarengga, makam Sri Sultan Hamengku Buwana VII, VIII, dan IX.

Sementara Sri Sultan Hamengku Buwana II dimakamkan di kompleks pemakaman raja Mataram di Kotagede.

3. Kompleks Raja-Raja Kasunanan Surakarta

Berada di sisi barat dan terdiri dari tiga kedhaton:

  • Kedhaton Bagusan (Kasuwargan), makam Paku Buwana III, IV, dan V.
  • Kedhaton Astana Luhur, makam Paku Buwana VI, VII, VIII, dan IX.
  • Kedhaton Girimulyo, makam Paku Buwana X dan XI.

Secara keseluruhan, lebih dari 24 raja dan bangsawan Mataram dimakamkan di Pajimatan Imogiri, menjadikannya sebagai situs pemakaman kerajaan terbesar dan paling lengkap di Indonesia.

Tradisi, Juru Kunci, dan Kehidupan di Sekitar Makam Imogiri

Dalam pengelolaan sehari-hari, kompleks Makam Imogiri dikelola oleh Kawedanan Sri Wandawa, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sekitar 100 Abdi Dalem bertugas menjaga kebersihan, memimpin doa, hingga mengatur ziarah. Salah satu juru kunci yang terkenal adalah Mas Wedana Jaga Waluyo (Mujiono), yang telah mengabdi lebih dari tiga dekade, melanjutkan tradisi keluarganya.

Setiap Senin dan Jumat, Abdi Dalem melakukan ritual patuh — yaitu membersihkan area makam dan menabur bunga telasih (Ocimum basilicum), bunga kecil kebiruan yang melambangkan tilase isih atau “jejak kasih yang tertinggal”. Selain itu, tradisi nguras enceh (membersihkan tempayan suci) pada bulan Sura menjadi acara tahunan yang melibatkan masyarakat dan pemerintah setempat.

Makna Spiritual dan Filosofis Makam Imogiri

Bagi masyarakat Jawa, Makam Imogiri bukan sekadar makam raja, melainkan simbol hubungan spiritual antara manusia, leluhur, dan Sang Pencipta. Setiap elemen arsitektur — dari tangga, gapura, hingga posisi makam — mencerminkan filosofi Jawa tentang perjalanan jiwa menuju kesempurnaan.

Ratusan tahun setelah didirikan, kompleks ini tetap menjadi tempat ziarah lintas suku dan agama. Siapa pun yang datang, baik rakyat biasa maupun pejabat tinggi negara, diwajibkan berpakaian adat Jawa sebagai bentuk penghormatan. Dalam kesetaraan di hadapan leluhur dan Tuhan, nilai-nilai kejawen tentang unggah-ungguh (tata krama) tetap terjaga hingga kini.

FAQ Seputar Kerajaan Mataram dan Makam Imogiri

1. Siapa pendiri Kerajaan Mataram Islam?

Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Panembahan Senapati pada akhir abad ke-16. Kerajaan ini kemudian mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma.

2. Mengapa Makam Imogiri dibangun di atas bukit?

Dalam tradisi Jawa dan Hindu, bukit dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayamnya arwah leluhur. Ketinggian juga melambangkan kemuliaan dan kedekatan dengan Tuhan.

3. Apa hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dengan Mataram?

Kedua kerajaan tersebut merupakan hasil pecahan dari Kerajaan Mataram Islam setelah Perjanjian Giyanti (1755).

4. Siapa raja pertama yang dimakamkan di Makam Imogiri?

Raja pertama yang dimakamkan di Imogiri adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma (wafat 1645).

5. Apakah Makam Imogiri masih aktif digunakan hingga sekarang?

Ya, kompleks ini masih digunakan untuk pemakaman keluarga kerajaan Yogyakarta dan Surakarta, serta tetap menjadi situs ziarah yang dijaga dengan penuh hormat oleh para Abdi Dalem.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|