Sultan Agung, Raja Mataram Terbesar: Pahlawan Nasional dan Penentang VOC

11 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang dikenal sebagai Sultan Agung, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia dan raja terbesar dari Kerajaan Mataram. Ia memerintah dari tahun 1613 hingga 1645, meninggalkan jejak sejarah yang mendalam dalam perjuangan melawan penjajahan dan pembangunan kebudayaan Jawa. Sosoknya dikenang karena kegigihan dalam menghadapi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) serta kebijakannya yang membawa Mataram pada puncak kejayaan.

Peran penting Sultan Agung tidak hanya terbatas pada bidang politik dan militer, melainkan juga mencakup aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Mataram berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga hampir mencakup seluruh Jawa.

Kehadiran Sultan Agung sebagai pemimpin yang bijaksana dan cakap menjadikannya figur sentral dalam sejarah Indonesia. Ia adalah simbol perlawanan terhadap kolonialisme dan pelopor dalam adaptasi budaya serta pengembangan keagamaan di Nusantara. Berikut ini Liputan6 memberikan ulasan tentang perjalanan Sultan Agung untuk Anda, Jumat (26/12/2025).

Identitas dan Silsilah Sultan Agung

Sultan Agung memiliki nama lengkap Sultan Agung Hanyokrokusumo, lahir di Kotagede pada tahun 1593 dan meninggal di Karta pada tahun 1645. Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, yang juga dikenal dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Ia merupakan putra dari Panembahan Seda Ing Krapyak dan cucu dari Panembahan Senapati, dengan ayah bernama Prabu Hanyokrowati dan ibu bernama Ratu Mas Adi Dyah Banowati.

Pada awalnya, Sultan Agung tidak langsung menggunakan gelar “Sultan” hingga tahun 1641, melainkan bergelar “Pangeran” atau “Panembahan”. Setelah tahun 1624, gelarnya berganti menjadi “Susuhunan” atau sering disingkat Sunan.

Sultan Agung memiliki dua permaisuri utama sesuai tradisi Kesultanan Mataram. Permaisuri pertama adalah Ratu Kulon, bernama Ratu Mas Tinumpak, putri dari sultan Kesultanan Cirebon. Permaisuri kedua adalah Ratu Wetan, putri dari Adipati Batang dan cucu Ki Juru Martani, bernama Ratu Ayu Batang. Dari Ratu Wetan, ia memiliki putra bernama Raden Mas Sayyidin yang kemudian dikenal sebagai Amangkurat, sementara putra dari Ratu Kulon adalah Raden Mas Syahwawrat atau Pangeran Alit.

Masa Pemerintahan dan Ekspansi Wilayah

Sultan Agung naik takhta sebagai pemimpin Kerajaan Mataram pada tahun 1613 saat usianya 20 tahun. Perjuangannya tidak hanya berfokus pada politik dan militer, tetapi juga pada ekspansi wilayah untuk menyatukan Jawa di bawah kekuasaan Mataram. Ia melakukan penaklukan ke berbagai wilayah yang belum mengakui kedaulatan Mataram.

Ekspansi wilayah yang dilakukan oleh Sultan Agung meliputi:

  • Tahun 1614: Kediri, Renong, Lumajang, Malang, dan Madura.
  • Tahun 1615: Wirasaba.
  • Tahun 1616: Siwalan dan Lasem.
  • Tahun 1617: Pasuruan dan Pajang.
  • Tahun 1619: Tuban.
  • Antara tahun 1620-1615: Surabaya.
  • Antara tahun 1635-1636: Giri.
  • Antara tahun 1636-1640: Blambangan.

Dengan serangkaian penaklukan ini, hampir seluruh wilayah Jawa menjadi daerah kekuasaan Sultan Agung Mataram.

Perlawanan Sultan Agung Terhadap VOC

Perjuangan terbesar Sultan Agung adalah menghadapi tantangan dan serangan dari pihak Belanda, atau VOC, yang berpusat di Batavia. Penguasaan VOC atas Batavia dan kehadirannya dianggap akan menghambat penyebaran Islam di Jawa yang dilakukan oleh Sultan Agung.

Selain itu, Belanda juga menduduki ujung barat Jawa, yakni sepanjang Banten, yang secara historis merupakan daerah bawahan Demak dan Cirebon. Oleh karena itu, Sultan Agung melakukan aksi penaklukan militer untuk mengambil alih Banten dari Belanda.

Perlawanan terhadap VOC berlangsung antara tahun 1628-1629. Serangan pertama terjadi pada tahun 1628, di mana pasukan Mataram menyerbu Batavia, namun mengalami kekalahan karena kurangnya dukungan logistik. Kegagalan ini menjadi pelajaran berharga bagi Sultan Agung.

Pada tahun 1629, Sultan Agung kembali menyerang dengan dua pimpinan pasukan: Adipati Ukur pada bulan Mei dan Adipati Juminah pada bulan Juni. Untuk mengantisipasi kegagalan logistik, pasukan Mataram membuat lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon. Sayangnya, strategi ini diketahui oleh mata-mata Belanda, dan lumbung-lumbung tersebut dimusnahkan.

