Memahami Tanda Baca Aksara Jawa dan Cara Penggunaannya, Siswa Sekolah harus Tau

6 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Aksara Jawa atau Hanacaraka merupakan salah satu sistem tulisan tradisional Nusantara yang kaya nilai budaya dan filosofi. Selain aksara dasar (carakan), pasangan, dan sandhangan, sistem ini juga mengenal tanda baca aksara Jawa atau pada, yang memiliki fungsi penting untuk memperjelas makna dan intonasi dalam teks. Sama seperti tanda titik, koma, atau tanda tanya pada aksara Latin, tanda baca aksara Jawa berperan membatasi kalimat, menunjukkan awal serta akhir tulisan, dan menandai kesantunan dalam berbahasa.

Menurut Pedoman Penulisan Aksara Jawa yang disusun oleh Yayasan Pustaka Nusatama, tanda baca dalam aksara Jawa memiliki fungsi yang tidak sekadar teknis, tetapi juga estetis dan etis. Penggunaan tanda baca ini mencerminkan tata krama Jawa yang menekankan ketertiban, kesopanan, serta harmoni dalam berkomunikasi.

Dalam artikel ini, LIputan6.com akan membahas berbagai jenis tanda baca dalam aksara Jawa (pada), fungsi masing-masing, dan cara penggunaannya berdasarkan pedoman resmi tersebut. Di bagian akhir, disertakan pula beberapa pertanyaan umum (FAQ) seputar aksara Jawa untuk memperkaya pemahaman pembaca, Senin (13/10/2025).

Tanda Baca dalam Aksara Jawa (Pada) dan Penggunaannya

Sistem tanda baca dalam aksara Jawa atau pada memiliki fungsi yang serupa dengan tanda baca Latin, namun memiliki bentuk khas dan aturan pemakaian yang unik. Berdasarkan Pedoman Penulisan Aksara Jawa terbitan Yayasan Pustaka Nusatama, berikut adalah jenis-jenis tanda baca yang digunakan.

A. Pada Adeg-adeg (∣∣)

Fungsi: Dipakai di depan kalimat pada setiap awal baris atau alinea. Tanda ini berfungsi sebagai penanda permulaan paragraf, sama seperti indentasi dalam penulisan Latin.

Contoh: ∣∣ꦲꦩꦶꦱꦶꦠ꧀ꦲꦶꦤ꧀ — (Pada awal alinea).

B. Pada Guru (∣∙∣) dan Pada Pancak (∣∘∣)

Bentuk: ∣∙∣ (Pada Guru) dan ∣∘∣ (Pada Pancak).

Pada masa lampau, kedua tanda ini digunakan sebagai pembuka dan penutup kalimat dalam surat resmi atau teks hukum. Kini penggunaannya lebih terbatas, dan sering kali digantikan oleh pada gedhe atau pada ageng yang lebih umum dipakai untuk menyatakan kesantunan dan formalitas.

C. Pada Lingsa (^)

Bentuk: ^

Fungsi: Menandai akhir bagian kalimat yang belum selesai, atau memberi jeda — setara dengan tanda koma (,).

Penggunaan lain:

  • Untuk memisahkan bagian dalam perincian.
  • Untuk menandai singkatan nama atau gelar. 

Contoh: ꦲꦩꦶꦭꦶꦤ꧀ꦝꦶꦠ꧀ꦭꦺꦴꦏ꧀^ꦲꦲꦸꦭꦶꦤ꧀ — “Amilindhit lok, Ahulin.”

D. Pada Lungsi (∣)

Fungsi: Digunakan di akhir kalimat lengkap, setara dengan tanda titik (.).

Contoh: ꦲꦶꦩꦶꦏꦸꦭ꧀ꦱꦶꦤ꧀∣ — Himikul sin.

Tanda ini menunjukkan akhir pemikiran atau pernyataan dalam kalimat. Dalam teks panjang, penggunaan pada lungsi menjaga kejelasan struktur kalimat agar pembaca dapat berhenti dengan intonasi yang tepat.

