Mengenal Omnibus Law dengan Lebih Dekat : Pengertian, Implementasi, dan Dampaknya

4 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Konsep Omnibus Law merupakan pendekatan legislasi inovatif yang bertujuan menyederhanakan sistem hukum dengan menggabungkan berbagai peraturan perundang-undangan ke dalam satu undang-undang komprehensif. Istilah ini berasal dari bahasa Latin "omnis" yang berarti "semua", sehingga sering dijuluki sebagai "undang-undang sapu jagat" karena cakupannya yang luas. Berbagai negara telah mengadopsi Omnibus Law untuk mengatasi kompleksitas regulasi serta tumpang tindih aturan yang ada.

Di Indonesia, Omnibus Law menjadi salah satu terobosan legislatif penting dalam upaya reformasi birokrasi dan peningkatan iklim investasi. Implementasi konsep ini ditujukan untuk menciptakan kemudahan berusaha, meningkatkan daya tarik investasi, dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat. Undang-Undang Cipta Kerja adalah contoh paling nyata dari penerapan Omnibus Law di tanah air.

Berikut ini telah Liputan rangkum, secara komprehensif mengenai Omnibus Law, mulai dari pengertian dasar, karakteristik utama, bagaimana implementasinya di Indonesia, hingga berbagai kontroversi yang menyertainya, pada Selasa (23/12). Pembahasan akan mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial dari penerapan konsep legislasi ini untuk memberikan pemahaman menyeluruh kepada pembaca.

Pengertian dan Karakteristik Omnibus Law

Definisi dan Asal Usul Konsep

Omnibus law adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengkonsolidasikan berbagai aturan atau amandemen dari beragam regulasi ke dalam satu undang-undang tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk menyederhanakan kompleksitas hukum, mengeliminasi tumpang tindih regulasi, dan mempercepat proses legislasi secara keseluruhan.

Istilah "omnibus" sendiri berasal dari bahasa Latin "omnis" yang berarti "untuk semua" atau "banyak", merujuk pada cakupan yang luas. Dalam konteks hukum, "omnibus bill" didefinisikan sebagai undang-undang yang mencakup berbagai isu atau topik.

Konsep ini telah lama diterapkan dalam sistem hukum Common Law, terutama di Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara Eropa seperti Irlandia dan Inggris. Di Amerika Serikat, metode omnibus law telah digunakan sejak tahun 1840. Asal usul istilah "omnibus" bahkan dikaitkan dengan sebuah bus di Paris pada akhir tahun 1800-an yang mengangkut orang dan barang sekaligus ke satu tujuan, menggambarkan fungsinya yang merangkum banyak hal.

Adopsi omnibus law di Indonesia dilatarbelakangi oleh kondisi "obesitas regulasi" yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dan hambatan investasi. Indonesia menghadapi masalah jumlah regulasi yang sangat banyak, mencapai puluhan ribu, mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah, yang berpotensi tumpang tindih dan disharmoni.

Pemerintah Indonesia melihat konsep ini sebagai solusi untuk mengatasi masalah disharmoni regulasi yang selama ini menghambat pertumbuhan ekonomi. Implementasi metode ini diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum yang lebih baik dan meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Karakteristik Utama Omnibus Law

Karakteristik pertama dari omnibus law adalah kemampuannya dalam menggabungkan materi dari berbagai undang-undang yang berbeda menjadi satu rancangan undang-undang yang komprehensif. Sebagai contoh, Undang-Undang Cipta Kerja di Indonesia berhasil mengkonsolidasikan sekitar 78 hingga 81 undang-undang yang berbeda ke dalam satu regulasi tunggal. Pendekatan ini memungkinkan pemerintah untuk melakukan perubahan menyeluruh terhadap ekosistem regulasi dalam satu proses legislasi.

Karakteristik kedua adalah fokus pada penyederhanaan aturan yang kompleks dan berpotensi tumpang tindih. Omnibus law dirancang untuk menghilangkan duplikasi regulasi, memperjelas kewenangan antar instansi, dan menciptakan kerangka hukum yang lebih efisien. Hal ini krusial untuk memperbaiki iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Karakteristik ketiga adalah pendekatan tematik yang mengatur satu topik besar melalui perubahan ketentuan di berbagai undang-undang terkait. Contohnya adalah penciptaan lapangan kerja atau harmonisasi perpajakan, di mana satu undang-undang induk memodifikasi banyak undang-undang lain yang relevan dengan tema tersebut.

Implementasi Omnibus Law di Indonesia

UU Cipta Kerja 

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) merupakan implementasi pertama dan paling signifikan dari konsep omnibus law di Indonesia. Undang-undang ini lahir dari visi Presiden Joko Widodo untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional melalui reformasi regulasi yang komprehensif. Proses penyusunannya melibatkan identifikasi dan konsolidasi 78 hingga 81 undang-undang yang dianggap menghambat investasi dan kemudahan berusaha.

