Liputan6.com, Jakarta - Hajjah Rangkayo Rasuna Said, atau yang akrab disapa H.R. Rasuna Said, merupakan salah satu tokoh perempuan paling berpengaruh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagai pahlawan nasional, Rasuna Said dikenal luas karena dedikasi luar biasa dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa sekaligus membela hak-hak kaum perempuan. Kehidupan dan perjuangan Rasuna Said menjadi inspirasi bagi generasi penerus tentang pentingnya keberanian dan ketegasan dalam menghadapi ketidakadilan.
Lahir di era kolonial Belanda, Rasuna Said tumbuh dengan semangat nasionalisme yang mengakar kuat dalam jiwanya. Keunikan sosoknya terletak pada kemampuannya menggabungkan perjuangan politik dengan pemberdayaan perempuan, suatu hal yang jarang terjadi pada zamannya. Kontribusinya tidak hanya terbatas pada masa penjajahan, tetapi berlanjut hingga era pasca kemerdekaan melalui berbagai jabatan strategis di pemerintahan.
Berikut ini telah Liputan6 ulas, secara komprehensif tentang perjalanan hidup Rasuna Said mulai dari masa kecil, pendidikan, karier politik, hingga warisan yang ditinggalkannya, pada Selasa (22/12). Profil lengkap ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam tentang sosok luar biasa yang telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia.
Latar Belakang dan Masa Muda Rasuna Said
Kelahiran dan Akar Keluarga Pejuang
Hajjah Rangkayo Rasuna Said dilahirkan pada 14 September 1910 di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, saat Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang terpandang dan memiliki tradisi kuat dalam bidang intelektual serta perjuangan.
Ayahnya, Muhamad Said, adalah seorang saudagar Minangkabau, aktivis pergerakan, dan guru yang dihormati. Lingkungan keluarganya yang taat beragama Islam sangat kondusif untuk menumbuhkan kesadaran nasionalisme dan semangat melawan penindasan kolonial.
Pengaruh Lingkungan Sosial dan Politik Era Kolonial
Era kelahiran Rasuna Said bertepatan dengan masa-masa awal kebangkitan nasional Indonesia, di mana gerakan-gerakan perlawanan terhadap kolonialisme mulai bermunculan. Sumatera Barat, khususnya daerah Minangkabau, dikenal sebagai pusat gerakan intelektual dan politik pada masa itu, dengan banyak tokoh pergerakan nasional lahir dari daerah ini.
Kondisi masyarakat Minangkabau yang sudah terbiasa dengan perdebatan intelektual dan gerakan sosial memberikan ruang bagi Rasuna Said untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Tradisi budaya setempat yang menghargai pendapat dan keberanian berbicara turut membentuk kepribadiannya yang tegas dan tidak takut menyuarakan kebenaran.
Jejak Pendidikan dan Pembentukan Karakter Rasuna Said
Perjalanan Pendidikan Formal di Diniyah Putri
Rasuna Said memulai pendidikan di sekolah agama di desanya dekat Danau Maninjau dari tahun 1916 hingga 1921, kemudian melanjutkan ke Pesantren Ar-Rasyidiyah dari tahun 1921 hingga 1923, di mana ia menjadi satu-satunya santri perempuan. Setelah itu, ia menempuh pendidikan formal di Diniyah Putri di Padang Panjang, sebuah institusi pendidikan yang terkenal pada masa itu.
Sekolah ini tidak hanya memberikan pendidikan agama Islam yang mendalam, tetapi juga menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan kesadaran sosial kepada para siswanya. Rasuna Said bahkan sempat menjadi guru di Diniyah Putri setelah menyelesaikan pendidikannya. Namun, pada tahun 1930, ia berhenti mengajar karena berpandangan bahwa kemajuan kaum wanita harus disertai perjuangan politik yang lebih luas.
Dampak Budaya Minangkabau pada Pemikiran Rasuna Said
Sistem matrilineal dalam budaya Minangkabau memberikan dampak signifikan terhadap pandangan Rasuna Said tentang peran perempuan dalam masyarakat. Dalam budaya ini, perempuan memiliki kedudukan sentral dalam struktur keluarga dan pengambilan keputusan penting.
Pengalaman budaya ini memperkuat keyakinannya bahwa perempuan harus memiliki peran aktif dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik dan perjuangan kemerdekaan. Nilai-nilai adat Minangkabau yang menekankan musyawarah, keadilan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan turut membentuk karakternya sebagai seorang pemimpin yang kuat.
Kiprah Politik Awal dan Pergerakan Organisasi
Bergabung dengan Sarekat Rakyat dan Komitmen Perjuangan
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Rasuna Said memutuskan untuk terjun langsung ke dunia politik dengan bergabung dalam Sarekat Rakyat (SR) sebagai sekretaris cabang pada tahun 1926. Organisasi ini merupakan salah satu kekuatan politik penting yang menentang dominasi kolonial Belanda di Indonesia.
Keputusannya untuk bergabung menunjukkan komitmen yang kuat terhadap perjuangan kemerdekaan dan keadilan sosial, menandai awal kiprah politik Rasuna Said yang berani dan tak kenal takut.
Mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI)
Pada tahun 1930, Rasuna Said turut merintis dan mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi, sebuah organisasi yang memfokuskan perjuangan pada kemerdekaan bangsa dan pemberdayaan perempuan. PERMI menjadi platform bagi Rasuna Said untuk mengembangkan pemikiran dan gerakannya secara lebih sistematis.
Ia aktif mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan memimpin Kursus Putri serta Normal Kursus di Bukittinggi. Pada tahun 1932, PERMI resmi menjadi partai politik yang berlandaskan Islam dan kebangsaan, memperkuat posisi Rasuna Said dalam arena politik.
Perlawanan Rasuna Said Terhadap Kolonialisme Belanda
Kemampuan Orasi dan Kekuatan Mobilisasi Massa
Rasuna Said dikenal sebagai orator handal yang mampu membakar semangat perjuangan rakyat melalui pidato-pidatonya yang berapi-api. Kemampuan retorikanya sangat efektif dalam menggerakkan massa untuk melawan penjajahan dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Gaya bicaranya yang lantang dan penuh semangat mampu menyentuh hati rakyat dan membangkitkan kesadaran nasional mereka. Ia dijuluki "singa betina" karena keberaniannya mengkritik pemerintah Belanda secara terang-terangan.
Penangkapan dan Keteguhan Semangat Rasuna Said
Aktivitas politik Rasuna Said yang intensif dan pidato-pidatonya yang kritis terhadap pemerintah kolonial membuatnya menjadi target pengawasan ketat. Pada tahun 1932, ia ditangkap dan dipenjarakan oleh otoritas Belanda karena dianggap menghasut rakyat untuk melawan penjajahan.
Ia bahkan menjadi wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict (hukum kolonial Belanda yang menghukum siapa pun yang berbicara menentang Belanda) dan dipenjara selama satu tahun dua bulan. Masa penahanan tidak menyurutkan semangat perjuangannya; ia tetap rajin menulis sebagai kritik kepada penguasa saat itu. Setelah dibebaskan pada tahun 1934, ia kembali aktif dan sempat menjadi pemimpin redaksi majalah Raya pada tahun 1935, yang dikenal radikal dan menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat.
Peran Rasuna Said Pasca Kemerdekaan Indonesia
Kontribusi di Lembaga Legislatif Negara
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Rasuna Said melanjutkan perjuangannya melalui jalur politik formal. Ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Sumatera Barat pada Juli 1947.
Pada tahun 1950, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan kemudian terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) periode 1945-1950. Sebagai anggota DPR, ia terlibat aktif dalam berbagai diskusi dan pengambilan keputusan penting yang menyangkut nasib bangsa Indonesia, serta terus memperjuangkan hak-hak perempuan.
Keterlibatan dalam Dewan Pertimbangan Agung
Selain menjadi anggota DPR, Rasuna Said juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada tahun 1959, sebuah lembaga yang memberikan nasihat dan pertimbangan kepada pemerintah dalam berbagai kebijakan strategis. Posisi ini dipegangnya hingga wafatnya pada tahun 1965.
Di DPA, ia menggunakan keahliannya untuk menganalisis berbagai kebijakan pemerintah dari perspektif kepentingan rakyat dan pemberdayaan perempuan, menunjukkan komitmennya yang tak lekang oleh waktu.
Dedikasi terhadap Dunia Pendidikan dan Pemberdayaan Wanita
Rasuna Said memiliki keyakinan kuat bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan rakyat dari kebodohan dan kemiskinan. Keyakinan ini mendorongnya untuk mendirikan berbagai sekolah dan lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan kepada perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Ia mendirikan Perguruan Putri di Medan pada tahun 1937 dan memimpin majalah Menara Poeteri yang konsisten memperjuangkan hak-hak wanita, membuktikan visinya yang jauh ke depan dalam memajukan kaum perempuan.
Akhir Hayat dan Warisan Abadi Rasuna Said
Pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, kondisi kesehatan Rasuna Said mulai menurun akibat kanker darah. Meskipun kondisi kesehatannya tidak optimal, semangat untuk terus berkontribusi bagi bangsa tetap membara dalam dirinya.
Ia tetap berusaha aktif dalam berbagai kegiatan politik dan sosial sejauh kondisi fisiknya memungkinkan, menunjukkan keteguhan jiwanya hingga akhir.
Wafat dan Penghormatan Terakhir
Rasuna Said menghembuskan napas terakhirnya pada 2 November 1965 di Jakarta pada usia 55 tahun. Berita kepergiannya disambut dengan duka mendalam oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya para pejuang kemerdekaan dan aktivis perempuan yang menganggapnya sebagai inspirator dan panutan.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, dengan upacara militer sebagai bentuk penghormatan negara atas statusnya sebagai pahlawan nasional.
Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional dan Memori Abadi
Perjuangan dan dedikasi Rasuna Said mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Indonesia melalui penetapannya sebagai Pahlawan Nasional pada 13 November 1974, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974. Ia adalah perempuan kesembilan yang dianugerahi kehormatan ini.