E. Pada Pangkat (⋮)

Fungsi:

  1. Menandai akhir kalimat yang diikuti perincian, setara dengan titik dua (:).
  2. Digunakan untuk mengapit angka dalam teks.
  3. Dipakai untuk mengapit petikan tak langsung.

Contoh:

  • “Aku membeli barang: mangkok, piring, dan gelas.”
  • “Ibu membeli emas seberat ⋮75⋮ gram.”

F. Pada Gedhe / Pada Ageng 

Fungsi: Menunjukkan kesantunan atau tingkat sosial dalam konteks surat, tembang, atau teks sastra.

Tanda ini memiliki tiga variasi sesuai hubungan penulis dan penerima:

  1. Pada Luhur — digunakan untuk menulis surat kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya atau yang lebih tua.
  2. Pada Madya — digunakan untuk hubungan yang sejajar atau sebaya.
  3. Pada Andhap — digunakan untuk menulis kepada orang yang lebih tua atau dihormati.

Ketiga jenis tanda ini mencerminkan falsafah Jawa yang menjunjung tata krama (unggah-ungguh) dalam berkomunikasi tertulis.

G. Purwapada, Madyapada, dan Wasanapada

Ketiga tanda ini digunakan secara khusus dalam penulisan tembang Jawa (puisi tradisional).

  1. Purwapada — penanda permulaan tembang, biasanya mengapit judul pupuh pertama.
  2. Madyapada — menunjukkan bagian tengah karangan tembang, ditulis saat pergantian pupuh.
  3. Wasanapada— penanda akhir tembang, menandakan karya telah selesai (uwis/purna).

Masing-masing tanda memiliki filosofi mendalam: permulaan (harapan), tengah (perjalanan), dan akhir (penyelesaian).

Pentingnya Memahami Tanda Baca Aksara Jawa

Pemahaman terhadap tanda baca aksara Jawa sangat penting untuk menjaga keutuhan makna dan estetika tulisan. Tanpa penggunaan pada yang tepat, teks Jawa bisa kehilangan intonasi dan struktur yang menjadikannya indah dan komunikatif. Selain itu, setiap tanda baca juga mencerminkan nilai-nilai moral masyarakat Jawa: tertib, sopan, dan beradab. Melalui penggunaan tanda baca, penulis tidak hanya menyusun kalimat, tetapi juga menyampaikan rasa hormat kepada pembaca.

Pedoman yang disusun oleh Yayasan Pustaka Nusatama bertujuan menyederhanakan sistem klasik agar mudah dipahami oleh generasi muda, tanpa menghilangkan makna budaya di dalamnya. Dengan demikian, pelestarian aksara Jawa tidak hanya melalui pembacaan naskah lama, tetapi juga melalui praktik menulis dengan mengikuti kaidah baku.

FAQ Seputar Aksara Jawa

1. Berapa jumlah Aksara Carakan (Aksara Pokok) dalam Aksara Jawa?

Terdapat 20 aksara pokok atau carakan yang bersifat silabik (setiap huruf mewakili suku kata).

2. Apa fungsi dari Sandangan Pepet?

Sandangan Pepet (^) melambangkan vokal /e/ atau /ə/ dalam suatu suku kata.

3. Apa itu Aksara Murda dan kapan digunakan?

Aksara Murda adalah tujuh aksara khusus (Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Ga, Ba) yang digunakan untuk menulis nama diri, gelar, lembaga, atau nama tempat — mirip huruf kapital dalam alfabet Latin.

Gunakan Sandangan Cecak (⋮) pada aksara sebelumnya. Misalnya, kata bawang ditulis dengan aksara ba dan wa yang diberi sandangan cecak.

5. Kapan Sandangan Pangkon digunakan?

Sandangan Pangkon (^) menandai bahwa aksara tersebut “mati” atau menjadi konsonan penutup suku kata. Pangkon juga berfungsi untuk menghindari tumpukan pasangan lebih dari dua tingkat dan menandai jeda sementara dalam kalimat.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|