UU Cipta Kerja dirancang dengan 11 klaster utama yang mencakup penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, serta kemudahan berusaha. Klaster lainnya meliputi dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Setiap klaster memiliki fokus spesifik namun saling terintegrasi untuk menciptakan ekosistem bisnis yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Perkembangan Hukum Pasca Pengesahan

Perjalanan UU Cipta Kerja mengalami dinamika hukum yang menarik pasca pengesahannya. Mahkamah Konstitusi pada akhir tahun 2021 menyatakan UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat karena proses pembentukannya dinilai tidak memenuhi asas keterbukaan dan partisipasi publik. Putusan ini menjadi landmark penting dalam pengawasan proses legislasi di Indonesia dan menegaskan pentingnya transparansi dalam pembentukan undang-undang.

Untuk menindaklanjuti putusan MK dan menghindari kekosongan hukum, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Perppu ini kemudian disetujui DPR pada 21 Maret 2023 dan ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

Proses ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk tetap melanjutkan agenda reformasi regulasi sambil memperbaiki aspek prosedural yang menjadi perhatian MK. Pada Oktober 2024, MK kembali mengabulkan sebagian gugatan terkait UU Cipta Kerja, mengubah 21 pasal di dalamnya, termasuk mengenai pengupahan, tenaga kerja asing, PHK, dan perjanjian kerja waktu tertentu.

UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Selain UU Cipta Kerja, Indonesia juga menerapkan konsep omnibus law dalam bidang perpajakan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Undang-undang ini menggabungkan beberapa aturan pajak yang sebelumnya tersebar dalam berbagai regulasi menjadi satu undang-undang yang lebih efisien dan komprehensif. Tujuan utamanya adalah meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan kompetitif.

UU HPP mencakup berbagai aspek perpajakan mulai dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, hingga pajak karbon sebagai instrumen baru dalam mendukung agenda lingkungan. Harmonisasi ini diharapkan dapat meningkatkan rasio pajak Indonesia sambil memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Ini juga menjadi langkah strategis pemerintah dalam reformasi perpajakan.

Tujuan Omnibus Law

Peningkatan Iklim Investasi dan Kemudahan Berusaha

Salah satu tujuan utama implementasi omnibus law adalah menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif melalui penyederhanaan dan kepastian regulasi. Sebelum adanya UU Cipta Kerja, investor sering menghadapi kendala birokrasi yang berbelit-belit dan ketidakjelasan regulasi yang menghambat proses investasi. Omnibus law memberikan kerangka kerja yang jelas dan terintegrasi untuk berbagai aspek bisnis, mulai dari perizinan hingga operasional.

Kemudahan berusaha menjadi fokus utama dengan implementasi sistem Online Single Submission (OSS) yang terintegrasi dan berbasis risiko. Pendekatan ini memungkinkan pelaku usaha untuk menyelesaikan berbagai perizinan dalam satu platform digital, mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan. Penyederhanaan ini diharapkan dapat meningkatkan peringkat Indonesia dalam indeks Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business) dan menarik lebih banyak investasi asing.

Penciptaan Lapangan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Omnibus law dirancang dengan fokus utama pada penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya melalui peningkatan investasi dan kemudahan berusaha. Teori ekonomi menunjukkan bahwa peningkatan investasi akan berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. UU Cipta Kerja secara khusus mengatur fleksibilitas pasar tenaga kerja untuk menarik investor sambil tetap melindungi hak-hak fundamental pekerja.

Optimalisasi UMKM dan koperasi menjadi bagian penting dari strategi penciptaan lapangan kerja. Omnibus law memberikan kemudahan dalam pendirian dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Dukungan riset dan inovasi juga diharapkan dapat mendorong terciptanya industri-industri baru yang berbasis teknologi dan inovasi, membuka peluang kerja baru.

Efisiensi Administrasi Pemerintahan

Implementasi omnibus law memberikan dampak signifikan pada efisiensi administrasi pemerintahan melalui penyederhanaan prosedur dan eliminasi tumpang tindih kewenangan. Sebelumnya, pelaku usaha sering menghadapi kebingungan akibat regulasi yang saling bertentangan atau duplikasi persyaratan dari berbagai instansi. Omnibus law menciptakan koordinasi yang lebih baik antar institusi pemerintah dan memperjelas pembagian kewenangan.

Digitalisasi layanan publik menjadi bagian integral dari reformasi administrasi melalui omnibus law. Implementasi sistem digital tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini sejalan dengan agenda transformasi digital pemerintah yang menjadi prioritas nasional dalam era modern ini.

Kontroversi dan Kritik terhadap Omnibus Law

Kritik dari Aspek Ketenagakerjaan

Implementasi omnibus law, khususnya UU Cipta Kerja, menuai kritik keras dari berbagai kalangan, terutama serikat pekerja dan aktivis buruh. Kritik utama terfokus pada perubahan ketentuan ketenagakerjaan yang dianggap merugikan hak-hak pekerja. Beberapa isu yang menjadi sorotan meliputi pengurangan nilai pesangon, kemudahan prosedur PHK, dan fleksibilitas jam kerja yang berpotensi eksploitatif.