Warisan pemikiran dan perjuangannya terus hidup dan menginspirasi generasi-generasi berikutnya, khususnya dalam isu-isu pemberdayaan perempuan dan keadilan sosial. Nama dan kisah hidupnya diabadikan dalam berbagai bentuk, termasuk nama jalan arteri utama di Jakarta (Jalan H.R. Rasuna Said), Padang, dan Payakumbuh.
Tanya Jawab (Q&A)
Q: Apa yang membuat Rasuna Said berbeda dari pejuang kemerdekaan lainnya?
A: Keunikan Rasuna Said terletak pada kemampuannya menggabungkan perjuangan kemerdekaan dengan isu pemberdayaan perempuan. Ia tidak hanya fokus pada aspek politik, tetapi juga pendidikan dan hak-hak sosial, khususnya bagi kaum perempuan yang pada masa itu sangat terbatas perannya dalam politik.
Q: Mengapa Rasuna Said memilih mendirikan PERMI daripada bergabung dengan organisasi yang sudah ada?
A: Pendirian PERMI mencerminkan visinya yang lebih spesifik tentang perlunya organisasi yang mengintegrasikan perjuangan kemerdekaan dengan pemberdayaan perempuan. Ia merasa bahwa organisasi yang ada belum cukup memberikan perhatian pada isu-isu perempuan, sehingga diperlukan platform khusus untuk menyuarakan aspirasi tersebut.
Q: Bagaimana pengaruh budaya Minangkabau terhadap pemikiran politik Rasuna Said?
A: Sistem matrilineal dalam budaya Minangkabau memberikan perspektif unik tentang peran sentral perempuan dalam masyarakat. Hal ini memperkuat keyakinannya bahwa perempuan harus memiliki peran aktif dalam politik dan pembangunan bangsa, bukan hanya sebagai objek tetapi sebagai subjek perubahan.

4 hours ago
2
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453653/original/092875300_1766484674-IWS_0656.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5330566/original/066055200_1756363581-bur3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5453654/original/024606000_1766484756-IWS_0476.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5263447/original/036204700_1750822441-New_Mitsubishi_Xpander_Cross_CVT_Exterior__20_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5307862/original/009171400_1754487646-WhatsApp_Image_2025-08-06_at_20.27.15-2.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3950531/original/094301500_1646213039-sidang-bpupki-2-86a246-small.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1455058/original/030936900_1483447875-topic_article_ikan_gabus_untuk_kesehatan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/4301296/original/056678600_1674558807-20230124BL_Pengambilan_Sumpah_Janji_Setia_Pewarganegaraan_Republik_Indonesia_kepada_Shyane_Pattynama_4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5412147/original/044495100_1763035374-IMG-20251113-WA0023.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453785/original/065615200_1766497375-Persijap_vs_PSIM.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4645960/original/010299400_1699844580-pexels-vlada-karpovich-4050287.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453612/original/010022100_1766482770-model_gelang_emas_karat_tinggi__2_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4686430/original/077983100_1702550306-libby-penner-4CnaFQRDI0A-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453074/original/088003100_1766467253-Gemini_Generated_Image_nd92w5nd92w5nd92.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453520/original/013468700_1766480092-ular_sawah__6_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4703577/original/014893700_1704087978-efefefefef.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453494/original/016570900_1766479526-halaman_belakang_rumah.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5382458/original/052403000_1760588350-Membaca_buku.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453526/original/020705700_1766480272-kertas_a5_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5341744/original/023830500_1757323165-1000125029.jpg)










:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5001271/original/045738300_1731378312-page.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5304794/original/092866600_1754286031-gaya_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5333667/original/075224800_1756693376-WhatsApp_Image_2025-09-01_at_09.16.06_88b9618c.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5347915/original/009314600_1757745786-ChatGPT_Image_Sep_13__2025__01_41_07_PM.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5338264/original/048399000_1756968798-3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339933/original/067743600_1757137253-unnamed_-_2025-09-06T122212.122.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5346547/original/050266700_1757611715-1000212638.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5363741/original/074425700_1758961497-Gemini_Generated_Image_5iwydt5iwydt5iwy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339299/original/025399500_1757052533-unnamed_-_2025-09-05T125024.466.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5352448/original/090606500_1758098726-Gemini_Generated_Image_zhur86zhur86zhur.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5345226/original/041083400_1757522822-WhatsApp_Image_2025-09-10_at_21.04.13.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5338093/original/002133400_1756964690-Gemini_Generated_Image_e2yjtbe2yjtbe2yj.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,1125,20,0)/kly-media-production/medias/5339676/original/014879200_1757081736-20250904AA_Timnas_Indonesia_vs_China_Taipei-07.JPG)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5339336/original/027918600_1757053950-Gemini_Generated_Image_g2jz1pg2jz1pg2jz.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5363626/original/003041100_1758954707-unnamed__32_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5362760/original/090638300_1758873977-Gemini_Generated_Image_cqeijycqeijycqei.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4958566/original/092051000_1727865780-Mees.jpg)