Peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW di Indonesia bukan hanya sekadar momen spiritual untuk meneguhkan keimanan dan memperdalam cinta kepada junjungan umat Islam, melainkan telah menyatu erat dengan corak budaya lokal masyarakat di berbagai daerah. Setiap kawasan memiliki corak perayaan yang unik, sarat makna simbolis, sekaligus mengandung nilai kebersamaan sosial. Beberapa diantaranya:
1. Grebeg Maulud – Yogyakarta dan Surakarta (Solo)
Di Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Kota Surakarta, peringatan Maulid Nabi lebih dikenal dengan nama Grebeg Maulud. Tradisi ini merupakan atraksi budaya yang ditunggu-tunggu masyarakat setiap tahunnya. Salah satu ciri khasnya adalah prosesi gunungan, yaitu aneka hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan, serta jajanan tradisional yang disusun menyerupai bentuk gunung besar.
Gunungan kemudian diarak menuju masjid agung sebagai simbol persembahan. Setelah prosesi selesai, masyarakat berbondong-bondong memperebutkan isi gunungan tersebut. Kepercayaan lokal menyebutkan bahwa siapa saja yang berhasil mendapatkan sebagian dari isi gunungan diyakini akan memperoleh berkah. Tradisi Grebeg Maulud tidak hanya memperlihatkan nuansa keagamaan, tetapi juga mencerminkan semangat kebersamaan dan penghargaan terhadap rezeki alam.
2. Endog-endogan – Banyuwangi
Berbeda dengan Yogyakarta dan Solo, masyarakat Banyuwangi di Jawa Timur memiliki tradisi yang dikenal sebagai Endog-endogan. Dalam perayaan ini, telur dihias dengan cantik kemudian ditancapkan pada batang pisang atau bambu, lalu dibawa dalam prosesi arak-arakan keliling desa. Telur dianggap sebagai simbol kehidupan, kesuburan, sekaligus lambang harapan akan masa depan yang baik.
Seusai pawai, telur-telur tersebut dibagikan kepada warga setempat sebagai bentuk sedekah dan ungkapan syukur kepada Allah. Tradisi Endog-endogan bukan sekadar ritual, melainkan sebuah warisan budaya yang sarat filosofi sekaligus mempererat hubungan sosial di tengah masyarakat Banyuwangi.
3. Weh-wehan – Kendal
Di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, terdapat tradisi khas bernama Weh-wehan. Pada peringatan Maulid Nabi, masyarakat saling berbagi makanan, hasil bumi, maupun olahan khas daerah kepada tetangga dan kerabat. Tradisi ini menekankan nilai kebersamaan, kepedulian sosial, serta memperkuat ikatan persaudaraan di tengah warga.
Lebih dari itu, Weh-wehan dipandang sebagai perwujudan nyata dari ajaran Rasulullah SAW tentang pentingnya berbagi rezeki dan membantu sesama umat. Praktik sederhana ini menunjukkan bahwa Maulid Nabi tidak hanya dihayati melalui ibadah ritual, tetapi juga diwujudkan dalam aksi sosial yang membawa manfaat langsung bagi lingkungan sekitar.
4. Tradisi Umum di Nusantara
Selain kekhasan budaya di daerah-daerah tertentu, umat Islam di berbagai wilayah Indonesia juga memiliki bentuk perayaan yang lebih seragam. Biasanya acara diisi dengan pengajian, pembacaan sirah Nabawiyah, lantunan shalawat, serta majelis ilmu yang menghadirkan para ulama maupun penceramah. Melalui forum tersebut, umat dapat kembali meneladani kehidupan Rasulullah, baik dalam hal akhlak mulia, keteguhan iman, maupun kepemimpinan beliau.
Tidak jarang pula perayaan Maulid dilengkapi dengan kegiatan sosial, misalnya santunan untuk anak yatim, fakir miskin, atau kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan dan rumah ibadah. Aktivitas ini semakin memperkuat makna Maulid sebagai momentum pengingat sekaligus pengikat hubungan sosial-keagamaan di tengah masyarakat.