Serikat pekerja mengkhawatirkan bahwa perubahan ini akan menggeser keseimbangan kekuatan antara pekerja dan pengusaha. Mereka berpendapat bahwa fleksibilitas yang diberikan kepada pengusaha tidak diimbangi dengan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Isu outsourcing dan sistem kontrak kerja yang lebih longgar juga menjadi perhatian utama karena berpotensi mengurangi jaminan pekerjaan bagi pekerja Indonesia.

Kekhawatiran terhadap Aspek Lingkungan

Kritik lain yang signifikan datang dari kalangan lingkungan hidup yang mengkhawatirkan pelonggaran regulasi kepatuhan lingkungan (environmental compliance) dalam UU Cipta Kerja. Perubahan ketentuan AMDAL dan perizinan lingkungan dianggap berpotensi mengancam kelestarian lingkungan hidup demi kepentingan investasi jangka pendek. Aktivis lingkungan berpendapat bahwa pendekatan pro-bisnis dalam omnibus law mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kekhawatiran ini mencakup potensi kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati akibat kemudahan perizinan untuk proyek-proyek besar. Para kritikus berpendapat bahwa Indonesia seharusnya belajar dari negara-negara lain yang mengalami degradasi lingkungan akibat mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan. Mereka menuntut agar perlindungan lingkungan diperkuat dalam implementasi omnibus law.

Isu Transparansi dan Partisipasi Publik

Proses pembentukan omnibus law dikritik karena dianggap kurang transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya secara eksplisit menyatakan bahwa proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas keterbukaan yang merupakan prinsip fundamental dalam tata kelola pemerintahan yang demokratis. Kritik ini menyoroti pentingnya konsultasi publik dalam proses legislasi, terutama untuk undang-undang yang berdampak luas.

Keterbatasan waktu pembahasan dan minimnya dengar pendapat publik yang berkualitas menjadi isu utama dalam kritik ini. Organisasi masyarakat sipil berpendapat bahwa kompleksitas dan cakupan luas omnibus law justru membutuhkan proses deliberasi yang lebih intensif dan partisipatif. Mereka menuntut agar proses pembentukan undang-undang di masa depan lebih melibatkan pemangku kepentingan dan memberikan waktu yang cukup untuk pengawasan publik.

Evaluasi Implementasi

Evaluasi terhadap Aspek Ketenagakerjaan

Evaluasi implementasi omnibus law dalam aspek ketenagakerjaan menunjukkan hasil yang beragam. Di satu sisi, fleksibilitas pasar tenaga kerja telah menarik lebih banyak investor untuk membuka usaha dan menciptakan lapangan kerja baru. Data ketenagakerjaan menunjukkan tren penurunan tingkat pengangguran, meskipun masih perlu dikaji apakah hal ini murni dampak dari omnibus law atau faktor-faktor lain.

Namun, kekhawatiran dari serikat pekerja masih perlu mendapat perhatian serius. Implementasi ketentuan ketenagakerjaan baru memerlukan monitoring ketat untuk memastikan tidak terjadi eksploitasi atau pelanggaran hak-hak pekerja. Pemerintah perlu mengembangkan mekanisme pengawasan yang efektif dan memberikan edukasi kepada pengusaha tentang implementasi yang tepat dari ketentuan ketenagakerjaan yang baru.

Tantangan dalam Implementasi di Level Daerah

Salah satu tantangan utama dalam implementasi omnibus law adalah koordinasi dengan pemerintah daerah. Meskipun UU Cipta Kerja telah memberikan kerangka kerja nasional, implementasinya di tingkat daerah masih menghadapi berbagai kendala. Perbedaan pemahaman, kapasitas SDM, dan kemauan politik di tingkat daerah menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi.

Harmonisasi regulasi daerah dengan omnibus law memerlukan upaya yang sistematis dan berkelanjutan. Banyak peraturan daerah yang masih belum diselaraskan dengan ketentuan baru, menciptakan kebingungan dan potensi konflik. Pemerintah pusat perlu meningkatkan pengembangan kapasitas dan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan implementasi yang konsisten dan efektif di seluruh Indonesia.

Tanya Jawab (Q&A)

Q: Apa perbedaan omnibus law dengan undang-undang biasa?

A: Omnibus law menggabungkan dan mengubah banyak undang-undang sekaligus dalam satu regulasi, sedangkan undang-undang biasa umumnya mengatur satu topik spesifik. Omnibus law bertujuan untuk menyederhanakan dan menghilangkan tumpang tindih regulasi, sementara UU biasa dibuat untuk mengatur hal-hal yang belum diatur sebelumnya.

A: Kontroversi muncul karena beberapa alasan: proses pembentukan yang dianggap kurang transparan, perubahan substansial pada hak-hak pekerja, pelonggaran regulasi lingkungan, dan kekhawatiran akan dominasi kepentingan bisnis. Mahkamah Konstitusi juga menyatakan proses pembentukannya tidak memenuhi asas keterbukaan.

Q: Apakah omnibus law efektif dalam meningkatkan investasi?

A: Data menunjukkan tren positif dalam peningkatan investasi dan perbaikan ranking ease of doing business Indonesia. Namun, efektivitas jangka panjang masih perlu dievaluasi lebih lanjut, terutama dalam hal kualitas investasi, dampak terhadap lingkungan, dan perlindungan hak pekerja.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|