Akibatnya, bekal pasukan Mataram berkurang, dan wabah penyakit malaria serta kolera merebak. Meskipun demikian, serangan kedua ini tidak sepenuhnya gagal karena Sultan Agung berhasil membuat bendungan Sungai Ciliwung dan mengotorinya, menyebabkan wabah kolera di Batavia yang salah satu korbannya adalah Gubernur Jenderal Belanda, J.P. Coen.

Pencapaian dan Kebijakan Sultan Agung

Kegigihan dan keahlian Sultan Agung dalam berbagai bidang, termasuk politik, militer, sosial, budaya, dan ekonomi, membawa Kerajaan Mataram pada masa keemasan. Dalam bidang ekonomi dan kebudayaan, Sultan Agung melakukan pemindahan penduduk Jawa Tengah ke Karawang yang memiliki sawah dan ladang luas serta subur. Ia juga memberikan pengajaran dan pendidikan kepada rakyat Mataram Islam dengan menempatkan ulama pada posisi terhormat sebagai anggota Dewan Parampara atau penasihat tinggi kerajaan.

Struktur pemerintahan kerajaan juga dibangun dengan didirikannya Lembaga Mahkamah Agama Islam. Gelar raja-raja Mataram Islam meliputi Pandita, yang berarti raja juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala agama (Islam). Dalam aspek sosial budaya, Sultan Agung berusaha mengadaptasi unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam.

Contoh asimilasi budaya tersebut adalah adanya Grebeg yang disesuaikan dengan Hari Raya Idulfitri dan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang kini dikenal sebagai Grebeg Puasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung turut serta mengenalkan penanggalan tahun Saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing, serta berhasil mengubah perhitungan peredaran matahari ke perhitungan peredaran bulan. Karena berbagai usahanya, terutama dalam memajukan agama Islam dan bidang sosial budaya, Sultan Agung mendapat gelar Susuhunan (Sunan), yang selama ini diberikan kepada wali.

Misteri Kematian Sultan Agung

Kematian Sultan Agung tidak lepas dari kisah misterius. Setelah mendapat gelar dari Mekah pada tahun 1640, kondisi kesehatan Sultan Agung mengalami penurunan. Tercatat pula bahwa pada tahun 1612, Sultan Agung juga mengalami sakit parah yang membuat pemerintahan Mataram beralih.

Riwayat lain menyebutkan bahwa Nyi Roro Kidul, istri spiritual Sultan Agung, meramalkan kematian sang sultan pada tahun 1645 dan akan dimakamkan di puncak bukit Imogiri. Faktor lain penyebab wafatnya sang raja ialah adanya penyakit pes yang melanda Jawa pada tahun 1625-1617, yang bahkan membunuh dua pertiga penduduk di berbagai daerah di Jawa Tengah dan sepertiga warga Banten.

Versi lain menyebutkan bahwa meninggalnya Sultan Agung karena salah satu permaisuri, yaitu Ratu Kulon, yang meracuninya. Sedangkan pendapat lain juga mengatakan bahwa penyebab meninggalnya Sultan Agung karena dibunuh oleh salah satu putranya bernama Raden Mas Sayyidin.

Namun, pada tahun 1645, Sultan Agung merasa bahwa ajalnya sudah dekat. Tak lama setelah perasaan itu muncul, Sultan Agung membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga para raja Kerajaan Mataram dimulai dari dirinya. Selain itu, Sultan Agung juga menulis sebuah serat Sastra Gendhing sebagai tuntunan hidup trah Mataram. Berdasarkan wasiatnya, Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan digantikan putranya yakni Raden Mas Sayyidin.

People Also Ask

1. Siapakah nama asli Sultan Agung?

Jawaban: Nama asli Sultan Agung adalah Raden Mas Jatmika, yang juga dikenal dengan sebutan Raden Mas Rangsang.

2. Kapan Sultan Agung naik takhta dan berapa lama ia memerintah?

Jawaban: Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 saat berusia 20 tahun dan memerintah hingga wafatnya pada tahun 1645.

3. Mengapa Sultan Agung melakukan perlawanan terhadap VOC?

Jawaban: Sultan Agung melawan VOC karena penguasaan Batavia dan kehadiran mereka dianggap menghambat penyebaran Islam di Jawa serta upaya penyatuan Jawa.

4. Apa saja pencapaian penting Sultan Agung dalam bidang sosial dan budaya?

Jawaban: Sultan Agung mengadaptasi budaya asli dengan Hindu dan Islam (contoh: Grebeg), memperkenalkan penanggalan tahun Saka, dan menulis kitab filsafat Sastra Gendhing.

5. Di mana Sultan Agung dimakamkan?

Jawaban: Sultan Agung dimakamkan di Astana Imogiri, yang ia bangun sebagai pusat pemakaman keluarga raja Mataram.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|